1 year ago
2 mins read

Perdebatan Petinggi Masyumi dengan Musso

Musso (kiri) dan Amir Sjarifoeddin. (Foto: Web)

JAKARTA – Pada 8 September 1948 pagi hari, beberapa saat sebelum Peristiwa Madiun pecah, Petinggi Partai Masyumi, Abu Hanifah, mendapatkan telepon dari Amir Sjarifoeddin. Ia diajak oleh Amir untuk makan bersama keluarganya siang itu.

Abu dan Amir merupakan teman lama. Mereka sudah kenal satu sama lain, dan bahkan menjadi teman dekat sejak sebelum kemerdekaan, ketika masih jadi pelajar di Jakarta.

Hanya saja, mereka berbeda jalur politik ketika dewasa. Abu memilih gabung dengan Partai Masyumi yang beraliran politik Islam. Sementara itu, Amir dengan Partai Sosialisnya yang beraliran kiri.

Sebetulnya tidak ada masalah dengan ajakan Amir kepada Abu itu sendiri. Terlebih, mereka adalah teman, atau bahkan sahabat lama.

Memang seperti yang diceritakan di buku Manusia dalam Kemelut Sejarah, Abu sempat memiliki keraguan tersendiri untuk menerima ajakan Amir. Tapi keraguan itu lebih bersifat politis daripada pribadi.

“Ia minta saya makan siang di rumahnya, sebab Zainab, isterinya akan memasak rendang dan gulai kambing. Saya menyatakan, bahwa penjaganya anak-anak Pesindo mungkin, akan menghalang-halangi, dan bagaimana pendapat masyarakat nanti. amir pentolan FDR, dan saya waktu itu boleh dikatakan juru bicara Masjumi dan anggota pimpinan pusat Masjumi,” tulis Abu.

Akan tetapi, pertemuan dengan Amir di siang harinya ternyata menyimpan kejutan tersendiri, ketika Abu menemukan pentolan komunis yang baru pulang ke tanah air, Musso juga hadir.

Saat itu, Abu menyadari bahwa undangan Amir ternyata hendak mempertemukannya dengan Musso yang juga baru diangkat menjadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKI.

Berdebat dengan Musso

Mau tidak mau, Abu harus berbicara dengan Musso. Dan tidak lama timbul perdebatan mengenai banyak hal. Mulai dari ideologi sampai penjelajahan luar angkasa, semua menjadi topik pembahasan hari itu.

“Dialog kami yang tidak disertai Amir, berkisar dari Sosialisme ke Marxisme, ke Historis-Materialisme ke Manifesto Komunis, Leninisme, dan Stalinisme,” sambung Abu.

Dengan Musso, ia berdebat mengenai apakah Stalinisme merupakan bentuk kapitalisme negara atau bukan. Musso berusaha untuk mengatakan tidak. “Menurut Musso, yang sebenarnya dikerjakan Stalin, katanya adalah membina sosialisme,” ujar Abu.

Selain itu, relasi antara komunisme dengan agama juga menjadi pokok pertentangan antara Abu dan Musso waktu itu.

Bagi Abu, komunisme dengan turunan-turunannya, seperti Leninisme dan Stalinisme bertentangan dengan pendiriannya sebagai seorang Muslim yang percaya terhadap ‘Tuhan Yang Maha Kuasa’.

Tapi bukan berarti Abu bertentangan sepenuhnya dengan paham-paham kiri. Mengamini klasifikasi George McTurnan Kahin, Abu menganggap dirinya seorang sosialis, tetapi sosialis religious.”

“Muso tertawa keras. Ia menyatakan pendapat saya itu telah kuno, sebab termasuk utopis-sosialisme,” ingat Abu akan sanggahan Musso terhadap pengakuannya.

Kala waktu makan tiba, Musso mengklaim tidak banyak perbedaan antara dirinya yang komunis beraliran Stalinisme dengan Abu yang ‘sosialis religious’ itu.

“Kita bersama-sama bersedia mengabdi kepada rakyat, sedangkan kaum borjuis dan kapitalis mengisap rakyat,” kata Musso.

“Tetapi dasar dari pengabdian itu harus berdasarkan satu moral, dan moral itu bagi saya adalah keyakinan kepada adanya Tuhan Yang Maha Kuasa,” balas Abu.

Malahan, Musso seakan-akan bercanda dengan keyakinan Abu dengan berkata, “Di Rusia kami sedang mempersiapkan satu kapal terbang yang akan memeriksa langit hijau. Nanti kita lihat apakah Tuhan itu ada atau tidak.”

Abu baru menyadari kalau benda aneh yang disebut oleh Musso itu adalah pesawat luar angkasa Sputnik buatan Soviet yang diluncurkan nantinya.* (Bayu Muhammad)

Baca juga:

Kelahiran Masyumi Hingga Digocek Saat Pemilu 1955

PNI Galang Kekuatan Agamis dan Komunis Melawan Masyumi

Menang Pemilu 1955, PNI Dituding Main Curang

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Kisah M Natsir Berkonflik dengan PKI tapi Bersahabat dengan Aidit

JAKARTA – Kisah Mohammad Natsir dan DN. Aidit merupakan salah

Penjelasan Sukarno tentang Peristiwa Gerakan 30 September

JAKARTA – Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) merupakan kejadian yang
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88