JAKARTA – Pada tanggal 20 Januari 2025 Donald Trump dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat ke-47 di Gedung Putih. Setelah diambil sumpah jabatannya sebagai Presiden Amerika Serikat ke-47, Presiden Donald Trump kemudian berpidato tentang rencana kebijakannya sebagai Presiden Amerika Serikat untuk memperbaiki ekonomi Amerika Serikat ke depannya dan rencana kebijakan geopolitiknya.
Bahkan Trump sangat tegas untuk menegaskan komitmennya pada narasi kebangsaan AS yang berlandaskan kepada manifest destiny, American exceptionalism, dan American Dream. Ia berjanji masa keemasan AS akan lahir di bawah kepemimpinannya. Pidato itu disaksikan oleh seluruh dunia, sebab kebijakan Donald Trump nantinya akan mengubah konstelasi geopolitik dan ekonomi dunia.
Donald Trump dalam pidatonya menyerukan sebuah “revolusi akal sehat” (a revolution of common sense) melawan kaum woke/political correctness. Trump mengutuk kerusakan Amerika Serikat oleh berbagai rekaya sosial (social engineering) kaum “woke” atau dulunya kita sebut political correctness atau di Indonesia kita kenal sebagai SJW, kelompok-kelompok yang banyak memperjuangkan hak asasi kaum LGBT, isu gender, dan lingkungan.
Ia ingin AS kembali ke jatinya dirinya yang asli dan tidak dirusak secara moral serta akal sehat oleh kaum woke. Trump dengan tegas menyatakan bahwa gender cuma ada 2: laki-laki dan perempuan, hal ini disambut riuh tepuk tangan sangat meriah. Riuh tepuk tangan sangat meriah itu menunjukkan bahwa selama ini militer dan politisi AS sangat terganggu dengan kampanye ideologi pro-LGBT kaum woke, namun mereka tidak berani bersuara karena takut dihujat di media ataupun distop uang kampanyenya oleh donor mereka yang kebanyakan berideologi woke. Trump menyerukan nilai-nilai keluarga (family values).
Trump menganggap AS rusak secara moral dan akal sehat, akibat banyak kebijakan dan kampanye kaum woke, yang memaksakan kehendaknya kepada orang-orang yang tidak sepaham. Seperti di beberapa sekolah di AS, sejak SD anak-anak sudah mulai diajarkan untuk mempertanyakan gender dan orientasi seksualnya sendiri dan kampanye ideologi ini sudah mulai masuk ke budaya seperti kartun, film, bahkan game. Trump menyatakan militer AS akan difokuskan untuk melaksanakan misinya dan dikecualikan dari eksperimen sosial-politik aneh-aneh terutama dari kaum woke.
Bahkan ia menyatakan akan membuat Amerika berjaya kembali (Make America Great Again) dan juga menyatakan ia akan memprioritaskan Amerika Serikat di atas segala-galanya (America First) dalam kebijakan hubungan internasionalnya, ia akan menghentikan banyak bantuan AS ke negara-negara lain, memperkuat perbatasan dan menghentikan imigrasi illegal, memerangi kriminalitas, dan menyatakan akan menandatangi kepres yang menyatakan para kartel narkoba sebagai organisasi teroris internasional.
Suatu langkah yang sangat berani dan tegas. Trump menyatakan bahwa Tuhan menyelamatkannya dalam upaya pembunuhan karena suatu sebab (for a reason), ia berkali-kali menyebut Tuhan dalam pidatonya dan secara tidak langsung Trump menyatakan AS akan berjaya kembali di bawah bimbingan Tuhan. Trump berkata dalam pidato pelantikannya, “I was saved by God make America Great Again” (Aku diselamatkan oleh Tuhan untuk membuat Amerika Serikat berjaya kembali).”
Dalam bidang ekonomi Trump berjanji akan membuat Amerika Serikat sebagai economic powerhouse, mengembalikan kejayaan Amerika Serikat di bidang ekonomi. Membuat Amerika Serikat tidak lagi diremehkan negara lain. Ia pun berjanji membuat Amerika Serikat diirikan oleh semua bangsa seperti dulu, juga menjadikan AS menjadi pusat industri manufaktur seperti sedia kala sebelum dilampaui oleh Tiongkok.
