JAKARTA -Pewajiban sertifikasi halal bagi seluruh produk di Indonesia merupakan langkah yang menimbulkan perdebatan. Di satu sisi, regulasi ini bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi konsumen muslim dan memastikan bahwa produk yang mereka konsumsi sesuai dengan standar agama. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa regulasi ini akan menjadi beban bagi pelaku usaha, terutama bagi usaha kecil dan menengah (UKM), dan berpotensi menghambat daya saing produk Indonesia di pasar internasional.
Regulasi ini dapat menjadi tantangan besar bagi UKM yang mungkin belum siap menghadapi biaya tambahan dan prosedur yang lebih kompleks. Tanpa infrastruktur dan dukungan yang memadai, pewajiban ini dapat menghambat daya saing produk Indonesia di pasar global. Oleh karena itu, perlu adanya upaya komprehensif untuk mendukung UKM dalam memenuhi persyaratan sertifikasi halal, seperti pemberian bantuan keuangan atau subsidi, program pendidikan dan pelatihan, serta peningkatan infrastruktur dan dukungan logistik.
Mengubah regulasi ini menjadi kebijakan bersifat voluntary bisa menjadi solusi yang lebih tepat. Dengan kebijakan yang bersifat sukarela, pelaku usaha dapat menyesuaikan diri dengan persyaratan halal tanpa beban tambahan yang mungkin tidak mampu mereka tanggung. Ini memberikan fleksibilitas bagi UKM untuk bertumbuh dan bersaing tanpa hambatan birokrasi yang berat.
Selain itu, kampanye konsumen yang bertujuan untuk memantik demand driven bagi produk halal dapat menjadi insentif bagi produsen. Edukasi masyarakat tentang manfaat dan pentingnya produk halal dapat meningkatkan kesadaran dan permintaan konsumen. Dengan meningkatnya permintaan, produsen akan melihat sertifikasi halal sebagai peluang untuk meningkatkan daya saing produk mereka.
Peningkatan kapasitas produsen melalui pelatihan dan dukungan teknis juga penting. Program pelatihan yang komprehensif dapat membantu produsen memahami proses sertifikasi halal dan cara memenuhinya. Ini menciptakan siklus positif di mana peningkatan permintaan mendorong produsen untuk memenuhi standar halal tanpa perlu paksaan, dan pada akhirnya meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.
Dampak Terhadap Sektor Pariwisata
Pengaruh Positif:
Menarik Wisatawan Muslim: Penerapan sertifikasi halal dapat menjadikan Indonesia lebih menarik bagi wisatawan muslim, yang mencari destinasi dengan fasilitas dan produk halal.
Kepercayaan dan Kepuasan Wisatawan: Wisatawan muslim dapat merasa lebih nyaman dan percaya diri dalam mengonsumsi produk dan layanan di destinasi wisata yang sudah terjamin kehalalannya.
Pengaruh Negatif:
Beban Tambahan bagi Pelaku Usaha Pariwisata: Pelaku usaha pariwisata, terutama UKM, mungkin menghadapi beban tambahan dalam mendapatkan sertifikasi halal, yang bisa mengurangi keuntungan mereka.
Pengurangan Daya Saing Global: Jika biaya dan prosedur sertifikasi terlalu berat, bisa menghambat daya saing Indonesia di pasar pariwisata global, terutama jika negara lain tidak menerapkan kebijakan serupa.
Dengan kombinasi kebijakan yang bersifat voluntary, kampanye konsumen yang efektif, dan peningkatan kapasitas produsen, Indonesia dapat membangun ekosistem produk halal yang berkelanjutan dan kompetitif, baik di pasar domestik maupun internasional. Pendekatan ini tidak hanya melindungi konsumen muslim tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, serta memajukan sektor pariwisata dengan cara yang seimbang dan berkelanjutan.
Fadjar Hutomo, Staf Ahli Menparekraf bidang Manajemen Krisis, Mahasiswa Program S3 Sekolah Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia.
Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak terkait dengan instansi dan institusi tempat penulis bekerja dan belajar.
