11 months ago
12 mins read

Immanuel Ebenezer: Antara Dua ‘Mania’

Ketua Umum Prabowo Mania, Immanuel Ebenezer. (Foto: Totalpolitik.com)

Bicara soal aktivisme, bagaimana hal ini bermula?

Sebetulnya, sejak SMA di SMA Pembangunan Jakarta di Jakarta Timur dulu saya sudah mulai aktif berorganisasi. Dulu SMA itu dikenal dengan budaya tawuran. Jadi kalau nggak tawuran itu nggak enak. Jadi hobinya itu tawuran. Kedua, saya hobi mencari sekolah-sekolah yang siswanya boleh berambut gondrong. Akhirnya saya dapat sekolah di situ, boleh gondrong, boleh berambut panjang.

Di situ tuh saya melihat, wah pelajar-pelajar ini nekat-nekat ya. Tapi kenapa harus benturan sama pelajar? Di situlah saya mulai berpikir bagaimana bagusnya. Akhirnya muncul ide bagaimana mengorganisir pelajar untuk melawan kekuasaan. Mulailah saya bikin organisasi pelajar yang namanya SPPJ (Solidaritas Pemuda Pelajar Jakarta). Dan aktivis-aktivis tua di Jakarta pasti tahu SPPJ. Dan pertama-tama aksi turun ke jalan di era Orde Baru yang menuntut Soeharto turun adalah kita. Ini bisa kita buktikan.

Mulai dari situ akhirnya kenal dengan aktivis-aktivis, pas masuk kampus kuliah, kenal lagi dengan aktivis lain. Saya kuliah di IISIP (Insitut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) Jakarta. Mulai kenal dengan kawan-kawan jaringan aktivis. Mulai berkumpul di aktivis pers mahasiswa. Lahirnya Forkot (Forum Kota) itu bermula dari aktivis pers mahasiswa. Ada Adian Napitupulu dan kawan-kawan lainnya. Kebetulan aktivis-aktivis Forkot ini, yang benar-benar original Forkot, mereka biasanya sudah terbiasa melakukan advokasi terhadap buruh, tani, dan lain-lain. Jadi kita sudah terlatih untuk mengorganisir dan mengadvokasi. Dan ini terus berlanjut.

Dulu pertama-tama aktivis mahasiswa yang membawa truk sampah ke Gedung DPR/MPR adalah saya. Anda boleh tanya pada aktivis-aktivis 1998. Kedua, yang pertama-tama merobohkan pagar gedung DPR/MPR adalah saya juga bersama Forkot. Jadi kami itu aktivis 1998 yang memimpin, bukan aktivis yang memegang spanduk. Bukan aktivis yang memegang konsumsi. Kita benar-benar leader dan kombatannya.

Saya juga pernah jadi pimpinan koalisi anti utang di beberapa LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Saya jadi koordinator utamanya. Jadi banyak aktivitas politik saya waktu masih muda dulu. Termasuk juga saya ada di Fordem (Forum Demokrasi). Di situ ada Rocky Gerung, dan Rocky Gerung saat itu masih ada lucu-lucunya. Nggak kayak sekarang ini. Di situ juga ada Marsilam Simanjuntak, Rahman Toleng dan lain-lain.

Sebagian besar aktivis 1998 berada di luar sistem saat ini dan merasa kecewa bahwa cita-cita reformasi itu tidak tercapai. Bagaimana menurut Anda?

Kalau soal kecewa, semua orang kecewa, termasuk saya. Tidak mungkin perubahan itu sesuai harapan kita. Bagaimanapun ini proses yang sangat alamiah karena perubahan lahir dari sebuah evolusi sosial, bukan revolusi sosial. Jadi konsekuensinya begini. Karena lahir dari sebuah pengkhianatan juga.

Dulu kita berharap tokoh-tokoh nasional itu bisa rembuk nasional, yang kita bikin namanya Komite Rakyat Indonesia, di mana tokoh-tokoh nasional duduk di situ. Eh, ternyata ada beberapa elemen mahasiswa lain yang tidak mau. Malah mereka sungkem di politisi-politisi tua, di Ciganjur itu. Yang ada Mega, Gus Dur, Amien Rais, Sultan dan lain-lain.

Dan jujur, itu yang membuat kita terpukul dengan kejadian itu. Dan mengkritik-kritik mereka tuh, wong mereka yang khianatin kok mengkritik, kan nggak pantes. Kalau mau punya hak marah, ya kita. Tapi biarlah, itu konsekuensi dari kebodohan berpikir.

Bagaimana Anda melihat nuansa aktivisme di era millenial dan Gen Z saat ini?

Dulu kalau kita mengorganisir orang itu kan sangat sulit, harus datang ke rumahnya satu per satu. Di era digital begini kan enak. Gampang dan mudah mengorganisir orang. Bikin saja grup WhatApp. Artinya, kawan-kawan aktivis millenial ini harusnya lebih kritis dan lebih mudah melakukan sesuatu yang terorganisir melawan kekuasaan. Dengan dunia digital saat ini enak banget, mahasiswa tidak akan susah lagi. Tinggal kita lihat apakah ada isu-isu yang strategis atau tidak?

