9 months ago
1 min read

JPPI: Kembalikan Pendidikan sebagai ‘Public Goods’

Ilustrasi anak putus sekolah. (Foto: Web)

JAKARTA – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menuntut agar pemerintah kembali melihat pendidikan sebagai public goods, alih-alih kebutuhan tersier masyarakat.

Koordinator Nasional (Kornas) JPPI, Ubaid Matraji, menilai pernyataan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Tjitjik Tjahjandarie, baru-baru ini bisa melukai perasaan masyarakat dan mengecilkan mimpi anak-anak bangsa untuk kuliah.

Dengan tegas, Tjitjik mengatakan pendidikan tinggi (PT) merupakan kebutuhan tersier bagi masyarakat.

Jika PT ditempatkan sebagai kebutuhan tersier, Ubaid menanyakan bagaimana selama ini peran pemerintah dalam memenuhi pembiayaan pendidikan dasar dan menengah yang masih dianggap primer.

Menurut Ubaid, kemampuan orang-orang untuk membayar biaya sekolah merupakan faktor utama penyebab anak tidak sekolah (ATS) di Indonesia.

Hingga kini, ATS ditemukan di semua jenjang pendidikan. Mulai dari SD (0.67%), SMP (6,93%), dan SMA/SMK (21,61%). Totalnya ada sebanyak tiga juta lebih ATS yang ada di Indonesia.

Mirisnya, kenyataan bahwa pendidikan masih harus dibayar sekarang bertolak belakang dengan Amanah pendidikan bebas biaya di Pasal 31 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Pasal 34 di UU Sisdiknas.

Kemudian, data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2023 menunjukkan hanya sebanyak 10,15% penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas yang sudah menamatkan pendidikan sampai jenjang PT.

Oleh karena itu, JPPI meminta pemerintah untuk mengembalikan posisi pendidikan kita sebagai public good dan menolak komersialisasi di PT, khususnya di lembaga PT yang berkedudukan sebagai PTNBH.

Menurut JPPI, pemerintah memiliki tugas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut diamanatkan oleh UUD 1945.

Setiap warga negara harus mendapatkan kesempatan yang sama (non-excludability) dan tidak berkompetisi (non-rivalry) untuk mendapatkan pendidikan.

Lebih lanjut, JPPI meminta agar Kemendikbudristek mencabut Permendikbudristek No. 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi yang selama ini dijadikan landasan kampus untuk menentukan besaran tarif UKT.

UKT yang menjadi biaya kuliah sedang menjadi polemik belakangan ini karena ditemukan meningkat di kampus-kampus seantero Indonesia.* (Bayu Muhammad)

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Kemana Arah Pendidikan Tinggi di Tengah Ancaman Neo Otoritarianisme?

“Jadi semua tergantung dari pimpinan perguruan tingginya. Kami berikan pada

JPPI Kritik Program Makan Gratis untuk Anak Sekolah

JAKARTA – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengkritik kebijakan makan