4 months ago
11 mins read

Puteri Komarudin: Konsistensi Sang Wakil Rakyat

Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar, Puteri Anetta Komarudin. (Foto: Totalpolitik.com)

Apa tantangan terbesar yang kamu hadapi saat pertama kali terjun ke dapil?

Tantangannya itu sebenarnya karena padat penduduk ya. Jadi kalau kayak dapil-dapil yang lain, misalnya Sumsel 11 kabupaten/kota, itu kan penduduknya sedikit, jauh-jauh. Jadi pasti tenaga yang lebih ini (terkuras). Kalau misalnya di aku, karena padat penduduk, ketika kita datang ke desa-desa, permasalahannya juga kompleks banget. Saking padatnya itu. Mulai dari masalah infrastruktur, masalah ‘banke-banke’ tadi, masalah air, sanitasi, juga masalah sekolah.

Dan buat kita yang sudah jadi Anggota DPR, kadang menerangkan bahwa ‘oh itu bukan di komisi kita, tapi nanti akan kita komunikasikan ke mereka.’ Warga itu sebenarnya nggak mau tahu. Mikirnya, kalau udah di DPR, mestinya lu bisa bantu kita di semua lini. Padahal, kita kan terbatas komunikasi ke mitra-mitra di Komisi XI aja. Kalau yang misalnya untuk PUPR gitu, soal infrastruktur atau misalnya waktu itu ada permasalahan soal yang zonasi, (urusannya) Komisi X, menimbulkan polemik kan.

Jadi sekalian kita memberikan edukasi politik ke masyarakat kalau DPR itu terbagi dalam 11 komisi. Ada badan-badan juga, badan anggaran, badan legislasi, dan lain-lain. Jadi, kalau kita nggak di situ, ya kita nggak ikut pembahasannya.

Jadi, apapun yang kalian utarakan kepada kita akan kita tampung, nanti kita sampaikan ke teman-teman yang bertugas di situ. Saya nggak mungkin pura-pura tahu dong. Walaupun kalau di paripurna itu, kan memang kita menyetujui. Tapi kan tetap perlu harus tahu teknis pembahasannya seperti apa, sedalam apa?

Bagaimana perasaanmu saat berhasil jadi Anggota DPR dalam usia yang sangat muda?

Perasaan pertama sih pasti tanggung jawab ya. Ingat tanggung jawab aja gitu. Karena kan politisi muda ini sering dianggap sebelah mata. Terus aku juga perempuan. Jadi ya double ya, double minoritas. Di DPR itu untuk periode yang ini, aku lupa itungannya, tapi periode yang sekarang ini cuma 16 persen anak usia di bawah 40 tahun dari 575 anggota. Perempuannya itu cuma 20 persen, minoritas dong. Kuota 30 persen (untuk perempuan) belum tercapai.

Dan karena memang usia kita muda ,pasti pengalaman jauhlah dibanding yang sudah di sini lima periode, bahkan  delapan periode. Ada tuh di sini jagoan-jagoan, senior-senior. Mereka itu seperti ensiklopedia hidup yang semestinya harus kita bukukan pemikirannya. Supaya apa? Supaya generasi yang muda ini nggak kehilangan knowledge yang mereka sudah dapatkan selama 40 tahun berkiprah di politik Indonesia.

Susah kan untuk mengejar apa yang mereka ketahui. Karena yang namanya DPR ini nggak ada SOP-nya. Dunia politik nggak ada SOP-nya, nggak ada juklak, juknisnya. Jadi kadang kita pakai intuisi dan based on experience. Dan kebaikan mentor-mentor kita ini yang mau mengingatkan ketika kita keluar jalur dari apa yang seharusnya.

Apa tips and tricks buat politisi muda? Apalagi dirimu bisa terpilih lagi di tengah-tengah banyak Anggota DPR yang berguguran?

Kalau tips dari aku sih cuma satu sih, konsistensi. Aku itu nggak pernah nggak ke dapil. Karena sejak dilantik 2019, Covid 2020, itu memang pembatasan aktivitas waktu itu. Nggak boleh pertemuan. Tapi aku di situ banyak bikin webinar. Terus tetap menyapa masyarakat. Terus waktu itu masih boleh ketemu 10 orang, ya kan.

