JAKARTA – Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Solidaritas Perempuan (SP) melaksanakan kampanye damai dengan melakukan flashmob sekaligus memberikan informasi lewat poster-poster seputar bahaya perdagangan orang pada saat car free day (CFD) di Bundaran HI pada akhir pekan lalu.
Kampanye tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya dan risiko Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang marak terjadi.
Indonesia mengalami darurat perdagangan orang, sehingga masyarakatnya perlu memiliki kewaspadaan. Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan penegakan hukum terhadap pelaku-pelakunya.
Dalam acara CFD itu, SBMI dan SP berkampanye dengan membawa spanduk dan poster yang mengandung pesan-pesan menentang TPPO.
Puncak acaranya adalah pengumpulan tanda tangan di atas kain putih sebagai bentuk solidaritas untuk mendorong pemerintah agar lebih serius dalam menangani TPPO serta melindungi buruh imigran, terutama para perempuan yang rentan jadi korban.
Menurut Koordinator Advokasi SBMI, Yunita, perdagangan orang merupakan kejahatan luar biasa yang menjadi semakin kompleks. Caranya kini melibatkan penggunaan platform digital.
“Perdagangan orang adalah kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime). Modus operandi perdagangan orang saat ini semakin kompleks, termasuk peran penting keamanan digital dalam praktik-praktiknya. Informasi yang tidak jelas sering kali diperoleh melalui platform digital yang dimanfaatkan oleh oknum untuk merekrut calon korban,” ujarnya.
Demikian, keamanan digital untuk menyaring informasi-informasi tidak akurat yang bisa menjebak seseorang menjadi korban perdagangan orang harus diperkuat.
“Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan fungsi keamanan digital guna memfilter informasi yang tidak akurat, terutama dalam menghadapi kasus perdagangan orang dengan modus penipuan online,” lanjutnya.
Berdasarkan Data Penanganan Kasus SBMI dan SP selama tahun 2019-2024, lebih dari 1.800 orang buruh migran Indonesia terindikasi kuat sebagai korban TPPO. SP mendapati peningkatan tren migrasi non-prosedural di sektor informal sebesar 87 persen.
Dalam riset SBMI berjudul ‘Potret Implementasi Hukum dan Peran Aparat Penegak Hukum dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)’, mereka menemukan beberapa isu kritis mengenai kerangka hukum TPPO.
Salah satunya, terdapat kesenjangan antara Protokol Palermo dan Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 soal pembuktian eksploitasi.
‘Negara harus lebih serius’
Perbedaan tersebut memperlihatkan perlunya harmonisasi hukum nasional dengan standar internasional untuk meningkatkan efektivitas penanganan TPPO di Indonesia.
“Negara harus lebih serius dalam menangani tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Pengawasan dalam menjalankan upaya pencegahan, penindakan dan pemulihan harus ditingkatkan untuk meminimalisir kasus TPPO, dengan penegakan hukum yang tegas terhadap oknum yang terlibat,” kata Ketua Umum (Ketum) SBMI, Hariyanto Suwarno.
“Jangan hanya menindak eksekutor di lapangan, tetapi juga harus mengungkap siapa pemegang kendali di balik kejahatan ini, karena TPPO merupakan kejahatan yang terorganisir dan membutuhkan pendekatan yang komprehensif untuk penanganannya,” lanjutnya.
Hariyanto menilai momen peringatan Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia 2024 penting untuk meningkatkan kesadaran memerangi TPPO dan melindungi buruh-buruh migran.
“Khusus dalam peringatan Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia tahun 2024 ini diharapkan menjadi momentum penting untuk meningkatkan kesadaran dan aksi nyata dari semua pihak dalam memerangi TPPO dan melindungi buruh migran, termasuk perempuan buruh migran Indonesia,” jelasnya.
Kemudian, Ketua SP, Armayanti Sanusi, menegaskan kalau perdagangan orang sering dialami oleh buruh migran perempuan dan keluarga-keluarga yang terdampak pemiskinan struktural oleh negara.
“Situasi perdagangan orang yang banyak dialami oleh perempuan buruh migran dan keluarga tidak terlepas dari persoalan pemiskinan struktural oleh negara, melalui proyek iklim dan proyek pembangunan yang berorientasi pada investasi. Sehingga berdampak pada penghancuran ruang kelola dan sumber ekonomi perempuan atas sumber daya alam dan lingkungan. Mengakibatkan pemaksaan sistematik bagi arus feminisasi migrasi,” jelasnya.* (Bayu Muhammad)
Baca juga: JPPI Temukan Kecurangan di PPDB 2024