Trump mengecam kaum woke yang membuat Gunung McKinley di Alaska diubah namanya jadi Denali, menurut Trump ini bentuk pelecehan terhadap warisan Presiden William McKinley yang menurut Trump merupakan Presiden AS yang membuat AS menjadi bangsa yang kaya raya dan membangun Terusan Panama. Ia mengecam Panama yang tidak tahu terima kasih, karena AS membiarkan Panama menasionalisasi Terusan Panama pada 1999, namun kini diberikan hak pengelolaannya kepada Tiongkok.
Trump menyatakan 30,000 pekerja AS mati untuk membangun kanal itu, kita memberikannya untuk Panama dan bukan untuk Tiongkok. Trump pun berjanji untuk menurunkan harga sembako dan membuat kebutuhan sehari-hari tersedia di AS dengan harga terjangkau, serta menurunkan inflasi. Menurut saya ini mengherankan, sejauh saya mengamati politik AS, untuk pertama kalinya harga sembako menjadi isu nasional dan janji pilpres.
Di Indonesia dan negara berkembang hal ini sudah biasa, namun untuk AS yang negara superpower ini hal tidak wajar. Kita bisa melihat betapa parahnya ekonomi AS zaman Presiden Joe Biden. Trump berjanji akan memotong pajak dan menaikkan tarif, menurutnya negara harus berhenti mencari uang dari rakyatnya sendiri dan biarlah negara lain yang memperkaya AS.
Trump juga menyatakan bahwa ia keluar dari Perjanjian Paris dan menyatakan AS merupakan negara dengan cadangan migas terbanyak di dunia, serta AS akan mulai menggali kembali cadang migasnya. Selama ini banyak cadangan migas AS tidak digali karena pertimbangan lingkungan dan menghemat cadangan energi, namun Trump berpandangan lain dan menyatakan sudah saatnya menggali kembali dan mengekspor cadangan energinya agar AS tidak bergantung pada migas impor dan mendapatkan uang besar dari ekspor migas seperti dulu.
Juga ia berjanji akan menyelamatkan industri otomotif dalam negeri AS yang selama ini terancam akibat impor kendaraan dari luar negeri, ia akan mencabut kebijakan kewajiban untuk menggunakan mobil listrik dan ia pun memuji banyak buruh industri otomotif yang memilihnya di pilpres.
Dari sini kita melihat kebijakan ekonomi AS akan mengarah kepada proteksionisme dan ia akan mengenakan tarif tinggi untuk produk asing yang masuk ke AS. Juga Trump secara langsung memerangi agenda kaum woke yang condong pada environmentalisme, Trump secara tidak langsung beranggapan kebijakan ekonomi ramah lingkungan memberatkan daya saing industri AS.
Trump memiliki mimpi ia tegaskan dalam pidatonya agar ia dikenal sebagai peacemaker and unifier (juru damai dan pemersatu). Rupaya Trump juga ingin AS membangun kembali militernya dan membuat militer AS semakin perkasa. Trump dalam pidatonya mengingatkan rakyatnya bahwa AS menang dalam dua perang dunia dan mengalahkan ideologi fasisme dan komunisme.
Kendati demikian Trump ingin kedigdayaan AS bukan lewat invasi militer ke berbagai negara, namun juga mendamaikan bangsa-bangsa yang berperang dan menghentikan konflik antarnegara di dunia. Menurut Trump dengan begitu dunia akan menjadi lebih baik. Kemudian AS bisa memfokuskan sumber dayanya untuk mensejahterakan warganya.
Perubahan demografi pemilih Donald Trump
Donald Trump terpilih kembali sebagai Presiden Amerika Serikat tentunya sangat menarik dan dramatis dalam sejarah perpolitikan di Amerika Serikat, sebab budaya Amerika Serikat sangat memegang filosofi “harus jadi nomor 1 & tidak boleh menjadi pecundang.” Itu sebabnya jarang presiden petahana yang kalah di pilpres kemudian maju lagi.
Sebab budaya AS sangat memandang rendah pecundang. Ini sebabnya dalam ratusan tahun sejarah demokrasi di AS, tidak ada petahana yang coba-coba maju kembali setelah kalah. Sudah 9 Presiden AS yang kalah ketika maju periode kedua, terakhir adalah George H.W. Bush atau sering disebut “Bush Senior” yang merupakan bapak dari Presiden George W. Bush, Jr.