Jadi itu nggak apa-apa. Aku tetap ke sana, 10 orang kita temuin. Yang penting aku masih dengar suara langsung dari mereka. Karena aku yakin, orang-orang itu pengen ditemuin juga, di-wongke. Mereka juga butuh untuk kita sapa. Apalagi, mereka sudah memercayai kita dengan menitipkan suara mereka.

Jadi selama lima tahun, sampai tahun ini, aku secara konsisten selalu kembali ke dapil. Walaupun tiga kabupaten itu dibilang deket, tapi jaraknya jauh-jauh juga desa-desanya. Tapi aku selalu menyempatkan diri. Apalagi kalau lagi masa reses. Aku bikin kegiatan dan pertemuan sama masyarakat di sana.

Dan walaupun aku orang Purwakarta, tapi aku nggak pernah fokus ke Purwakarta aja. Karena kan Purwakarta ini lebih mudah, karena populasi lebih sedikit. Mereka sekarang 700.000 jiwa, Karawang itu kan 1,8 juta, dan Bekasi 2,1 penduduk. Itu aja udah banyak banget.

Jadi, pembagian waktunya itu memang harus tepat. Dan kitanya juga harus rajin. Alhamdulilah aku sehat, itu satu sebenarnya, punya tenaga gitu buat keliling. Sampai aku lagi hamil besar, selama 40 minggu itu aku masih keliling ke desa-desa. Sehari sebelum melahirkan saja aku masih ada di situ. Dan punya keluarga yang mendukung. Karena ternyata buat jadi politisi yang muda, yang dalam usia kita ini kan masih mengarungi kehidupan kita yang personal juga. Ya nikah, punya anak.

Dukungan dari suami terutama dan keluarga itu penting banget. Banyak perempuan yang akhirnya gagal karena dia nggak punya support dari keluarganya. Terus akhirnya jadi ada masalah di pernikahannya, dan lain-lain. Dan itu sebenarnya sayang, karena mereka-mereka ini yang punya masalah itu sebenarnya kemampuannya bagus banget dan sangat dibutuhkan di dunia perpolitikan kita. Tapi ketika sudah menyangkut keluarga, kan susah ya.

Apa pesanmu terhadap para politisi muda?

Pesannya sih banyak-banyak sabar dan belajar. Karena anak muda itu biasanya egonya ngerasa paling tahu. Kita tuh baca dikit terus langsung ‘gue master di dunia ini.’ Begitu ketemu sama orang yang senior di sini, malu sendiri. Sebenarnya kita banyak nggak tahunya. Percaya deh. Ternyata, ‘oh gue nggak tahu apa-apa’.

Karier di politik itu kan lama ya. Jaranglah ngelihat orang yang ada di DPR, misalnya periode pertama langsung jadi pimpinan komisi. Itu jarang. Jadi orang itu kadang berpikir, karena sekarang kita di era di mana akselerasi karier itu banyak terjadi, terutama di industri startup dan usaha ya. Jadi teman-teman kita di startup, umur 20 jadi founder ini, jadi director of whatever gitu. Sementara kalau di dunia politik ini ya nggak bisa. Apalagi di dunia yang aku gelutin ini.

Aku memutuskan untuk mengabdi di Golkar, partai paling senior. Yang kader seniornya paling banyak, yang selalu kalau teman-teman partai lain bilang ‘ini sekolah politik’. Jadi kalau lu mau sekolah, ya di Golkar aja gitu.’ Karena berbagai ilmu ada di sini. Nah, aku baru paham omongan mereka.

Kalau orang merasa udah hebat di luar, begitu masuk Golkar, lost. Lost in translation. Karena suhu-suhunya, kemampuannya udah di luar nalarlah gitu. Dan itu yang kita sering nggak punya. Anak-anak muda itu sering nggak punya kesabaran. Itu aja, sabar dan tetap mau belajar.* (Bayu Muhammad/Chairul Akhmad)

Baca juga:

Puteri Komarudin: Lakon Politikus Muda

Puteri Komarudin: Literasi Keuangan Kaum Emak

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Solusi RK-Suswono Atasi Banjir di Jakarta

JAKARTA – Calon Wakil Gubernur (Wagub) Gubernur Daerah Khusus Jakarta

Dilema Partai Politik Pasca Reformasi

JAKARTA – Partai politik merupakan pilar demokrasi, adalah salah satu