Karena bagi saya, genetika persatuan itu genetikanya pemimpin Indonesia. Contohnya, Bung Karno dengan Buya Hamka itu berselisih luar biasa. Itu simbolisasi perselisihan PNI dan Masyumi. Bahkan, Buya Hamka itu dipenjarakan oleh Sukarno, sama dengan Pak Natsir. Tapi Anda perhatikan, yang menyalatkan Bung Karno dan diminta oleh Bung Karno itu Buya Hamka.
Pun demikian perselisihan secara politik antara Bung Karno dengan Pak Natsir. Bahkan, Buya Hamka misalnya dengan sebagai sastrawan bersama dengan Pram. Itu luar biasa. Kemudian anaknya Pram, menantunya Pram justru diislamkan oleh Buya Hamka. Artinya apa? genetika kepemimpinan kita itu bisa ‘berselisih’ sekeras apapun, tapi kemudian mereka bisa bersatu untuk kepentingan-kepentingan yang besar.
Itulah kemudian, Pak Prabowo sebenarnya berulang kali dalam diskusi-diskusi terbatas menyebutkan kita bisa kompak, bisa ada Presidential Club segala macam. Di Amerika kan ada Presidential Club istilahnya. Nelson Mandela itu mendirikan The Elders. Kemudian di Spanyol juga ada nama yang khas. Beberapa negara ada. Itu tempat para mantan presiden. Dia bukan wadah. Ada yang membandingkan dengan Wantimpres, itu bukan perbandingan karena ini bukan lembaga.
Ini sama misalnya dengan wartawan-wartawan Total Politik bikin WA group ‘Total Politik’. Bukan lembaga yang diinstitusionalisasikan. Nggak ada wadahnya. Nggak ada yang digaji juga. Nggak ada. Ini cuma analogi saya, misalnya kita pria-pria ganteng kumpullah, yang nggak ganteng Anda nggak ikut. Itu analogi saja. Sama dengan di Amerika dan The Elders misalnya, mereka bukan di wajah formal.
Jadi memang beda dengan Wantimpres?
Makanya ada yang membandingkan dengan Wantimpres, itu berbeda. Ini bukan institusi formal yang harus ada. Ini istilah keguyuban, istilah silaturahim. Kemudian saya menggunakan di media istilah Presidential Club. Tapi merujuk tadi, Presidential Club-nya media. Kemudian, dikutip oleh media secara masif. Itu penjelasan saya di TV. Penjelasan awalnya itu penjelasan tentang silaturahim.
Dan Pak Prabowo memang berulang kali di setiap momentum menyebutkan itu, ‘keguyuban’ itu kunci beliau ingin bersilaturahim dengan semua mantan presiden. Ditambah lagi, Pak Prabowo salah satu visinya keberlanjutan.
Artinya, keberlanjutan itu adalah keberlanjutan nilai-nilai kepemimpinan dan program. Agenda pembangunan yang sudah dilakukan oleh Pak Jokowi yang baik-baik tentu. Kemudian, yang sudah dilakukan oleh Pak SBY, yang sudah dilakukan oleh Ibu Megawati, dan pemimpin-pemimpin sebelumnya.
Kan yang sekarang masih berada dengan kita itu kan tiga, Presiden ke-5 Ibu Megawati, ke-6 Pak SBY, ke-7 Pak Jokowi. Artinya, Pak Prabowo ingin mendengar dari mereka, sharing dari mereka. Dan itu adalah sangat berbeda, tokoh bangsa seperti beliau-beliau ini yang sudah menjadi presiden dengan yang tidak. Itu kan pengalamannya luar biasa. Makanya, Pak Prabowo ingat-ingat mereka. Supaya apa? Kan selama ini yang terjadi istilahnya itu adalah cancel culture.
Cancel culture itu berganti presiden, berganti juga kebijakan dan model kebijakannya. Berganti presiden, kebijakan sebelumnya dinegasikan dan dinolkan. Nah, itu yang nggak kita inginkan. Itu yang ingin dipotong oleh Pak Prabowo. Tidak ada cancel culture, yang ada adalah keberlanjutan.
Jadi tidak dari nol lagi kayak Pertamina kalau ngisi bensin dari nol. Program-program baik Pak Jokowi kan sudah jalan, ya dilanjutkan. Program-program baik yang sudah dilakukan oleh Pak SBY jangan dinolkan, tapi dilanjutkan yang baik. Itu yang ingin dilakukan oleh Pak Prabowo. Beliau ingin meniadakan cancel culture tadi.
Tapi mungkin kendalanya hanya di satu orang itu saja ya?
Nah, ini uniknya Pak Prabowo. Beliau itu kan seringkali melakukan mission of impossible. Orang ngomong‘nggak mungkin Pak Prabowo menang lagi, sudah tiga kali atau empat kali kali’, Pak Prabowo menang itu. Dulu Pak Prabowo masuk kabinet, ‘ini pasti habis dia, ‘nggak akan dipercaya oleh publik’, Pak Prabowo dipercaya oleh publik tuh.
Dan coba Anda perhatikan, sekarang semua jenderal pensiunan yang paling bermusuhan sama Pak Prabowo bahkan memfitnah Pak Prabowo, yang tadinya berseberangan itu, bisa bersama. Saya pun berkeyakinan demikian dalam konteks presiden-presiden kita. Saya berkeyakinan ini cuma soal waktu saja. Dan pesan pentingnya adalah ini bisa menjadi pesan persatuan, keberlanjutan pembangunan kita, dan segala macam.
Bagaimana komunikasi beliau dengan Ibu Megawati?
Baik. Jadi, komunikasinya dengan Ibu Megawati baik sekali. Dan teman-teman PDI-P kan nggak menyudutkan. Nggak ada masalah komunikasi antara Pak Prabowo dengan Ibu Megawati. Walaupun orang bilang itu nggak mungkin segala macam, saya yakin itu bisa terjadi dengan upaya Pak Prabowo. (bersambung)