Namun hal ini tidak berlaku bagi Donald Trump, ia menantang tradisi politik yang selama ini berlaku di Amerika Serikat dan yang mengesankannya ia juga menjadi orang pertama satu-satunya yang maju kembali setelah kalah dan kemudian menang, ia adalah orang pertama dalam sejarah politik Amerika Serikat yang mematahkan kutukan itu.
Selain itu, Donald Trump ketika berusaha maju, ia menjadi capres yang paling banyak dijegal dalam sejarah Amerika Serikat, bagaimana tidak? Ia dituding macam-macam mulai dari konspirasi bekerjasama dengan intelijen Rusia, dituding menghalangi penegakkan hukum, dipanggil oleh pengadilan untuk tuduhan-tuduhan yang pada akhirnya tidak terbukti, bahkan yang paling dramatis ada upaya pembunuhan terhadapnya ketika ia berkampanye untuk maju kembali sebagai Presiden AS. Upaya pembunuhan terhadap Trump melambungkan namanya, elektabilitasnya naik drastis.
Upaya pembunuhan terhadap Trump malahan mengubah citra Donald Trump yang tadinya semata dianggap presiden populis kanan, konservatif, dan rasis kemudian dianggap sebagai “presidennya kaum tak bersuara.” Ia tampil sebagai figur populis yang menantang dominasi elite dan oligarki politik di AS.
Bahkan terjadi perubahan demografis besar di dalam suara Donald Trump yang jauh berbeda dengan Pilpres AS 2016. Dulu Donald Trump kalah telak di kalangan pemilih Afrika-Amerika, Hispanik, Muslim, kini Donald Trump malahan menang telak di komunitas-komunitas tersebut dan mereka jadi pendukung fanatiknya di pilpres.
Kendati demikian Trump pun masih mempertahankan suaranya di kalangan kelas pekerja dan buruh kulit putih dan petani di Amerika Serikat, kalangan ini seringkali disebut “redneck.” Bahkan Trump masih unggul jauh di kalangan kaum Evangelis dan Kristen konservatif AS.
Tentunya hal ini menggelitik kita semua dan membuat kita bertanya-tanya, bagaimana sosok Trump yang kelihatannya gak begitu religius-religius amat bisa menang di kalangan religius di AS? Bagaimana bisa Trump yang semula dibenci oleh kalangan Afrika-Amerika, Hispanik, dan Muslim karena kedekatannya dengan kelompok ultra-konservatif AS yang tadinya membuat golongan minoritas itu dulunya takut terhadap Trump, kini bisa memilih dan cinta dengan Donald Trump?
Bagaimana bisa seorang yang puluhan tahun masuk golongan elite super kaya di AS dan juga seorang artis, bisa menjadi sosok populis yang mewakili kalangan proletar di Amerika Serikat dan dianggap sosok perjuangan kaum tertindas melawan elite? Pertnyataan paradoks Trump sebagai figur borjuis, namun dianggap suara kaum bagi kaum tak bersuara & suara bagi kaum tertindas bukan pernyataan saya saja, saya sebelumnya melihat wawancara filsuf Slavoj Žižek tentang ini.
Donald Trump memang mendunia sebagai figur yang punya “tv show”, The Apprentice (2004 – 2017) dan namanya terukir di Holywood Walk of Fame. Ia terkenal di dunia bukan saja sebagai pengusaha namun juga sebagai figur media dan artis yang pernah beberapa kali jadi kameo di film Holywood seperti Home Alone 2: Lost in New York (1992).
Meski Trump cukup kritis mengkritisi beberapa Presiden AS, namun ia tidak pernah sekalipun menjabat jabatan politik sebelum jadi Presiden AS dan sekalinya ia punya jabatan politik adalah Presiden AS. Ia sendiri pernah coba-coba peruntungan di politik AS dengan masuk Partai Republik, lalu keluar dan masuk ke Partai Demokrat. Kemudian masuk lagi ke Partai Republik menjelang Pilpres 2016.
Namun semua ini tidak ada jejak yang jelas Trump pernah menjadi aktivis yang memperjuangkan isu-isu kaum tertindas dan menyuarakan hal yang selama ini tidak pernah disuarakan. Ketika ia menjadi presiden di periode pertama, banyak janji kampanyenya yang selama ini hanya isapan jempol belaka malahan banyak yang diwujudkan seperti janji kampanye memindahkan Kedubes AS di Israel ke Yerusalem. Tentu ini menarik orang yang selama ini menjadi elite malahan membawa narasi populis dan anti-elite.
