1 year ago
5 mins read

Menghindari Krisis Pariwisata Melalui Manajemen Risiko yang Efektif

Fadjar Hutomo. (Foto: Istimewa)

JAKARTA – Pariwisata adalah sektor krusial bagi banyak negara, termasuk Indonesia, yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Pada tahun 2023, sektor ini menyumbang sekitar 3,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, dengan pendapatan yang mencapai sekitar USD 6,8 miliar.

Selain itu, pariwisata telah menciptakan lapangan kerja bagi sekitar 22,9 juta orang, atau sekitar 16,9% dari total tenaga kerja di negara ini. Dengan keindahan alam yang memukau, kekayaan budaya yang melimpah, dan keramahtamahan masyarakatnya, Indonesia akan terus menjadi destinasi favorit bagi wisatawan dari seluruh dunia.

Namun, ini juga merupakan industri yang rentan terhadap berbagai krisis, mulai dari bencana alam dan pandemi hingga ketidakstabilan politik dan penurunan ekonomi. Manajemen risiko yang efektif sangat penting untuk mengurangi risiko ini dan memastikan keberlanjutan pariwisata. Tulisan ini mencoba mengeksplorasi teknik manajemen risiko utama yang dapat membantu menghindari krisis pariwisata.

  1. Penilaian dan Identifikasi Risiko

Langkah pertama dalam manajemen risiko yang efektif adalah mengidentifikasi potensi risiko. Ini melibatkan penilaian risiko yang menyeluruh untuk memahami berbagai ancaman yang dapat mempengaruhi industri pariwisata. Penilaian ini harus mempertimbangkan faktor internal dan eksternal, seperti bencana alam, krisis kesehatan, ketidakstabilan politik, dan fluktuasi ekonomi. Dengan mengidentifikasi risiko ini lebih awal, pemangku kepentingan pariwisata dapat mengembangkan strategi untuk menguranginya.

Pariwisata Indonesia masih menghadapi beberapa risiko yang perlu diwaspadai, antara lain :

  1. Overtourism: Pariwisata berlebihan dapat menyebabkan tekanan pada lingkungan, infrastruktur, dan masyarakat lokal. Contohnya, peningkatan jumlah wisatawan yang berlebihan dapat mengakibatkan penumpukan sampah dan meningkatnya biaya hidup penduduk lokal.
  2. Bencana Alam: Indonesia rentan terhadap bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, badai, dan kebakaran hutan. Bencana ini dapat menghambat aktivitas pariwisata dan merusak infrastruktur pariwisata.
  3. Keamanan: Ancaman terorisme, kriminalitas, dan konflik agraria dapat mengganggu kenyamanan dan keselamatan wisatawan.
  4. Kualitas Layanan: Keterbatasan sumber daya manusia dan infrastruktur yang kurang memadai dapat mengurangi kualitas layanan yang diberikan kepada wisatawan.
  5. Pengaruh Sosial: Perubahan gaya hidup dan sosial akibat pariwisata dapat mempengaruhi masyarakat lokal, termasuk penurunan nilai budaya dan tradisi lokal.
  6. Keselamatan : baik keselamatan transportasi wisata maupun keselamatan di daya tarik wisata atau destinasi wisata.

Mengidentifikasi dan mengelola risiko-risiko ini penting untuk memastikan pariwisata di Indonesia dapat berkembang secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi semua pihak.

  1. Perencanaan dan Kesiapsiagaan Krisis

Setelah risiko diidentifikasi, langkah berikutnya adalah mengembangkan rencana manajemen krisis yang komprehensif. Rencana ini harus menguraikan tindakan spesifik yang akan diambil dalam situasi krisis, termasuk strategi komunikasi, prosedur evakuasi, dan alokasi sumber daya. Pelatihan dan latihan rutin harus dilakukan untuk memastikan bahwa semua pemangku kepentingan, termasuk lembaga pemerintah, operator pariwisata, dan komunitas lokal, siap merespons krisis dengan efektif.

  1. Diversifikasi Penawaran Pariwisata

Diversifikasi penawaran pariwisata dapat membantu mengurangi dampak krisis pada industri. Dengan mempromosikan berbagai atraksi dan aktivitas, destinasi dapat mengurangi ketergantungan mereka pada satu jenis pariwisata. Misalnya, destinasi yang menawarkan pariwisata budaya, ekowisata, dan pariwisata petualangan cenderung tidak terlalu terpengaruh oleh krisis yang mempengaruhi satu jenis pariwisata tertentu. Diversifikasi juga membantu menarik berbagai jenis wisatawan, meningkatkan ketahanan industri pariwisata.