Kayak kemarin, masak mahasiswa isunya tolak RUU Pilkada? Di kita itu aneh. Kalau mau, mahasiswa itu bicara tentang Undang-undang Perampasan aset misalnya, yang langsung berdampak ke rakyat. Lha, Undang-undang Pilkada ini apa? Emang rakyat peduli? Emang dampak pilkada itu rakyat langsung sejahtera?

Saya sih senang dan suka dengan kalian melakukan perlawanan, tapi isunya yang lebih pro rakyat. Undang-undang hukuman mati buat koruptor misalnya, Undang-undang Pembuktian terbalik. Kita tangkap dulu aja, baru nanti kita buktiin darimana duit-duit ini? Itu saya suka. Makanya kok saya heran, ini kok mahasiswa ngomongnya UU Pilkada. Ini kan bikin malu. Tapi ya sudah, itu hak kritis mereka. Tapi sayang sekali, kenapa UU Pilkada sih?

Apakah Anda merasa ada semacam ‘terputusnya’ koneksi semangat aktivisme antara mahasiswa dulu dan kini?

Beda kondisi dan beda juga situasinya. Tapi kan yang namanya perlawanan, rohnya tetap sama. Tinggal kita lihat substansi perlawanannya. Apakah perlawanannya itu berbasis kerakyatan atau hanya berbasis isu politik doang. Kita nggak ngelihat nih sekarang ini. Kalau 1998, ada isu kerakyatan, ada isu politik. Tapi biasanya kita dahulukan adalah isu kerakyatan. Misalnya, soal harga sembako, BBM (bahan bakar minyak), dan lain sebagainya. Baru kita lihat isu politiknya apa? Misalnya UU Pemilu, Dwi Fungsi ABRI.

Itu biasanya kita jaman dulu. Ada dua isu. Tapi biasanya yang kita dorong adalah isu-isu kerakyatan. Kemarin isunya pilkada. Sangat elitis. Yang tak terjangkau di kepala kita. Padahal kalau mahasiswa mau, bisa kayak gini. Saya bukan orang yang pro terhadap undang-undang kepemimpinan di bawah umur ya, terkait kebebasan subyektif orang terhadap Gibran dan Kaesang, saya tidak.

Tapi saya mendukung undang-undang itu. Mau sekali sih para mahasiswa ini dibohongi oleh para politisi tua yang korup ini. Kalau saya ini misalnya, dukung tuh calon pemimpin di atas 25 tahun di bawah 30 tahun. Jangan 40 tahun ke berapa tahun. Karena pemilihan itu, semua orang punya hak untuk memimpin, selama dia mampu.

Apa harapan Prabowo Mania terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran nanti?

Kita sih tetap sesuai dengan janjinya Prabowo saat pemilu. Terkait makan bergizi gratis misalnya. Kekuasaan itu digunakan untuk bekerja demi rakyat. Itu yang menjadi fokus kita nanti di pemerintahan Pak Prabowo. Semoga juga pemerintahannya itu nanti pemerintahan yang bebas dari korupsi. Apalagi Pak Prabowo berulangkali mengatakan akan menguber para koruptor. Dan saya bangga sekali Beliau mengatakan itu.

Anda yakin pemerintahan Prabowo akan melanjutkan apa yang telah dilakukan Jokowi?

Iya, dong. Ini kan pemerintahan berkelanjutan.

Termasuk soal Ibu Kota Negara (IKN), karena ada juga pihak-pihak yang ragu dengan kelanjutan proyek ini?

Termasuk IKN. Yang ragu kan yang tidak sesuai dengan Jokowi, yang tidak suka dengan Indonesia ini menjadi bangsa yang merdeka. Karena mentalnya masih mental orang terjajah. Jokowi kan orang yang merdeka. Sebuah negara itu untuk menunjukkan dia merdeka, rumahnya harus dia bangun sendiri, bukan warisan dari penjajah. Bangga dong kita, istana negara dibangun oleh kita sendiri.

Logikanya, orang yang menolak IKN itu adalah otak orang terjajah. Yang pesimistis dengan IKN. Pulau Kalimantan itu lebih besar dari Pulau Jawa tapi orang lebih sedikit. Kalau ada aktivitas orang di sana, kan terjaga Indonesia ini dengan baik. Saya sangat paham sekali apa yang dimaksud Jokowi dengan pemindahan Ibu Kota.

Pertama, Jakarta sudah tidak layak karena persoalan kemacetan dan sebagainya. Kan Jakarta tidak berubah, ia tetap jadi kota bisnis. Di IKN pusat pemerintahan. Seperti New York dengan Washington di Amerika. New York pusat bisnis, Washington pusat pemerintahan. Seperti Kuala Lumpur dan Putra Jaya di Malaysia.

Jadi, kalau orang yang pesimistis gitu, biarin aja. Menurut saya, mentalnya masih terjajah. Selama ini kita dibodohi, kita masih memakai simbol-simbol penjajah. Istana, istana Belanda. Mana buatan Indonesianya? Baru berapa puluh tahun kita punya istana yang dibangun oleh bangsa sendiri. Baru IKN itu.*

Baca juga: Nasir Djamil: Jurnalis yang Berubah Haluan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Menakar Ide Koalisi Permanen

JAKARTA – Pada pertemuan dengan Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM

Menakar Prospek Hubungan Diplomatik Indonesia dan Turki

JAKARTA – Pada tanggal 11-12 Februari 2025, Presiden Turki Reccep
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88
situs totositus totositus totojakartaslot88