4 months ago
11 mins read

Puteri Komarudin: Konsistensi Sang Wakil Rakyat

Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar, Puteri Anetta Komarudin. (Foto: Totalpolitik.com)

JAKARTA – Di tengah banyaknya Anggota DPR yang tak terpilih lagi dalam Pileg 2024 ini, Puteri Komarudin malah berhasil terpilih kembali dengan perolehan suara yang jauh lebih banyak ketimbang Pileg 2019.

Menurut Puteri, salah satu resep keberhasilannya menembus Gedung Senayan untuk periode kedua ini cuma satu kata; konsistensi.

“Aku itu nggak pernah nggak ke dapil. Sejak dilantik pada 2019, aku tetap menyapa masyarakat. Mendengar suara langsung dari mereka. Karena mereka pengen ditemuin juga, di-wongke (dimanusiakan),” tuturnya.

Puteri merasa perlu menyapa masyarakat secara terus-menerus karena mereka telah memercayakan suara padanya. “Selama lima tahun, sampai tahun ini, aku secara konsisten selalu kembali ke dapil,” tegasnya.

Bahkan saat tengah hamil besar, ia juga tetap rajin turun ke masyarakat. Demi menyerap aspirasi mereka. Apalagi di masa reses, intensitas kunjungan Puteri justru makin meningkat. “Satu hari sebelum melahirkan saja, aku masih ada di situ (dapil),” tuturnya.

Ikuti lanjutan obrolan dengan Puteri Komarudin berikut ini:

Menjadi politikus itu, apakah cita-citamu sendiri atau ada dorongan dari orang tua?

Kalau aku sih, karena dari kecil ngelihat orang tua ya sebenarnya. Kalau anak itu kan melihat dunia pertama dari orang tuanya. Karena dari kecil di-expose-nya sama dunia politik, ya kita jadi pahamnya dunia politik. Mungkin kalau aku anak dokter, aku juga maunya jadi dokter. Atau kalau ayahku businessman, aku jugapengennya jadi businessman, kan. Cuman karena ngelihat ayahku dari dulu bergelut di dunia politik, jadi ya terinspirasilah.

Bagaimana beliau bisa menebar kebaikan di mana-mana, dengan posisinya sebagai seorang wakil rakyat. Iya, lima periode. Berarti kan warga terus memberikan kepercayaan dan amanahnya kepada Beliau. Sampai akhirnya beliau pensiun karena sakit, kan. Dan aku jadi saksi matalah, bagaimana ayahku merintis karier. Dari dia bukan siapa-siapa, nggak punya latar belakang keluarga politik sama sekali, tapi bisa jadi salah satu pimpinan tertinggi di institusi ini.

Dan di situ juga aku banyak belajarlah. Bahwa memang di partaiku aku bisa ngomong ini, karena aku orang Golkar. Ternyata kesempatan buat semua orang itu ada. Mau dia bukan anak siapa-siapa, mau dia punya latar belakang keluarga politik, kalau memang dia punya kemampuannya, dan memang getol menekuni di situ, dan memang konsisten bekerja, semua bisa menjadi pemimpin di situ.

Jadi kamu ingin membuktikan diri gitu?

Dan itulah yang sebenarnya pengen aku buktiin di sini. Karena ayahku laki-laki, kan agak susah, compared(dibandingin) sama aku. Aku kan perempuan. Kita lihatlah kalau perempuan di Golkar ya Kak Meutia (Meutya Hafid) bisa jadi Ketua Komisi, Mbak Nurul (Nurul Arifin) bisa jadi Wakil Ketua Umum, Bu Hetifah (Hetifah Sjaifudian) Wakil Ketua Umum dan Wakil Ketua Komisi X.

Jadi, ketika mereka memang punya kemampuan, pengetahuan, dan network yang dibutuhkan buat posisi tersebut, partai tidak segan-segan memercayai mereka dengan itu. Jadi, ada harapanlah di sini. Di mana aku sebagai perempuan, yang usianya masih muda, pasti kita kalau terjun di dunia tertentu, mau ada career progression-nya dong.

Jadi, aku berpikir, mungkin memang kalau mengabdi di sini, ya selain untuk mengabdikan diri ke masyarakat, ada juga kesempatan untuk aktualisasi diri gitu. Meningkatkan kemampuan kita sebagai seorang politisi.

