Dari mana narkobanya?
Dari luar. Jadi memang hari ini kan produsen narkoba terbesar itu kan Afganistan. Dia sebarkan seluruh dunia ini, seluruh negara. Dan memang bisnis ini—saya juga heran—kok bisa uangnya itu ratusan triliun berputar di situ. Itu luar biasa. Dan mereka pasti di-back up oleh oknum-oknum. Kalau nggak, nggak mungkin. Jadi saya sering bilang kalau rapat di Komisi III sama BNN (Badan Narkotika Nasional), saya bilang bandar itu mendekati aparat supaya mereka aman menjalankan bisnisnya. Sementara, kalau BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) mereka menembaki aparat, supaya mereka tidak ditembak. Kan teroris itu nembak, dia (BNPT) nembak.
Kalau narkoba didekatinya kalian. Kalau teroris ditembakinya kalian. Kalau teroris itu berusaha untuk menembaki kalian. Makanya kadang-kadang kalian tembak dia. Kami tanya kenapa kalian tembak? Daripada kami ditembak, walaupun posisinya nggak pegang senjata. Tapi intinya saya bilang bahwa kalian pasti nembak karena takut ditembak. Sementara bandar narkoba nggak menembak kalian, tapi mendekati kalian. Dia bawa sejumlah uang. Kalau teroris bawa senjata dan peluru. Kalau dia (bandar) bawa uang, bawa koper. Dia mencoba merayu oknum-oknum, semua yang dianggap bisa mengamankan bisnisnya.
Bagaimana dengan pengungsi Rohingya di Aceh?
Karena pemerintah nggak tegas sikapnya. Seharusnya pemerintah itu mengevaluasi peraturan yang terkait dengan orang asing ini. Karena itu kan menimbulkan masalah sosial di sana. Pemerintah itu nggak tegas. UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) juga sepertinya nggak peduli. Itu kan rasa kemanusiaan aja yang menyebabkan mereka itu masih bisa tinggal di sana. Meskipun sebenarnya mereka ada yang lari. Apakah ke Medan atau ke mana. Siapa yang melarikan juga kita nggak tahu. Jadi memang itu akan menimbulkan masalah.
Memang aparat di sana juga bingung. Karena peraturannya itu nggak ada celah untuk mereka mengusir misalnya atau menahan jangan masuk. Nah itu nggak ada aturan. Jadi masing-masing aparat, imigrasi, kepolisian, Bakamla (Badan Keamanan Laut), dan lain sebagainya itu mereka tidak bersinergi. Jadi menurut saya memang ya itu kalau dibiarin, khawatir mereka berdatangan lagi. Berdatangan karena warga Aceh kemanusiaannya tinggi, karena agama yang mereka anut, akhirnya mereka masuk ke Aceh.
Pemerintah harus bagaimana menurut Anda?
Jadi sebenarnya yang perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia itu menekan Myanmar. Ini yang nggak bisa kita lakukan, menekan Myanmar untuk menerima kewarganegaraan mereka. Itu saja kuncinya. Di situ sebenarnya. Itu aja masalahnya. Itu akar masalahnya. Selama itu nggak bisa kita selesaikan, ya mereka akan datang ke mana saja. Mereka akan singgah ke mana saja. Karena mereka juga nggak tahu mau ke mana, karena mereka nggak tahu mau ke mana. Mereka nggak punya kewarganegaraan.
Akhirnya apa yang terjadi? Bisa jadi misalnya tindak pidana perdagangan orang. Bisa juga penyelundupan manusia, people smuggling. Apakah mereka diselundupkan? Mereka datang misalnya dari sana tempat pengungsian, masuk ke Aceh lalu diselundupkan ke negara lain. Atau mereka diperdagangkan? Kalau diperdagangkan mereka korban. Kalau penyeludupan, ya mereka ikut sama-sama pelaku juga.
Sebab mereka juga ketika mereka mengarungi laut itu kan saweran itu beli minyaknya. Sewa kapal macam-macam begitu. Karena mereka kan sebagai pengungsi dapat uang tiap bulan dari UNHCR, dari IOM (International Organization for Migration) lagi macam-macam. Jadi uang itu mereka gunakan untuk keluar dari tempat pengungsian dan risikonya yang hidup atau mati. Ada juga yang kemarin kapalnya terbaik, sehingga ada yang tewas beberapa orang di laut. Tenggelam, nggak bisa ditolong. Tewas, mengapung mayatnya, jenazahnya.
Jadi sampai hari ini pemerintah memang tidak punya sikap yang tegas. Itu aja. Ini masalah global juga, bukan cuma masalah Indonesia. Dipilih aja (bangun tempat pengungsian) di mana aja. Apakah di Pulau Kalimantan untuk sementara, ya kan? Dikasih tempat penampungan. Di Pulau Kalimantan kan luas itu, belum banyak orang. Atau di Papua di sana. Masih banyak tuh tanah-tanah yang kosong.
Kasih kewarganegaraan sementara. Kalau kita (lazimnya) kan izin tinggal sementara. Ini kewarganegaraan sementara, enam bulan. Tapi memang ini ide konyol sebenarnya. Konyol karena kalau dia jadi warganegara, hak-hak warganegara harus dipenuhi, itu kan masalahnya. Jadi memang masih dilema. Kuncinya tadi itu, menekan Myanmar untuk menerima kewarganegaraan mereka. Itu aja udah, selesai masalahnya.* (Bayu Muhammad/Chairul Akhmad)
Baca juga: Nasir Djamil: Ia yang Hampir Kalah