Hal ini lantaran selama Trump berkuasa periode pertama (2017 – 2021) ia tidak melakukan invasi militer ke negara mana pun. Juga Timur Tengah relatif lebih stabil ketimbang sekarang. Bahkan tidak terjadi Perang Ukraina. Bahkan ekonomi AS relatif stabil, Trump pun memotong pajak di AS. Ia pun memerangi Tiongkok lewat ekonomi dengan perang dagang. Hal ini yang membuat Muslim AS selama ini tidak memilih Trump berbalik memilih Trump.
Bahkan seorang imam di Michigan, tempat di mana Muslim AS banyak tinggal menyatakan: “I believe God saved him for a reason” (saya percaya Tuhan menyelamatkannya untuk suatu sebab). Menurut imam tersebut bahwa Donald Trump diselamatkan oleh Tuhan agar ia bisa mendamaikan Timur Tengah dan mencegah konflik-konflik di banyak negara. Umat Muslim AS kecewa berat dengan Partai Demokrat dan Presiden Biden, serta wapresnya Kamala Harris yang dianggap mendukung genosida Israel di Gaza. Juga umat Muslim muak dengan kampanye wokeness yang semakin kencang di era Biden dan mereka ingin nilai-nilai keluarga (family values) kembali di AS.
Rupanya kelompok Afrika-Amerika dan Hispanik muak juga dengan ekonomi AS di bawah Biden, juga muak dengan ideologi wokeness/political correctness dan juga sikap rasis kepolisian AS terhadap warga Afrika-Amerika dan Hispanik yang jadi korban kekejaman kepolisian AS. Di AS beberapa kali terjadi bentrokan antara kepolisian dengan komunitas Afrika-Amerika.
Trump bahkan dilantik bertepatan dengan momen Hari Perayaan Martin Luther King Jr (Martin Luther King Day), hari mengenang kiprah perjuangan aktivis hak asasi Afrika-Amerika, Martin Luther King Jr., sebuah hari yang sangat bersejarah untuk komunitas Afrika-Amerika.
Trump mengucapkan terima kasihnya kepada warga Afrika-Amerika dan Hispanik-Amerika yang memilihnya. Bahkan ia pun turut memuji kiprah perjuangan Martin Luther King Jr., dalam memperjuangkan AS yang lebih adil dan setara terlepas dari asal usul suku, ras, agama, jenis kelamin, dan warna kulit.
Donald Trump dianggap suara bagi kaum buruh kulit putih di AS, kaum proletar; sebab selama ini capres AS jarang yang berkampanye menyuarakan suara mereka karena dianggap mereka kaum mayoritas di AS, jadinya sejak masa Perang Dingin hingga sekarang dianggap bukan isu seksi untuk diperjuangkan dan isu memperjuangkan kaum minoritas jauh lebih menarik serta menjual.
Trumplah yang membawa isu ini yang selama ini capres-capres di AS abaikan, sehingga kaum petani dan buruh kulit putih AS merasa dialah politisi yang membawa suara kaum mayoritas yang diam (silent majority) dan selama ini mereka terganggu karena banyak pekerjaan mereka diambil alih imigran ilegal.
Banyak dari mereka beranggapan Trump adalah bagian dari mereka, rupanya karena Trump dalam pidato-pidatonya tidak menggunakan bahasa-bahasa yang rumit ala politisi pada umumnya melainkan ia menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh publik, terutama oleh kaum buruh dan petani di AS.
Bahkan Trump dengan bahasa yang sederhana dan lugas banyak menyuarakan keresahan mereka. Saya menyadari ini karena melihat video Nas Daily, seorang travel vlogger ternama yang terkenal karena video keliling dunianya dan rata-rata kontennya dibuat ringkas dalam 1 menit. Nas Daily datang ke kampanye setiap capres di AS tahun 2016, ia melihat rata-rata bahasa para capres normatif dan membosankan, ia melihat sesuatu yang berbeda di kampanyenya Donald Trump.