Kamu merasa nggak kalau pengaruh nama besar Bapak yang mempermudah jalanmu ke sini?

Kalau nama besar sih, ya alhamdulilah karena beliau hubungannya baik sama banyak orang. Jadi aku merasa keuntungan paling besar jadi anak seorang Ade Komarudin adalah karena dia punya banyak teman yang hubungannya mostly baik sama orang-orang tersebut.

Jadi ketika aku masuk ke sini, aku tidak susah karena sudah banyak yang familiar. Karena ayahku juga dari dulu suka ngajak aku ke acara-acara politik, acara partai. Sering ngajak ke DPR, sering ngajak ke dapil. Jadi orang-orang yang sekarang jadi kolegaku, itu om-om dan tante-tante yang dari dulu aku temuin, sejak SD atau TK gitu.

Jadi untuk menyesuaikan sama dunia ini, aku relatif cepat mungkin, dibanding teman-teman yang baru banget terjun ke dunia ini. Karena ya syukur alhamdulilah, punya ayah yang hubungannya baik sama banyak orang. Dan yang paling penting sebenarnya, nama besar itu kan selalu membuat orang ekspektasi ke kita itu besar.

Iya, dong. ‘Kok lu payah, kan lu anaknya Akom’, misalnya. Karena standarnya kita punya bapak yang mantan Ketua DPR, lima periode. Terus pernah maju Ketua Umum Golkar pula. Itu kan standar yang tinggi banget.

Dan usiamu sangat muda waktu jadi anggota dewan?

Aku jadi anggota DPR waktu itu usia 26 tahun. Itu selalu jadi cambuk buat aku supaya usaha lebih keras aja. Kalau orang-orang ada yang menyepelekan, ya menurut aku wajar, karena ayahku yang mereka lihat. Itu ayahku produk lima periode, yang sudah berkecimpung di dunia politik dari dia masih mahasiswa.

Sementara, aku ini orang dari generasi yang berbeda, dengan latar belakang pendidikan yang berbeda, pengalaman yang berbeda. Dan tentu punya cara pandang tersendiri. Dan apa yang ingin kulakukan kan pasti bedalah sama apa yang ingin ayahku lakukan. Walaupun sama-sama ingin melayani.

Jadi aku selalu bilang ke orang, kalau kalian ngelihat aku, ya jangan ngelihat bapakku. Bapakku kebetulan sudah pensiun, aku punya warna sendiri. Tapi karena nama ini, ya aku punya tanggung jawab yang besar. Supaya ayahku nggak malulah.

Menurutmu, barrier to entry ke politik itu lebih sulit zaman dulu atau sekarang?

Menurutku sih, barrier to entry-nya sama aja ya. Maksudnya gimana ya, kalau di partai, ini aku ngomong di partai aku ya, yang aku tahulah. Kalau partai lain nggak tahu. Kalau di partai aku, ini kan ada yang pengusaha, aktivis, ada yang memang latar belakang keluarga politik, jadi melting pot-kan.

Jadi, barrier to entry-nya sebenarnya kalau mau masuk, ya tinggal masuk gitu. Tapi ketahanan orang itu untuk berada di situ, itu yang kadang-kadang sering jadi challenge juga. Jadi tantangan buat kita, terutama anak-anak muda.

Jadi begitu ngelihat ‘aduh karier gue going nowhere’ gitu, ‘gue balik ke dunia usaha ah’. Banyak juga yang kayak gitu. Atau misalnya, ya kita lihatlah banyak orang-orang hebat, nyaleg beberapa kali, baru akhirnya jadi.

Sebut saja, ya Pak Bamsoet (Ketua MPR Bambang Soesatyo). Pak Bamsoet kan juga beberapa kali baru akhirnya jadi. Bang Doli (Ahmad Doli Kurnia) juga. Tapi kan kita lihat, begitu mereka masuk, mereka sudah mateng. Mereka langsung jadi tokoh-tokoh yang besar.

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Solusi RK-Suswono Atasi Banjir di Jakarta

JAKARTA – Calon Wakil Gubernur (Wagub) Gubernur Daerah Khusus Jakarta

Dilema Partai Politik Pasca Reformasi

JAKARTA – Partai politik merupakan pilar demokrasi, adalah salah satu