4 months ago
8 mins read

Puteri Komarudin: Lakon Politikus Muda

Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar, Puteri Anetta Komarudin. (Foto: Totalpolitik.com)

JAKARTA – Politikus muda nan gigih. Sebutan ini layak disematkan pada Puteri Anetta Komarudin atau biasa disapa Puteri Komarudin.  

Anggota Komisi XI DPR RI ini kembali terpilih sebagai wakil rakyat mewakili daerah pemilihan (Dapil) Jawa Barat VII (Kabupaten Bekasi, Karawang dan Purwakarta) dengan raihan 142.046 suara pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2024.

Pada Pileg 2019 silam, di dapil yang sama, Puteri meraup angka 70.164. Dengan begitu, pada Pileg 2024 terjadi lonjakan suara yang diraih Puteri hingga 50 persen lebih, atau sebesar 71.862 suara.

Hal ini menandakan bahwa konstituen di dapilnya menaruh kepercayaan yang sangat tinggi padanya untuk kembali mengemban amanah sebagai wakil rakyat. “Tiap ada waktu, aku pasti ke dapil. Hampir seluruh desa di dapilku telah kudatangi,” tuturnya kala ditanya apa rahasianya hingga kembali terpilih sebagai Anggota DPR RI.  

Bagi Puteri, menjaga dan merawat hubungan dengan rakyat merupakan salah satu cara agar mereka tetap memberikan kepercayaan. Selain itu, ia juga kerap membagi hasil capaian-capaian kerjanya selama menjadi Anggota Dewan melalui sejumlah akun media sosialnya.

Putri sulung politikus kawakan Partai Golkar, Ade Komarudin (Akom) ini, lahir di Kota Bandung pada 1993. Ia termasuk dalam jajaran politikus muda yang berhasil jadi anggota DPR pada 2019. Usianya saat itu baru menginjak 26 tahun. Sejak itu pula, Puteri duduk di Komisi XI DPR RI.

Menjabat sebagai Anggota Komisi XI DPR RI, Puteri membawahi bidang keuangan, perbankan, dan perencanaan pembangunan nasional. Ia memperjuangkan aspirasi masyarakat dalam penyusunan dan perumusan sejumlah undang-undang.

Di antaranya Undang-Undang Bea Meterai, Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), serta Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).

Berikut wawancara Totalpolitik.com dengan Puteri Komarudin yang juga karib disapa Putkom di ruang kerjanya yang sederhana, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.

Bisa diceritakan apa tugas-tugas Anda di Komisi XI?

Komisi XI itu komisi yang membidangi keuangan dan perencanaan pembangunan nasional. Makanya, mitra-mitra kita adalah kementerian/lembaga yang bergerak di bidang keuangan. Sebut saja Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), atau Bappenas.

Terus ada juga Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan Pemerintah (BPKP), dan Badan Pusat Statistik (BPS). Lalu ada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan perbankan, seperti Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Mandiri. Itu mitra kita juga.

Dan tugas kita di situ sebenarnya khusus untuk mengawasi bagaimana kebijakan keuangan keuangan pemerintah, moneter, dan fiskalnya itu memang sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan oleh terutama industri dan juga dunia usaha. Makanya kita juga bermitra sama bank-bank pemerintah supaya kita bisa melihat kebijakan seperti kurs itu sudah sesuai belum dengan kebutuhan dunia usaha sekarang. Dan apakah pendalaman pasar keuangan kita sudah sesuai dengan kondisi moneter dan fiskal kita. Dan apakah bisa mendorong supaya pertumbuhan ekonomi kita sesuai dengan target pemerintah.

Kalau kemarin kan kita ada di level lima persen tetap ya. Lima lewatlah kalau nggak salah. Jadi, dengan kondisi geopolitik yang lagi nggak stabil, kita juga habis pemilu, tapi alhamdulilah kondisi pertumbuhan ekonomi kita sesuai dengan ekspektasi. Makanya hal ini juga sangat penting sebenarnya, supaya kita di Komisi XI ini tetap berperan penting, dalam ikhtiar kita di pemerintah untuk menjaga kestabilan pertumbuhan ekonomi ini. Apalagi di masa transisi pemerintah. Itu tugas-tugas kami untuk tahun ini (2024).

