12 months ago
9 mins read

Nasir Djamil: Jurnalis yang Berubah Haluan

Politikus PKS, Nasir Djamil. (Foto: Totalpolitik.com)

Sekarang Anda di komisi berapa?

Masih di Komisi III. Sekali-kali saya dipindahkan karena ada tugas, Komisi II misalnya. Atau pernah Komisi VIII, karena ada tugas yang harus diselesaikan di situ. Sehingga saya diminta bantu untuk membantu teman-teman komisi tersebut. Istilahnya kan BKO (Bantuan Kendali Operasi). Di-BKO-kan ke komisi lain gitu. Ya, saya cocok di Komisi III karena di situ banyak ilmu. Banyak ilmu, kemudian itu juga terkait dengan nasib penegakan hukum di negeri ini. Meskipun ya tentu tidak bisa maksimal, karena PKS kan hanya empat orang di dalam itu. Kecuali PKS 20 orang di dalam, nah itu baru keren. Di kita empat orang, kita hanya bisa mengingatkan saja mitra kerja kita untuk on the track.

Apa yang paling banyak dilakukan atau yang belum tercapai?

Sebenarnya kan banyak hal, terutama aspek regulasi. Kalau pengawasan itu kan soal kebijakan. Kalau keuangan kan ada BPK (Badan Pengawasan Keuangan). Jadi BPK itu mengaudit keuangan kementerian/lembaga. Nanti hasilnya bisa WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), bisa yang lain-lainnya kan. Bisa disclaimer macam-macam gitu. Jadi memang regulasi harus benar-benar jangan diintervensi dengan kompromi. Kita kalau ingin membuat regulasi tentang aparat penegak hukum ini, jangan banyak kompromi. Harus on the track. Sehingga lurus penegakan hukum.

Jadi kalau banyak kompromi nanti ada seperti pasal-pasal karet yang membuat masyarakat jadi susah. Namanya juga karet, bisa diketatin, bisa dilonggarin. Sama siapa dia ketatin, sama siapa dia longgarin. Jadi kerja rumah yang belum selesai itu adalah membuat regulasi berkualitas. Tapi ini kan kerjanya collective collegial. DPR ini kan collective collegial. Jadi memang tidak bisa sendiri. Butuh orang lain. Nah kalau orang lain nggak sama pikiran dengan kita repot juga. Makanya regulasi ini menurut saya harus diperbaiki.

Bukan hanya soal kuantitas yang ada dalam prolegnas (program legislasi nasional), tapi juga kualitas regulasi itu yang harus diperbaiki. Terutama regulasi yang mengatur institusi penegak hukum atau institusi yang beririsan dengan penegakan hukum, kalau kita ingin hukum di negeri ini sehat. Kalau nggak, ya dia kadang setengah sakit. Bahkan sakit-sakitan. Jadi kalau regulasinya berkualitas, maka itu akan besar peluang untuk hadirnya penegakan hukum yang sehat. Kalau nggak, penegakan hukum itu nggak sehat.

Inilah yang sekarang kita lihat, kasus Pegi, Vina, Afif Maulana, beritanya simpang-siur. Kemarin bilang nggak ada, lalu ada, CCTV-nya nggak terekam. Lalu dia jatuh dari jembatan. Dibilang kalau jatuh pasti remuk dia. Itu yang membuat masyarakat mengalami ketidakpercayaan. Di satu sisi Kapolri (Kepala Polisi Republik Indonesia) itu luar biasa keinginannya untuk menghadirkan polisi yang dipercaya oleh masyarakat. Berbagai macam cara dia lakukan. Tapi pengawasan dan pembinaan ini yang nggak bisa dijaga dengan baik. Ini masalah sebenarnya.

Makanya saya pernah usulkan waktu itu, Kapolrinya kalau nggak salah Bambang Hendarso. Saya bilang Pak Kapolri, kalau ada polisi yang tidak qualified lagi, udah pensiunkan dini dia. Jangan dipertahankan saya bilang. Jadi dievaluasi, misalnya tiga bulan sekali. Mana polisi yang tidak memenuhi kualifikasi lagi, udah dipensiunkan secara dini. Masih banyak kok di luar yang mengantre, yang mau masuk. Dikeluarkan saja, apalagi yang terlibat narkoba, mengonsumsi narkoba, judi, macam-macam. Itu yang sudah tidak memenuhi kualifikasi lagi keluarkan terus. Nggak usah pakai ewuh pakewuh segala macam. Karena di luar masih banyak yang antre. Sebab, kalau dia dibiarkan begitu, khawatir akan merusak yang lain.

Kalau di Aceh permasalahan apa yang sering dikeluhkan?

Ini masalah mendasar juga, soal akses masyarakat terhadap informasi. Akses masyarakat terhadap keuangan daerah. Karena kan masalah kemiskinan, masalah lapangan pekerjaan di Aceh itu kan masih menjadi pekerjaan rumah yang belum selesai. Akibatnya apa? Peredaraan gelap narkoba juga cukup besar di sana. Ganja memang tidak begitu menjadi primadona lagi. Yang sekarang itu kan yang primadona sabu-sabu. Dari narkoba jadi sabu itu. Jadi peredaran gelap narkoba di Aceh itu sudah tingkat darurat. Salah satu penyebabnya karena minimnya lapangan pekerjaan.

Jadi ini juga memancing orang untuk ikut bertransaksi. Orang yang nggak punya pekerjaan kemudian diajak untuk mengonsumsi itu supaya dia tenang. Kan orang nggak punya kerja susah ya. Lalu di-provoke kalau kau konsumsi ini kau tenang. Dia konsumsi kan, dia nggak ngerti juga itu. Lama-lama dia konsumsi lalu untuk membayar itu kan dia butuh uang. Dan dia disuruh jadi pengedar. Kan begitu modusnya. Jadi aspirasi yang di Aceh itu soal lapangan pekerjaan. Soal bagaimana mengatasi kemiskinan, bagaimana mencegah perederan gelap narkoba. Bukan hanya soal mencegah tapi juga menekan.

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Mardani: Indonesia Masuk BRICS dan OECD Jangan Dipertentangkan

JAKARTA – Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Dewan

Mardani Angkat Suara soal Kontroversi ‘Joint Statement’ Indonesia-RRT

JAKARTA – Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Dewan
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88
situs totositus totositus totojakartaslot88