4 months ago
11 mins read

Puteri Komarudin: Konsistensi Sang Wakil Rakyat

Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar, Puteri Anetta Komarudin. (Foto: Totalpolitik.com)

Jadi butuh kesabaran juga ya?

Nah kadang itu tadi, anak muda nggak punya kesabaran. Gagal sekali, cabut. Jadi konsistensi dan kesabaran itu. Kalau barrier to entry, menurut aku, di Golkar sih nggak ada ya. Asal dia rajin dan mau dipekerjakan. Ya namanya partai, tugasnya kan bukan cuman, misalnya nih kita sebagai seorang legislator, tapi kan urusan partai juga tetap harus kita urus. Nah, nggak ada jam kerja kan. Kadang tuh anak-anak seumuran kita banyak yang ‘kok lu no life, work-life balance-nya mana? Ya, nggak ada.

Emang kalau mau masuk dunia kayak gini, jangan nuntut work-life balance. Karena, ya bos-bos kita juga nggak ada work-life balance. Dan mereka masukin kehidupannya ke pekerjaannya. Ya, dong? Dan kita bisa ngelihat itu juga berhasil kok di mereka. Keluarganya tetap intact, mereka juga kariernya tetap jalan.

Tapi itu pilihan kan? Ada yang nggak mau dikontak, misalnya jam enam ke atas udah nggak mau dikontak. Wah udahlah, kalau di dunia kayak gini, yang kita ditelepon jam satu pagi, kadang jam tiga pagi, udah nggak bisa, nggak usah jadi politisi. Pilihan hidup.

Jadi kamu masuk Golkar secara resmi itu sejak kapan?

Pas aku resign dari OJK. Kan dulu aku sempat kerja di OJK tiga tahun. Lulus dari Melbourne University (S1), aku pulang, daftar OJK. Alhamdulilah, keterima. Tiga tahun berkarier di situ, jadi pengawas bank. Terus udah gitu, ayahku sakit. Jadi rencana masuk politik yang tadinya masih panjang, karena masih ada ayahku di DPR, akhirnya di-expedite (dipercepat), dipercepat banget malah.

Jadi, akhirnya aku resign. Terus kebetulan pada saat itu habis Munaslubnya Pak Airlangga, yang 2017. Jadi, beliau lagi bikin kepengurusan baru. Dan pada saat Munas itu, ayahku kan yang pertama kali memberi dukungan kepada Pak Airlangga. Waktu papaku collapse itu hari terakhir Munas sebenarnya. Jadi orang-orang banyak yang nggak tahu.

Terus udah gitu, saking terlalu happy­-nya, karena itu udah stroke kedua, jadi dia akhirnya stroke ketiga lagi. Jadi langsung collapse masuk rumah sakit. Itu hari terakhir Munas. Terus 10 hari dia dirawat. Dan di situ dia udah mulai ngomong ke aku ‘ini kayaknya papa udah nggak bisa lagi di dunia ini.’

Karena marah dia sakit, terus happy pun, dia jadi sakit gitu. Karena memang stroke itu kan menyerang otak dan saraf. Nggak boleh ada fluktuasi, jadi harus datar aja. Padahal orang politik itu hidupnya nggak ada yang datar ya.

Papa minta kamu langsung masuk partai gitu?

Akhirnya dia ngajak ngomong aku. Dia manggil aku ‘kakak’, kan. ‘Kakak harus lihat papa, kayaknya udah nggak bisa di dunia ini (politik). Berarti, ya kamu harus siap-siap.’ Kan ini papaku itu udah ngajak aku ngomong ini dari aku SD kelas 6. Jadi, karena perempuan emang tua sebelum waktunya, gue itu dibikin lebih tua lagi. Dari kelas 6 SD itu, aku selalu dibilang ‘papa terserah kamu mau berkarier seperti apa.’ Tapi kan dari dulu aku itu memang aktif kan.

Karena ngelihat papa aku aktif, akunya jadi aktif gitu. Ikut organisasi, ikut OSIS, terus waktu di Australia jadi Ketua PPI, aku jadi Ketua PPI Melbourne. Terus pas SMA di Singapura, ikut PPI juga. Jadi yang paling muda di situ, karena biasanya mahasiswa, kan.