Kampanyenya menggunakan bahasa-bahasa yang muda dipahami oleh orang awam bahkan oleh semua usia dan tingkat pendidikan, juga kampanyenya menarik dan penuh energi. Video ini cukup menjelaskan mengapa Trump lebih menarik perhatian publik dan media, juga mengapa ia bisa menang di kalangan buruh, pekerja, dan petani dan mereka percaya Trump adalah bagian dari mereka. meski ia sendiri berasal dari kalangan elite.
Kaum religius juga memilih Trump karena Donald Trump sendiri selama ini adalah seorang yang tidak meminum alkohol (teetotal) sikap yang sesuai dengan semangat hidup asketis. Juga Trump menjanjikan kembalinya family values yang dianggap sudah dirusak oleh agenda wokeness/political correctness lewat kampanye maksa soal LGBT di film-film Holywood dan bahkan kartun hingga pelajaran di sekolah, sehingga banyak orang tua yang takut mensekolahkan anaknya di sekolah-sekolah negeri.
Bahkan bila ada yang mengkritik kampanye wokeness, mereka akan dibully rame-rame di media dan sosial media, ini tidak saja terjadi di AS namun juga di Eropa Barat, terutama di Jerman. Ideologi wokeness berasal dari universitas-universitas di California dan kini menyebar di Eropa hingga berbagai negara termasuk di Indonesia, di Twitter kita seringkali lihat banyak orang-orang woke atau kita sebut SJW ini juga mengkampanyekan agendanya bahkan dengan cara-cara tidak demokratis, karena mereka membully orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka.
Janji Trump bahwa gender cuma 2 membuat kaum religius mendukung Trump, sebab kaum woke menyebut ada 71 jenis gender. Bahkan parahnya orang yang toleran terhadap LGBT, namun tidak sepakat dengan pernikahan sesama jenis atau misalnya sepakat juga tapi dalam hatinya tidak mau jadi LGBT malahan disebut liberal homophobia.
Trump pun berasal dari Partai Republik yang mana banyak kaum religius konservatif menjadi kader dan simpatisannya, serta ketika periode pertama Trump banyak memilih menteri dari kalangan religius dan Trump sendiri memang komit dalam persekutuan AS-Israel, bahkan berani memindahkan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Serta membuat banyak negara Arab melakukan normalisasi hubungan dengan Israel.
Perlu diketahui banyak kalangan Kristen Evangelis AS mereka adalah pendukung garis keras AS, sehingga politik pro-Palestina bukan hal mudah di AS. Namun di satu sisi Trump juga berhasil mendamaikan konflik Qatar – Arab Saudi dan mengakhiri embargo koalisi Arab Saudi terhadap Qatar, juga membuat banyak negara-negara Arab normalisasi hubungan dengan Israel.
Bahkan Donald Trump menjadi Presiden AS pertama yang bernegosiasi terbuka dengan pempin Korea Utara, Kim Jong Un. Sehingga Trump mendapat citra sebagai juru damai, hal yang menarik hati kaum minoritas dan kaum religius yang pro-perdamaian juga para aktivis HAM. Tidak heran mengapa banyak kaum religius memilihnya di pilpres meski Trump sendiri bukan orang yang religius-religius amat.
Dalam pidatonya Trump menyinggung pencapaian Amerika Serikat membangun jalur kereta api yang menyambungkan Amerika Serikat dari Pantai Timur hingga Pantai Barat dan pencapaian rakyat AS dalam membangun gedung-gedung pencakar langit. Juga membahas soal bencana kebakaran di Los Angeles, yang ironisnya banyak menimpa kalangan elite di AS termasuk banyak tamu undangan pelantikannya yang sekarang jadi tunawisma.
Ia menegaskan narasi kebangsaan AS tentang American Dream, American Exceptionalism, dan Manifest Destiny, serta pencapaian luar biasa AS dalam eksplorasi antariksa. Ia bermimpi bila suatu saat AS bisa mengulang kejayaan itu dan mengirim manusia ke Planet Mars. Trump mengakhiri pidatonya dengan pernyataan, “Our Golden Age has just begun. Thank you God Bless America. Thank you all” (Zaman Keemasan [AS] sudah dimulai. Terima kasih, Tuhan memberkati Amerika, terima kasih semuanya).*
Irsyad Mohammad, Alumni S1 Ilmu Sejarah Universitas Indonesia, Pengamat Timur Tengah, dan Pengamat Geopolitik.