Tantangan
Visi hingga program kerja itu tentu dapat berjalan optimal apabila ditopang regulasi yang mumpuni. Penulis secara khusus menyoroti UU yang masih menjadi acuan bagi seluruh pemangku kepentingan di Tanah Air, yaitu UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Peraturan itu merupakan pengganti UU Nomor 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, UU Nomor 15 Tahun 1962 tentang Kewajiban Perusahaan Minyak Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri, dan UU Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Migas Negara yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan usaha pertambangan migas.
Namun demikian, hingga saat ini, belum ada kejelasan terkait revisi UU Migas baik dari pemerintah maupun parlemen. Dalam sebuah kesempatan pada tahun lalu, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Gerindra Ramson Siagian mengatakan kelembagaan menjadi fokus revisi beleid itu.
Pembahasan revisi UU Migas juga mewacanakan penghapusan SKK Migas yang merupakan badan usaha sementara setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas pada 2012 lalu serta membentuk suatu lembaga baru bernama Badan Usaha Khusus (BUK) Migas sebagai pemegang kuasa hulu migas. Dengan adanya BUK Migas diharapkan bisa lebih memberi ruang kepada investor sehingga cadangan dan produksi bisa meningkat.
“Namun, hingga kini masih menjadi perdebatan, BUK-nya BUMN (Pertamina) atau dibentuk lagi yang baru. Jadi belum clear yang mana,” kata Ramson sebagaimana diberitakan Kompas pada 15 Februari 2023.
Tentunya, penulis mencoba me-manage ekspektasi di sisa masa pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf serta masa pengabdian DPR RI periode 2019-2024 yang hanya tinggal menghitung hari ini, akan dapat melakukan pembahasan revisi UU Migas dapat tuntas. Oleh karena itu, harapan tentu berada di tangan pemerintahan selanjutnya, Prabowo-Gibran beserta DPR RI periode 2024-2029 untuk menuntaskan revisi aturan tersebut.
Tantangan berikut yang tidak kalah penting adalah menjamin sekaligus menjaring investasi korporasi migas raksasa kelas dunia. Hengkangnya Shell Upstream Overseas Services (I) Limited di Blok Masela tentu menjadi pelajaran berharga bagi semua stakeholder hulu migas akan pentingnya kepastian dalam berinvestasi.
Beruntung PT Pertamina Hulu Energi melalui anak usahanya PT Pertamina Hulu Energi Masela yang bermitra dengan PETRONAS Masela Sdn. Bhd. telah menyelesaikan proses akuisisi 35% participating interest (PI) milik Shell Upstream Overseas Services (I) Limited di Blok Masela melalui perjanjian jual beli yang ditandatangani pada tanggal 25 Juli 2023 dan persetujuan Menteri ESDM atas pengalihan PI diperoleh pada tanggal 4 Oktober 2023.
Investor asing, sebagaimana investor lokal, tentu menginginkan adanya kepastian alih-alih ketidakpastian dalam berinvestasi. Kinerja aparat penegak hukum juga krusial untuk mendatangkan investor, terutama korporasi raksasa dunia, yang bergerak di sektor hulu migas.
Tantangan lain mengutip survei yang dilakukan PwC Indonesia beberapa waktu lalu adalah adanya harapan harmonisasi yang lebih baik untuk sektor migas di seluruh kementerian. Kementerian yang dimaksud dalam hal ini adalah Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Lingkungan Hidup yang menjadi pilar dari industri migas tanah air.
Penulis tentu berharap ke depan, sinergi antarkementerian dan juga lembaga terkait industri dapat lebih erat. Dengan begitu, target-target yang telah disampaikan pemerintah dan DPR RI, termasuk dalam mewujudkan lifting minyak bumi 1 juta barel per hari di tahun 2030 mendatang dapat tercapai. Serta cita-cita pertumbuhan ekonomi 8% juga dapat terwujud dalam lima tahun pemerintahan Prabowo-Gibran kelak.*
Hafif Assaf, Government Affairs and Public Policy Profesional, Ketua Umum ProGib (PrabowoGibran) Nusantara.