Bagaimana peran kalangan pesantren dan kiai-kiai dalam memenangkan PKB di Pemilu 2024?
Lumbung pesantren itu kan di Jawa Timur. Ya di daerah Jawalah Tapi mayoritas yang namanya lumbung pesantren itu di Jawa Timur. Nah, hubungan antara PKB dengan pesantren itu memang bukan memang hubungan politik, tapi juga hubungan budaya, hubungan pemikiran. Dan itu tidak instan (dibangun). Jadi, dari awal itu, sampai juga bertumbuh kembangnya. Apapun yang diperjuangkan PKB, utamanya di Jawa Timur, itu pasti ada ‘bau’ pesantrennya.
Pesantren, juga kelompok-kelompok dari Nahdliyin, itu yang menjadi perjuangan PKB itu di situ. (Yaitu) perjuangkan pesantren. Sehingga para kiai tahu betul bahwa PKB itu memang alat perjuangan politik para santri dan para kiai. Dan itu diwujudkan di dalam kebijakan di tingkat pusat hingga daerah. Undang-Undang Pesantren berhasil kita buat, sampai itu ke Perda. Itu yang mengawal pembentukan Perda Pesantren, Perda Pondok Pesantren.
Itu kan bagian dari hasil perjuangan PKB dan para kiai. Kan nggak ada negara-negara lain yang punya undang-undang pesantren. Yang ada di kita, di Indonesia. Polemiknya ketika itu, ini dianggap segmented. Masak membuat undang-undang untuk kelompok tertentu? Tapi kita ini harus tahu sejarah bahwa Indonesia sebelum lahir itu juga ditopang oleh pesantren kekuatan-kekuatan itu. Lahirnya laskar-laskar, lahirnya kekuatan rakyat itu kan dari pesantren.
Hari ini, sebenarnya hanya undang-undang pesantren itu upaya untuk menghidupkan tradisi itu. Bahwa pesantren itu adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari republik ini. Ada sesuatu apapun di republik, orang pesantren harus mengawal. Karena ini apa? Hasil perjuangan. Itulah undang-undang pesantren. Dengan cara apa? Ya menanamkan nilai-nilai pendidikan.
Makanya, Undang-Undang Pesantren lebih kepada mengurus pendidikan pesantren, sebenarnya. Supaya nasionalismenya, supaya akar sejarah pesantren itu tidak tercabut di Indonesia. Undang-Undang Pesantren menurut saya itu adalah bagian juga yang menunjukkan kepada dunia internasional bahwa kita punya sistem yang di situ muatan yang tidak bisa dimiliki oleh yang lain adalah merangkai hubungan negara dengan agama. Tidak putus di situ.
Tidak seperti negara-negara Islam lain, bertengkar itu agama dan negara. Sampai hari ini di Afganistan. Jadi, pesantren itulah yang melahirkan para pemikir, pemimpin, dan juga warga negara yang tidak lagi memisahkan antara perjuangan agama dan perjuangan negara. Di situ itu menurut saya, kenapa Indonesia bisa. Dengan sekian ribu pulau, kelompok masyarakat, adat-istiadat, kok bisa terjaring dengan baik. Ya karena ini, pesantren ini, yang merekatkan hubungan negara dengan agama. Tidak ada kelembagaan yang lain.
Kalau di Indonesia itu hanya ada Sekolah Dasar (SD) Inpres saja, ya mungkin tidak begini Indonesia. Kalau hanya pendidikan diurus SD Inpres, SD Negeri, mungkin jiwa patriotiknya akan berbeda dengan (sekarang), keadaannya lain. Makanya di Indonesia itu sudah nggak lagi dibahas hubungan negara dengan agama, sudah jadi satu. Cuma tahu perannya masing-masing.
Bagaimana PKB bisa mendapatkan suara dari daerah seperti Jawa Barat meski lekat dihubungkan dengan kalangan pesantren?
Ya, kalau bicara pesantren memang Jawa Timur dan Jawa Tengah. Tapi PKB lebih dari itu. Itu PKB saya sebut tadi kemudian menjadi tali ikat antara agama dengan negara, dengan ikatan toleransi. Makanya PKB diterima di semua Indonesia. Makanya PKB sekarang menjadi partai nasional. Yang terpilih (juga) ada non-muslim. Jadi dia mengikat, tidak lagi agama an sich, nasionalis an sich. Jadi di PKB ini dia bergabung.
Yang kedua, ya memang pendidikan politik kaum muda itu juga kita lakukan. Sudah ada kaderisasi toh. PKB ini, pengurus-pengurusnya relatif anak-anak muda juga. Dan juga terbuka untuk anak muda. Jangan sampai menjadi partai yang mesinnya mesin tua, ketinggalan dengan keadaan. Itu yang bisa jadi membuat partai tenggelam. Sudah nggak relevan.
Nah, Cak Imin salah satunya yang mampu membuat semacam modernisasi, cara menggaet anak muda, membuat pintu buat anak muda. Kalau nggak, nanti jadi museum. Tapi maksud saya, kan dinamika politik itu cepat. Apalagi sekarang dikenal bonus demografi, itu artinya kan anak-anak muda ini.
Makanya kemarin ada acara ‘Slepet Imin’?
Iya, slepetan.
Apakah itu juga merupakan bagian warisan inklusivitasnya Gus Dur?
Ya, pastilah. Kalau pemikiran modernis, inklusif, itu kan dimulai sejak Gus Dur. Untuk di kalangan pesantren ya. Yang membongkar cara pikir itu. Kita menjadi pelanjutnya. Tapi yang mempraktikkan kira-kira, itu kan salah satunya, Bang Muhaimin. Dari ide, konsep, yang itu dicetuskan, inklusivitas pesantren. Islam inklusif, dan lain-lain itu kan kemudian dipraktikkan di politik. Di dunia politik kan melalui PKB. Dan ternyata itu bisa diterima.
Bisa dikatakan Cak Imin mengadopsi dan mengejawantahkan nilai-nilai yang diusung Gus Dur?
Pasti, karena kan PKB tidak bisa lepas dari itu. Dan Cak Imin juga itu murid terbaik Gus Dur. Murid terbaik Gus Dur, ya Gus Muhaimin menurut saya. Yang mempraktikkan di dunia politik, menurut saya. Dengan membangun hubungan yang baik dengan semuanya. (Menghadirkan) politik yang jenaka, yang cair, politik yang tidak menambah musuh, politik juga yang membuat anak muda ngerasa ‘okay juga nih’.
Jadi, itu kan perlu dipraktikkan. Nah, dipraktikkan di partai politik itu nggak mudah loh. Karena beda anak muda ngelihat partai politik kan. Jadi, dipraktikkannya di dunia politik, bukan di ormas. Tapi di dunia politik, yang di situ itu ada pertarungan, ada kompetisi. Ya kita lalui semua. Itu dilalui oleh Pak Muhaimin. Itu ilmu pesantren menurut saya yang diterapkan di politik.
Tapi kenapa seolah-olah muncul persepsi ada perbedaan dan perpecahan antara Cak Imin dengan Gus Dur?
Ya itu, menurut saya, kan itu sudah selesai. Itu persepsi-persepsi yang dibuat oleh orang-orang yang mungkin masih merasa kurang baik menilai Cak Imin. Dan itu semua sudah dilalui, kita sudah lupakan. Sudah tidak ada lagi itu. Semuanya di daerah, pusat, bekerja menyiapkan nilai dan pola yang ada.

Selanjutnya: Jazilul Fawaid: Jagoan PKB di Pilkada Jakarta
