1 year ago
10 mins read

Masinton Pasaribu: Prinsip Pengelolaan Negara

Politikus PDI-P, Masinton Pasaribu. (Foto: Totalpolitik.com)

Apakah pinjol untuk memenuhi kebutuhan dasar atau karena konsumerisme?

Nah, itu susah kita memotret masyarakatnya. Artinya, kalau kita lihat fenomena ini, kan ada yang memenuhi kebutuhan dasar. Contohnya, ya dia kepepet anaknya butuh biaya sekolah atau apa. Ada yang begitu. Kebutuhan dasar kan itu. Ada yang memang dia pengen ganti handphone baru, di-upgrade.

Nah, itu kan konsumerisme tadi. Harusnya meminjam itu nggak dilarang sih. Pemenuhan dasar atau penambahan modal buat usaha, ya kan. Kalau memang tidak harus meminjam, ya ngapain. Kira-kira gitu, ya. Kalau untuk upgrade handphone, terus minjem, ngapain? Nabung aje!

Sejauh apa pelaksanaan agenda inklusi keuangan pemerintah?

Inklusi keuangan itu kan harusnya bisa diakses semua kalangan usaha; besar, menengah, kecil, dan mikro. Tapi kan faktanya nggak. Inklusi belum terjadi. Masih ribet. Sementara peran OJK selalu mensosialisasi. Tapi mensosialisasi itu kan juga harus dibarengi dengan kebijakan dari bank tadi. Sosialisasi inklusi-inklusi, sementara banknya sendiri nggak inklusi.

Apa saja pelayanan selain bank yang bisa didapatkan Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM)?

Kalau di sisi kami (Komisi XI) kan cuma dari aspek permodalannya. Terus kemudian pembinaannya. Pembinaan itu kan bank-banknya itulah yang sebenarnya membina (UMKM). Kalau kita lihat, kita nggak tahu tapi ya, selalu disajikan aja gitu kalau lagi ada acara-acara ini binaan UMKM-nya bank ini. Bank umum maupun bank sentral, ini UMKM binaannya. Tapi sampai mana itu pembinaannya? Apakah memang meluas atau hanya cuma untuk dipajang doang.

Bagaimana pendapat Anda tentang pergeseran masyarakat jadi cashless society?

Itu kan fenomena dunia. Semua mengalami digitalisasi teknologi.

Apakah masyarakat Indonesia siap jadi cashless society?

Kalau di pedesaan masih pakai cash. Di kota orang lebih banyak pakai QRIS. Tapi fenomena, perkembangan teknologi itu mau nggak mau. Padahal, yang pasti dianggap belum memudahkan.

Apakah sempat ada keluhan saat biaya transaksi QRIS dinaikkan?

Batas transaksi di QRIS itu kan Rp 10 juta. Belum belanja ke mal pakai QRIS, belanjanya lebih dari Rp 10 juta. Transaksinya nggak bisa dia. Ya, kan kendala biasa tuh ketika bayar QRIS, dia (saldonya) kadang nggak langsung masuk ke (rekening). Artinya, tidak langsung masuk ke rekening (yang punya). Delay beberapa hari dia.

Sebenarnya, pemegang sistemnya bisa langsung ngedebit ke pedagang. QRIS itu kan memfasilitasi pembayaran aja. Harusnya kan langsung didebit, masuk ke rekening si pedagang yang (punya) hak saat itu juga. Nggak nunggu beberapa hari. Alasannya kan pemeliharaan, maintenance (sistem).

Apakah DPR bisa menyuarakan permasalahan tersebut?

Ya, (permasalahan) itu harusnya dikecilkan. Terus dulu, ketika sistem pembayaran BI Fast, tadinya kan Rp 6.500 kalau nggak salah, Sekarang sudah turun Rp 2.500. Itu juga logisnya sih diturunin lagi. Jutaan transaksi loh per hari antarbank begitu. Masuk ke BI semua itu.

Bayangin aja berapa (transaksi) ini. (Penurunan itu) bukan produk saya. (Itu produk) kawan-kawan Komisi XI secara kolektif mendengar apa yang (menjadi) keluhan di masyarakat. Kita minta supaya bagaimana itu bisa diturunin.