Sejak awal Anda memang memilih untuk duduk di Komisi itu?

Dari tahun 2019, saya pertama dilantik jadi Anggota Komisi XI itu, pekerjaan rumah (PR) yang waktu itu saya tekuni sebenarnya janji kampanye. Jadi waktu berkampanye, kampanyenya panjang hingga delapan bulan. Waktu itu 2018 sampai 2019. Nggak enak justru, karena kepanjangan waktunya. Habis tenaga, habis segala-galanya. Ngos-ngosan. Kalau kemarin (Pemilu 2019) kan efektif, tiga bulan atau 90 hari. Masa kampanye 90 hari, jadi kita lebih fokus.

Nah, pas sebelum jadi caleg itu kan saya kerja di OJK. Di OJK waktu itu jadi pengawas bank. Saat jadi pengawas bank itu sering mengaudit bank-bank asing, karena waktu itu ditugaskannya di bank asing. Saya melihat kebutuhan kita di Indonesia itu bukan hanya dari berapa banyak produk keuangan atau inovasi yang kita punya, tapi berapa besar pengetahuan warga terkait dengan produk keuangan yang mereka akuisisi. Atau yang mereka beli di perbankan, pasar modal atau di asuransi. Karena memang ketidaktahuan ini yang akhirnya membuat masyarakat merasa dirugikan oleh sektor industri jasa keuangan.

Jadi kalau kita lihat, dari dulu permasalahan kita selalu ada orang-orang yang ‘pintar’, yang lebih paham soal literasi keuangan, berhasil memanfaatkan ketidaktahuan warga ini untuk kepentingan mereka. Makanya ada rentenir, ada bank keliling (Banke) itu. Karena mereka tahu bahwa warga tidak mudah untuk mengakses kredit dari bank. Baik itu bank pemerintah ataupun bank swasta, dengan segala agunan dan persyaratannya.

Makanya Banke ini akhirnya merajalela, terutama di daerah pemilihan saya, di Jawa Barat. Di Kabupaten Bekasi, Karawang, dan Purwakarta. Ya karena kebutuhan keuangannya besar, sementara mereka tidak bisa dengan mudah mengakses produk pinjaman di bank yang konvensional. Jadi kalau di sana namanya bank ‘Emok’. Itu permasalahan pertama.

Terus sekarang ada Bank Emok online, yaitu pinjol (pinjaman online). Pinjol kan juga sebenarnya rentenir, dipindahin ke pinjol yang ilegal. Jadi yang ilegal ini sekarang ya sudah sama seperti Bank Emok ilegal. Dia pinjol ilegal yang sekarang mengambil banyak untung dari masyarakat juga. Menimbulkan banyak konflik sosial. Sama seperti si rentenir itu. Kalau rentenir sampai bikin orang cerai di berbagai perkampungan, nah kalau pinjol sudah ada yang sampai depresi dan bunuh diri.

Kita tahu, waktu pandemi Covid, kita sebagai sesama warga Indonesia sedih dan prihatin. Kok bisa gitu mereka ada tukang ojek sampai harus bunuh diri, karena dikejar-kejar oleh pinjol ilegal itu. Makanya, akhirnya yang menjadi PR pertama saya waktu jadi Anggota Komisi XI itu adalah bagaimana saya bisa membantu memberikan solusi terhadap permasalahan ini.

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Solusi RK-Suswono Atasi Banjir di Jakarta

JAKARTA – Calon Wakil Gubernur (Wagub) Gubernur Daerah Khusus Jakarta

Dilema Partai Politik Pasca Reformasi

JAKARTA – Partai politik merupakan pilar demokrasi, adalah salah satu