Jadi, akhirnya papa aku bilang, ‘kan kamu juga orangnya suka berorganisasi, suka aktivisme. Jadi ya memang sudah siaplah sebenarnya untuk itu. Ini momentum kamu.’ Ya kita sebagai anak, waktu itu aku 25 tahun, aku shock. Kan janjinya nanti, kita kan pengennya berkarier di OJK dulu. Mendalami dunia industri jasa keuangan dulu, baru akhirnya masuk ke legislatif. Bikin undang-undang yang sesuai, iya dong. Maunya gitu, idealnya. Tapi kan dunia nggak ideal.

Jadi, ya udah. Di situ aku menyiapkan diri, minta doa mama. Papa aku juga kondisinya seperti itu. Begitu papaku koma, kan abis itu dia sempat keluar dari rumah sakit. Terus yang pendarahan. Pada Januari 2018 itu, dia koma 20 hari. Dan di situlah kita memutuskan oke resign. Jadi, akhirnya aku resign 2018 dari OJK. Terus papaku kan dirawat di rumah sakit selama enam bulan. Jadi resign-nya itu setelah papaku keluar dari rumah sakit.

Habis itu langsung bikin Kartu Tanda Anggota (KTA) Golkar. Habis itu Pak Airlangga bikin kepengurusan, aku waktu itu dipercaya jadi Ketua Departemen Perempuan di DPP. Terus habis itu ya ikut AMPI, bantu di SOKSI juga, terus ikut Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG). Habis itu kan nyaleg. Pada 2018, aku udah mulai nyaleg kan. Jadi, Oktober 2018 kita mulai masa kampanye yang panjang itu.

Itu langsung ngambil dapil papa atau gimana?

Dapil papaku. Karena kan memang kita orang Purwakarta. Aku selalu mikir, kalau misalnya di situ, orang-orang yang sudah papaku bina dan layani buat lima periode, kalau tiba-tiba ditinggalin kan kasian. Plus ya rumah kita kan di Purwakarta, jadi kalau ada apa-apa kan mereka ke situ. Dan banyak keluarga di sana. Jadi kalau ada yang mau minta tolong, walaupun misalnya aku lagi di Jakarta, mereka pasti datang ke keluargaku dulu. Ada yang minta ini-itu.

Bagaimana hubungan dengan kawan-kawan atau konstituen di dapil?

Waktu aku pertama kali kampanye itu, struktur tim itu 40 persen timnya papa yang lama, 60 persen itu aku cari baru. Kenapa seperti itu? Karena aku merasa harus tetap ada yang sesuai sama misalnya, usia dan juga kebutuhanku pada saat itu. Kalau papa kan, karena dia laki-laki ya, jadi timnya rata-rata kebanyakan laki-laki.

Kalau kita kan harus menyeimbangkan dong. Karena aku percaya, kalau struktur timnya balance, nanti bisa lebih mudah untuk menjangkau komunitas-komunitas di pedesaan. Yang bahkan dulu mungkin belum pernah didatangin sama papaku.

Karena waktu itu jangka waktu kampanye panjang banget, delapan bulan, itu total ada 600-an desalah yang kita kunjungi. Nggak hampir semua, tapi semua desa yang ada di tiga kabupaten itu udah kita kunjungin. Dan di situlah bahwa memang politik kita itu, walaupun media sosial membantu, tapi yang namanya sentuhan, tatap muka, sentuhan langsung, sapaan langsung, itu masih sangat mendominasi. Jadi kalau ada yang bilang, ‘kampanye gampang, ada media sosial.’ Aku bilang, nggak!

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Solusi RK-Suswono Atasi Banjir di Jakarta

JAKARTA – Calon Wakil Gubernur (Wagub) Gubernur Daerah Khusus Jakarta

Dilema Partai Politik Pasca Reformasi

JAKARTA – Partai politik merupakan pilar demokrasi, adalah salah satu