JAKARTA – Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhammad Lukman Edy, menjelaskan akar permasalahan memburuknya hubungan antara PKB dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Menurutnya, salah satu permasalahannya adalah penurunan status dewan syuro partai yang terjadi sejak PKB mengadakan muktamar di Bali. Dahulu dewan syuro berfungsi sebagai mandataris partai, kini mereka hanya berfungsi ketika dimintai pendapat saja.
“Pertama adalah isu soal dewan syuro yang semenjak muktamar PKB di Bali itu didegradasi. Tidak lagi sebagai mandataris partai, mandataris muktamar, tetapi hanya pelengkap, pelengkap ketika dimintai pendapat baru digunakan dewan syuro. Secara administratif juga tidak ada lagi,” jelas Lukman.
Pada masa lalu, dewan syuro PKB dilibatkan dalam pembuatan keputusan-keputusan penting, termasuk pemilihan beberapa anggota partai di posisi-posisi yang kunci.
“Kalau dulu PKB setiap keputusan-keputusan penting ya itu pasti ditanyain (ke) empat orang, dewan syuro (dan) dewan tanfidz. Tapi semenjak itu nggak lagi. Mandatoris dulu mandatoris adalah dewan syuro. Dewan syuro yang kemudian menyetujui siapa calon-calon dewan tanfidz,” katanya.
Sekarang, posisi dewan syuro dibalik. Penempatan orang-orang di dewan syuro juga menjadi ditunjuk oleh organ partai lainnya.
“Sekarang tidak. Justru kebalikannya. Dewan tanfidz dipilih oleh muktamirin, dewan syuro kemudian ditunjuk oleh apa, diminta persetujuan muktamirin, jadi dibalik,” lanjut Lukman.
Menurut Lukman, hal itu lah yang menyebabkan memburuknya hubungan antara PKB dan PBNU.
“Dan bagi saya itu yang menyebabkan terjadi hubungan yang memburuk antara PKB dan PBNU karena peran ulama, peran dewan syuro, yang itu direpresentasikan di PBNU itu memang secara sistematis dikurangi, dihilangkan,” ucapnya.*