1 year ago
2 mins read

‘Presiden Harus Stop Sistem Rebutan Bangku Sekolah’

Ilustrasi anak sekolah. (Foto: Antara)

JAKARTA – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) memprotes Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024 yang baru saja dimulai.

Mereka menyoroti kurangnya bangku sekolah yang mengakibatkan calon-calon peserta didik harus berebutan untuk masuk ke sekolah.

“Sudah tahu, bangku yang disediakan memang kurang, tapi orang tua diminta untuk rebutan. Maka, terjadilah transaksi yang,bernama jual-beli kursi, obral sertifikat prestasi, manipulasi KK (Kartu Keluarga), dan juga surat keterangan tidak mampu abal-abal,” kata Koordinator Nasional (Kornas) JPPI, Ubaid Matraji. dalam siaran pers, Kamis (6 Juni 2024).

Menurut JPPI, proses perebutan bangku sekolah dalam PPDB 2024 tidak berkeadilan. Selain itu, JPPI juga menemukan banyak masalah lainnya.

Hingga kini, sudah ada Ketua Panitia PPDB yang mengundurkan diri, pengumuman kelulusan yang diundur, kerusakan sistem yang terjadi selama berhari-hari, dan lain-lain.

JPPI juga mengkritik permintaan Ketua Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta, Iman Satria, untuk menambah kuota afirmasi sebanyak 50 persen. Menurut Ubaid, hal itu tidak menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada.

“Tentu saja tidak. Soal penambahan kuota afirmasi ini permintaan yang sangat aneh. Buat apa nambah kuota afirmasi? Kebijakan ini tidak manusiawi. Anak-anak dari keluarga tidak mampu, apalagi yang disabilitas, mereka dipaksa harus tetap ikut rebutan kursi di sekolah negeri?” sambungnya.

Tata cara mengikuti PPDB 2024 ini juga disorot oleh JPPI sebagai proses yang ruwet.

“Memahami juknis (petunjuk teknis) PPDB saja mereka masih kebingungan, apalagi disuruh isi aplikasi online yang servernya sering error. Pasti akan menambah keruwetan baru,” lanjut Ubaid.

JPPI menilai Pemerintah Daerah (Pemda) Jakarta seharusnya memikirkan, memastikan, dan membuat sistem yang bisa menjamin kalau semua anak di Jakarta mendapatkan kursi di sekolah.

Mirisnya, data dari Dinas Pendidikan Jakarta 2024 menunjukkan daya tampung Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Jakarta hanya sebesar 47 persen. Dan daya tampung Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMP/SMK) hanya 35 persen.

Sehingga, JPPI meramal sebanyak 80.071 anak di jenjang SMP dan 90.152 anak di SMA/SMK dipastikan tidak lulus PPDB 2024 di Jakarta.

Sementara itu, PPDB bersama swasta hanya menyediakan sebanyak 8.426 kursi untuk anak-anak di Jakarta.

“Artinya, sistem PPDB berasma ala Pemprov Jakarta ini hanya mampu menampung sekitar 4 persen dari total kebutuhan. Dengan begitu, sistem ini ternyata gagal menciptakan keadilan, sebab berpotensi akan menelantarkan sejumlah 161.797 anak Jakarta, karena dia terlempar dari sistem rebutan kursi,” kata Ubaid.

Pendidikan bebas biaya

Ubaid juga menyorot soal usulan memperbaiki sistem Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang dianggap masih belum tepat sasaran.

“Menurut saya, ini usaha yang sia-sia dan buang-buang anggaran saja, atau jangan-jangan ada muatan politis untuk bagi-bagi KJP jalur afirmasi jatah dewan di Dapil (Daerah Pemilihan). Jangan sampai itu terjadi,” lanjutnya.

Ia menerangkan kalau Rp 4 triliun yang dialokasikan untuk KJP sebenarnya bisa digunakan untuk mewujudkan pendidikan bebas biaya di Jakarta

“Berarti, dengan jumlah angka 4 triliun itu, menurut perhitungan JPPI, sudah sangat cukup untuk membiayai pendidikan bebas biaya, di semua jenjang, baik negeri maupun swasta di Jakarta,” sambungnya.

Menurut Ubaid, pemerintah harus memperbaiki akses terhadap pendidikan terlebih dahulu. Baru setelah itu, mereka bisa fokus meningkatkan kualitasnya.

“Jika masalah akses ini sudah tuntas, maka pengembangan kualitas bisa jadi lebih fokus dan lebih bisa dimaksimalkan. Jangan seperti saat ini, katanya pemerintah fokus ke kualitas, tapi nyatanya belum ada peningkatan, malah kedodoran soal akses yang tidak berkeadilan,” ujarnya.

Demikian, JPPI menuntut dan mendesak kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi X untuk menghentikan sistem PPDB itu yang pelaksanaannya dianggap tidak berkeadilan.

“Sistem pendidikan kita harus tegak lurus mengikuti UUD 45 (pasal 31) dan juga UU Sisdiknas (pasal 34), yaitu pendidikan adalah hak semua warga negara, yang artinya untuk mengaksesnya tidak boleh ada sistem kompetisi, dan juga pemerintah wajib menanggung pembiayaannya,” tandas Ubaid.* (Bayu Muhammad)

Baca juga:

JPPI: Pembatalan Kenaikan UKT Kuliah Tidak Cukup

JPPI: Kembalikan Pendidikan Sebagai ‘Public Goods’

JPPI Kritik Kenaikan Ongkos Kuliah

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

JPPI Kritik Program Makan Gratis untuk Anak Sekolah

JAKARTA – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengkritik kebijakan makan

JPPI: Penyediaan Alat Kontrasepsi di Sekolah Merusak Anak

JAKARTA – Pasal penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88