4 weeks ago
2 mins read

Effendi Gazali: MK Akan Batalkan Hasil Pilkada Kukar

Pakar Komunikasi Politik, Effendi Gazali (empat dari kanan) di Gedung MK. (Foto: Istimewa)

JAKARTA – Pakar Komunikasi Politik Effendi Gazali dan Ketua Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman memprediksi bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan menyatakan hasil Pilkada Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dibatalkan atau dinyatakan tidak sah.

Hal tersebut mereka nyatakan secara terpisah di Jakarta, Senin, (13/1/2025. Sebagaimana diketahui terdapat peserta pilkada dari Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Bengkulu Selatan, dan Kabupaten Maluku Barat Daya yang mengajukan perkara pilkadanya ke Mahkamah Konstitusi.  Kompetitor mereka harusnya dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk maju, sebab berdasarkan Putusan MK harusnya sudah dianggap memerintah selama dua periode.

Effendi menyatakan secara gamblang bahwa MK selalu konsisten dengan keputusannya mengenai penghitungan masa jabatan kepala daerah itu dianggap satu kali atau sudah dua periode.

Menurut Effendi, sudah terdapat 4 (empat) kali Judicial Review terkait langsung atau tidak langsung dengan penghitungan masa jabatan ini, dan menghasilkan 4 (empat) keputusan yang konsisten yaitu: Putusan MK Nomor 22/PUU-VII/2009 (17 November 2009), Putusan MK Nomor 67/PUUXVIII/2020, Putusan MK Nomor 2/PUU-XXI/2023 (28 Februari 2023), dan Putusan MK Nomor 129/PUU-XXII/2024 (14 November 2024).

Dalam semua keputusan tersebut, jelas Effendi, MK selalu menyatakan bahwa masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari setengah (lebih dari dua tahun enam bulan) dihitung sebagai satu periode. Dan yang dimaksudkan dengan masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan baik yang menjabat secara definitif maupun penjabat sementara.

“Jadi penghitungannya bersifat akumulatif atau faktual atau riil. Bahkan semua Putusan MK itu saling mengacu atau mengutip satu sama lain, dan dalam banyak hal MK menyatakan hal tersebut sudah jelas tanpa MK bermaksud masuk ke contoh-contoh kasus konkrit yang diajukan pemohon. Artinya putusan MK itu sudah amat jelas dan berlaku untuk kasus manapun,” papar Effendi.

Ia menambahkan, secara mendasar hal tersebut memang sesuai dengan konstitusi Indonesia dan prinsip hakiki demokrasi.

“Jabatan presiden saja dibatasi dua kali 5 tahun. Pemilu presiden pun tidak boleh ditunda sedikitpun. Masa jabatan kepala daerah diperbolehkan mencapai lebih dari dua periode ditambah setengah periode atau lebih dari setengahnya?” ujar Effendi.

“Masa kepala daerah bisa menjabat misalnya sampai 14 tahun. Seandainya dalam tahun pertama ada masalah dengan kepala daerahnya lalu wakil kepala daerah naik menggantikan mulai dengan posisi penjabat sementara hingga kemudian dilantik menjadi definitif?” sambungnya.

Sementara itu, Boyamin mengatakan bahwa MK sudah menyatakan agar seluruh keputusannya tentang penghitungan masa jabatan kepala daerah dianggap satu atau dua periode ini dijadikan acuan untuk ditindaklanjuti oleh semua lembaga yang berwenang, dalam hal ini KPU, KPUD, Bawaslu, dan seterusnya.

“Itu jelas tertulis dalam Putusan MK Nomor 129/PUU-XXII/2024 (14 November 2024) halaman 67. Nah, kalau KPU dan KPUD tidak mau melaksanakan ya pasti hasil dari pilkadanya akan dinyatakan tidak sah oleh MK. Dan itu menimbulkan kerugian negara yang sangat besar kalau terjadi di beberapa daerah serta menghamburkan uang negara jika dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU),” kata Boyamin.

Baik Effendi maupun Boyamin sepakat bahwa hasil pilkada seperti Kutai Kartanegara, Tasikmalaya, Bengkulu Selatan, dan Maluku Barat Daya yang diikuti oleh peserta yang menurut Putusan MK sudah dianggap menjabat selama dua periode harus dinyatakan tidak sah atau batal.

Boyamin menegaskan keputusan MK sekali ini harus tegas serta akan menjadi preseden kuat ke depan.

“Dan kami juga tidak ingin melihat kasus-kasus konkret satu demi satu. Ini semata demi penegakan konstitusi dan demokrasi saja. Jadi hasilnya akan dinyatakan tidak sah dan ke depan hal ini tidak boleh terulang lagi,” kata dia.

“Hal semacam ini membuat ketidakpastian hukum serta amat merugikan keuangan negara dan dapat menimbulkan konflik sosial yang tidak perlu di daerah,” tegas Boyamin.*

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Ed Darmansyah Layak Didiskualifikasi di Pilkada Kukar 2024

JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus menjalankan putusan Mahkamah

Kesaksian di MK sebagai Bentuk Kontribusi bagi Demokrasi

JAKARTA – Anggota Dewan Etik Persepi, Prof Hamdi Muluk, menegaskan