Apakah tarif jasa-jasa keuangan bisa ditetapkan secara progresif?

Ya, kan dilihat aja volume transaksinya. Hitung operasionalnya. Saya (pikir) Rp 2.500 itu masih gede. Kalau sejuta transaksi, jadi Rp 2.500 x Rp 1 juta, bayangkan jumlahnya. Dan yang jelas kan pasti lebih dari sejuta transaksi. Hitung aja perputaran duitnya di situ.

Apakah uang dari potongan-potongan itu masuk ke negara?

Nggaklah. Itu kan dikelola sama BI, independen.

Buat keberlangsungan keuangan digital, apakah perusahaan besar harus bisa terima jika dikenai charge lebih besar untuk membantu UMKM?

Intinya negara itu satu, dia memfasilitasi. Kedua, mengawasi. Ketiga, jangan memberatkan. Diatur, diawasi, dimudahkan, dan jangan memberatkan. Selama ini, kalau kita lihat kan, mana sih sisi-sisi dividen penerimaan negara itu? Umpama badan-badan usaha dulu kan, oh ini memberikan dividen sekian.

BUMN ini, bank ini memberikan dividen. Itu kan semua terkait dengan masyarakat bisnisnya. Umpama bank-bank Himbara, Bank Mandiri berikan dividen sekian ke negara, it’s okay. Tapi kalau kita telusuri lebih dalam itu yang terkait dengan bisnisnya dengan rakyat. Terus Pertamina kasih dividen sekian, duit rakyat. Telkom kasih dividen sekian, duit rakyat. Pulsa, apalagi.

Jadi kaji aja coba dari beberapa yang disampaikan dari Kementerian BUMN, oh kita sudah kasih dividen ke negara ini terbesar dalam (periode) ini. Tapi kan cek lagi itu, BUMN-BUMN-nya terkait dengan kehidupan rakyat. Agar dia terkesan memberikan kontribusi besar ke negara, tapi kan (itu) duit rakyat yang disedot.

Contohnya, Perusahaan Listrik Negara (PLN), perbankan menyangkut kredit, PLN menyangkut listrik, biaya listrik, minyak juga begitu, kan terkait bisnis sama rakyat. Berbisnisnya sama rakyat. Harusnya kan terkait dengan kehidupan rakyat banyak itu, bagaimana rakyat jangan disusahkan. Bukan kita larang BUMN untung, dia memang harus untung, tapi juga jangan membebankan rakyat keuntungannya.

Bisakah negara membuat kebijakan tarif jasa keuangan yang progresif?

Ya, harusnya negara bisa mengatur keseimbangan itu. Prinsip dalam keadilan sosial itu kan di situ. Dalam prinsip pengelolaan negara kita tuh, lama-lama makin menjauh dari tujuan bernegara. Ya, kita nggak nyalahin siapa-siapalah. Yang jelas, ya salah semualah. Termasuk DPR-nya, ya kan? Nah, kita lihat apa sih tujuan bernegara itu? Kan jelas, semuanya harus mengacu ke situ. Tujuan bernegara kita bagaimana?

Di Muqaddimah, Pembukaan Undang-Undang Dasar 45, oh di situ tujuan bernegaranya. Dengan landasannya apa, Pancasila. Tapi kan orang bicara begini tuh dianggap ‘omon-omon’. Jargon doang. Kalau aku bicara itu nggak dalam level jargon. Keadilan sosial, itu tujuan bernegara. Harusnya negara, seluruh proses bernegara—baik birokrasi, pemerintahan, perekonomian, apa, segala macam—muaranya ke sana. Tujuannya ke sana, keadilan sosial itu.

Selanjutnya: Masinton Pasaribu: Kegagalan Kolektif Anak Bangsa

1 Comment

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Zulfan Lindan: Pramono Anung Sudah Punya Basis Suara Solid

JAKARTA – Politisi Senior, Zulfan Lindan, menyoroti strategi politik yang

Pilgub Jateng Tantangan bagi PDIP

JAKARTA – Politisi Senior, Zulfan Lindan, menilai pemilihan gubernur di
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88
situs totositus totositus totojakartaslot88