4 months ago
8 mins read

Puteri Komarudin: Lakon Politikus Muda

Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar, Puteri Anetta Komarudin. (Foto: Totalpolitik.com)

Bagaimana dengan progress implementasi UU PPSK tersebut hingga tahun berjalan ini?

Sudah jalan sih sebenarnya. Sudah 90-an persenlah. Karena cepat kan. Jadi, apa yang kita tuangkan di situ sebenarnya yang seharusnya sudah kita buat dari 2020. Ya, ini memang kekurangannya regulator. Karena kita selalu beberapa step di belakang industri dalam hal inovasi dan kecepatan. Tapi dengan undang-undang ini akhirnya kita belajar juga, bahwa kalau sembilan fraksi di DPR itu mau bekerja sama dengan pemerintah, akhirnya kerja samanya efektif, kita bisa langsung bikin undang-undang sebesar ini.

Ini Omnibus, banyak banget pasal-pasal dan undang-undang lain di dalamnya. Jadi, kita berharap ini bisa jadi contohlah buat kolaborasi di pemerintah yang akan datang. Mau ada berapa oposisi pun, ketika ini undang-undangnya buat kepentingan masyarakat, ya tetap harus kita perjuangkan.

Bagaimana UU PPSK bisa mengakomodasi atau mencari titik keseimbangan antara inovasi keuangan digital dengan pengembangan UMKM ?

Waktu kita bikin UU PPSK ini, karena prosesnya juga lumayan lama, jadi dari kita mulai diskusi awal. Baru mau bikin draf awal sama pemerintah, itu aja dari 2021. Jadi sampai 2023 sebenarnya prosesnya panjang.

Dan kita sudah mengadakan berpuluh-puluh rapat dengar pendapat umum, dengan industri, Kadin, HIPMI, dan asosiasi fintech. Dan juga tentu dengan BI dan OJK. Hal ini untuk memastikan bahwa permasalahan yang dikemukakan oleh industri itu dipahami dan juga bisa kita tuangkan di dalam regulasi ini.

Dan karena undang-undang itu tidak boleh mengikat secara teknis, jadi kita pasti mengatur sanksinya. Misalnya, kerangkanya seperti apa? Tapi untuk hal-hal yang bersifat teknis, kita selalu turunkan ke Peraturan OJK atau Peraturan BI. Sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh mereka dalam hal pengawasan atau regulasinya. Supaya nanti kita tidak terlalu mengikat di undang-undang dan malah merugikan industri atau pengawasnya di kemudian hari.

Kalau dibaca Undang-Undang PPSK dibaca secara utuh, banyak (peraturan pelaksananya) nanti diturunkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Peraturan OJK, dan BI, dengan konsultasi Komisi XI. Jadi, kita juga tetap harus diinformasikan supaya kalau ada permasalahan dari masyarakat lagi, nanti akan bisa ikut untuk menyelesaikannya di situ, Jadi, kalau dibilang dulu Komisi XI itu dikit yang mau, ya karena complicated dan serius.

Dan apa ya, orang selalu bilang, kan industri keuangan itu lebih laki-laki. Lebih dominan maskulinitasnya. Padahal sebenarnya, kalau kita lihat, korban dari seluruh arisan bodong, Bank Emok dan kawan-kawan itu emak-emak. Karena ketidaktahuan kaum perempuan ini terkait dengan dunia keuangan.

Makanya, kalau dibilang komisi yang sebenarnya pantasnya buat laki-laki, saya nggak setuju. Walaupun memang, karena jumlah perempuan di DPR juga masih sedikit, jadi di Komisi XI pun kita hanya bersepuluh yang perempuan.

Tapi untungnya, karena ini komisi yang sangat segmented, karena tentang dunia keuangan, jadi saya sebagai junior itu bisa belajar sama orang-orang yang dulunya pernah jadi direksi di bank pemerintah. Top level-lah, sudah punya perusahaan di industri jasa keuangan, akuntan, atau pun konsultan pajak. Jadi mereka punya latar belakang yang memang mumpuni buat ditempatkan di Komisi XI.

Selanjutya: Puteri Komarudin: Literasi Keuangan Kaum Emak

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Solusi RK-Suswono Atasi Banjir di Jakarta

JAKARTA – Calon Wakil Gubernur (Wagub) Gubernur Daerah Khusus Jakarta

Dilema Partai Politik Pasca Reformasi

JAKARTA – Partai politik merupakan pilar demokrasi, adalah salah satu