Misalnya, Bali tidak hanya dikenal dengan pantainya, tetapi juga dengan wisata budaya seperti pertunjukan tari tradisional dan upacara keagamaan. Selain itu, Bali juga mempromosikan ekowisata dengan wisata sawah terasering di Ubud dan petualangan seperti arung jeram di Sungai Ayung. Bali juga memiliki potensi wisata kuliner yang menarik, seperti Babi Guling, Ayam Betutu, dan lawar—hidangan tradisional Bali yang menarik banyak wisatawan pencinta kuliner.

Di Yogyakarta, selain wisata sejarah dan budaya seperti Candi Borobudur dan Keraton Yogyakarta, destinasi ini juga menawarkan ekowisata di kawasan Gunung Merapi dan pariwisata petualangan seperti caving di Goa Jomblang. Yogyakarta juga terkenal dengan wisata kulinernya, seperti Gudeg, Bakpia, dan Wedang Ronde, yang menjadi daya tarik bagi para wisatawan pencinta kuliner.

Pulau Komodo di Nusa Tenggara Timur menawarkan pengalaman yang unik dengan melihat komodo di habitat aslinya, sekaligus menyediakan opsi ekowisata seperti snorkeling dan diving di perairan sekitarnya yang indah.

Diversifikasi ini membantu destinasi pariwisata untuk lebih tahan terhadap krisis yang mungkin hanya berdampak pada satu aspek pariwisata, serta menarik berbagai jenis wisatawan dengan minat yang berbeda-beda.

  1. Membangun Kemitraan yang Kuat

Kolaborasi dan kemitraan sangat penting dalam mengelola risiko pariwisata. Pemangku kepentingan pariwisata harus bekerja sama untuk berbagi informasi, sumber daya, dan praktik terbaik. Ini termasuk kemitraan antara lembaga pemerintah, operator sektor swasta, dan komunitas lokal. Kerja sama internasional juga penting, karena banyak krisis pariwisata, seperti pandemi dan bencana alam, memiliki implikasi global. Dengan membangun kemitraan yang kuat, pemangku kepentingan dapat meningkatkan kemampuan kolektif mereka untuk merespons dan pulih dari krisis.

Collaborative Governance dalam bentuk Tourism Destination Management Organization (TDMO) menjadi kerangka kerja yang efektif untuk mengelola destinasi wisata secara komprehensif. TDMO bertugas mengkoordinasikan berbagai pihak terkait untuk mengembangkan dan mempromosikan destinasi wisata secara berkelanjutan. Beberapa aspek penting dari Collaborative Governance dalam TDMO meliputi:

Keterlibatan Pemangku Kepentingan: TDMO harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan komunitas lokal, dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Ini memastikan bahwa kepentingan semua pihak diperhatikan dan tujuan bersama dapat dicapai.

Berbagi Informasi dan Sumber Daya: Pemangku kepentingan harus berbagi informasi yang relevan dan sumber daya untuk mengatasi tantangan yang muncul. Ini termasuk data pariwisata, pengetahuan tentang praktik terbaik, dan sumber daya keuangan dan manusia.

Penerapan Praktik Terbaik: Melalui kolaborasi, pemangku kepentingan dapat mengidentifikasi dan menerapkan praktik terbaik dalam pengelolaan destinasi wisata. Ini mencakup pengelolaan lingkungan, peningkatan kualitas layanan, dan pengembangan produk wisata yang inovatif.

Respons Terkoordinasi Terhadap Krisis: TDMO memungkinkan respons yang terkoordinasi terhadap krisis pariwisata. Misalnya, selama pandemi COVID-19, TDMO dapat mengkoordinasikan upaya untuk menerapkan protokol kesehatan, memberikan dukungan kepada pelaku pariwisata, dan mengembangkan strategi pemulihan.

Membangun Kerja Sama Internasional: Kerja sama dengan organisasi internasional dan destinasi wisata lainnya dapat memperkuat kemampuan untuk menghadapi krisis global. Ini termasuk berbagi pengetahuan tentang manajemen risiko dan pemulihan pasca-krisis.

Dengan Collaborative Governance melalui TDMO, destinasi wisata dapat meningkatkan ketahanan dan keberlanjutan industri pariwisata, serta memastikan manfaat jangka panjang bagi semua pemangku kepentingan

  1. Strategi Komunikasi yang Efektif

Komunikasi yang jelas dan efektif sangat penting selama krisis. Pemangku kepentingan pariwisata harus memastikan bahwa informasi yang akurat dan tepat waktu disampaikan kepada wisatawan, komunitas lokal, dan media. Ini membantu mengelola ekspektasi, mengurangi kepanikan, dan mempertahankan kepercayaan. Strategi komunikasi harus mencakup penggunaan berbagai saluran, seperti media sosial, situs web, dan media tradisional, untuk menjangkau audiens yang luas. Selain itu, pemangku kepentingan harus transparan tentang situasi dan langkah-langkah yang diambil untuk mengatasinya.

  1. Investasi dalam Ketahanan dan Keberlanjutan

Investasi dalam ketahanan dan keberlanjutan adalah strategi jangka panjang untuk menghindari krisis pariwisata. Ini termasuk mengembangkan infrastruktur yang dapat menahan bencana alam, menerapkan praktik pariwisata berkelanjutan, dan mempromosikan pariwisata yang bertanggung jawab. Dengan fokus pada ketahanan dan keberlanjutan, destinasi dapat mengurangi kerentanan mereka terhadap krisis dan memastikan kelangsungan jangka panjang industri pariwisata mereka.

Di Indonesia, ada beberapa upaya yang sedang dilakukan untuk menerapkan konsep Blue Economy, Green Economy, dan Circular Economy dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Misalnya, Peta Jalan Ekonomi Biru Indonesia yang dirancang oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan dukungan dari berbagai organisasi internasional, bertujuan untuk mengelola sumber daya laut secara berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, Peta Jalan Ekonomi Hijau yang juga dirancang oleh Bappenas, bertujuan untuk mengurangi jejak karbon dan mempercepat transisi menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan. Peta Jalan ini mencakup berbagai sektor, termasuk pariwisata, dengan fokus pada penggunaan energi terbarukan dan pengelolaan limbah yang lebih baik.

Untuk sektor pariwisata, Peta Jalan Dekarbonisasi yang disusun bersama dengan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) bertujuan untuk mengurangi jejak karbon dari sektor pariwisata dan mendukung transisi Indonesia menuju ekonomi hijau yang lebih berkelanjutan. Peta Jalan ini fokus pada tiga subsektor utama pariwisata: akomodasi, tour & travel, dan atraksi wisata.

Dengan upaya-upaya ini, Indonesia berkomitmen untuk memastikan bahwa pariwisata tidak hanya memberikan manfaat ekonomi tetapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan dan masyarakat lokal.

Kesimpulan

Menghindari krisis pariwisata memerlukan pendekatan proaktif dan komprehensif terhadap manajemen risiko. Dengan mengidentifikasi potensi risiko, mengembangkan rencana manajemen krisis, mendiversifikasi penawaran pariwisata, membangun kemitraan yang kuat, menerapkan strategi komunikasi yang efektif, dan berinvestasi dalam ketahanan dan keberlanjutan, pemangku kepentingan pariwisata dapat mengurangi dampak krisis dan memastikan keberlanjutan industri. Melalui upaya ini, industri pariwisata dapat terus berkembang, bahkan di tengah tantangan.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 10 Tahun 2019 mengenai Panduan Manajemen Krisis Kepariwisataan. Ini merupakan pedoman yang disusun untuk mencegah, menanggulangi, dan memulihkan diri dari krisis yang mempengaruhi ekosistem pariwisata. Peraturan ini menekankan pentingnya manajemen krisis yang terukur dan sistematis untuk menjaga keberlanjutan pariwisata.

Beberapa poin penting dari peraturan ini meliputi:

Identifikasi dan Rencana Krisis: Pemerintah pusat dan daerah harus mengidentifikasi potensi krisis dan merencanakan langkah-langkah pencegahan serta penanganan.

Kesiapsiagaan dan Respons: Menyiapkan sistem dan prosedur untuk merespons krisis dengan cepat dan efektif.

Pemulihan dan Evaluasi: Setelah krisis, dilakukan evaluasi untuk memastikan bahwa pariwisata dapat pulih dengan baik dan langkah-langkah pencegahan dapat ditingkatkan.

Peraturan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman teknis dan praktis bagi semua pemangku kepentingan dalam mengelola krisis pariwisata.*

Fadjar Hutomo, Staf Ahli Menparekraf bidang Manajemen Krisis, Mahasiswa Program S3 Sekolah Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia.

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak terkait dengan instansi dan institusi tempat penulis bekerja dan belajar.

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Indonesia Vs Singapore: Dua Jalan Berbeda

JAKARTA – Singapura berhasil menjadi salah satu negara paling sejahtera

Menakar Prospek Hubungan Diplomatik Indonesia dan Turki

JAKARTA – Pada tanggal 11-12 Februari 2025, Presiden Turki Reccep
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88