2 years ago
7 mins read

Dahnil A Simanjuntak (1): Jubir Tiga Peran

Juru Bicara Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak. (Foto: Totalpolitik.com)

Seperti apa seorang Dahnil melihat sosok Prabowo?

Saya ini termasuk seorang yang dulu punya perspektif, ya Pak Prabowo itu militer. Militer kemudian digambarkan, distigmatisasi temperamen, segala macam. Lalu ternyata, ketika saya dekat dan menjadi bagian dari perjuangan politik Pak Prabowo, stigmatisasi itu rubuh semuanya.

Pertama, Pak Prabowo adalah tipologi perwira atau militer yang intelektual. Beliau orangnya terbuka, suka diskusi. Dan beliau pembaca buku, apalagi buku-buku sejarah. Pak Prabowo itu bacaannya buku-buku sejarah. Bacaannya itu buku-buku yang berbahasa internasional segala macam. Sehingga pengetahuannya luas sekali. Pemahaman sejarah beliau itu luas sekali.

Jadi, kalau berdiskusi dengan Pak Prabowo itu kita pasti dapat insight baru. Kita pasti dapat perspektif visioner, tapi basisnya itu kadang-kadang historic. Jadi sesuatu yang visioner, tapi dia berbasis data historic. Karena kan sejarah itu deja vu kadang-kadang, pengulangan segala macam. Nah, Pak Prabowo itu pembaca sejarah, sejarah politik, sejarah agama, sejarah peradabanlah. Dalam diskusi itu menarik. Ketika saya jadi juru bicara, terus terang saya lebih banyak belajar dari Pak Prabowo.

Yang disebut Pak Prabowo temperamen, nggak ada. Kalau Pak Prabowo tegas, iya. Pak Prabowo untuk beberapa hal, dia nggak akan berkompromi. Tapi untuk hal-hal lain yang menurut beliau memiliki ruang kompromis yang luar biasa, itu pasti kompromis sekali. Ada hal yang tidak kompromis, misalnya terkait ke-Indonesiaan.

NKRI, itu nggak akan kompromis. Kemudian, terkait Pancasila, itu nggak akan kompromis dan sebagainya. Agenda afirmasi terhadap orang miskin, itu beliau nggak akan kompromis. Terkait pendidikan, beliau nggakakan kompromis. Soal pertahanan, beliau nggak akan kompromis. Tapi hal-hal yang lain yang bisa dikompromikan, beliau sangat cair, humoris.

Beliau sosok yang humoris. Pak Prabowo ini salah seorang tokoh yang pintar impersonate (bisa menirukan orang lain), bisa menirukan pidato seseorang. Ini jarang diketahui dan tidak diketahui publik. Tapi, Beliau sungkan saja menunjukkan itu. Misalnya kan orang melihat, Pak Prabowo joget segala macam.

Sebenarnya, Pak Prabowo memang sudah joget sejak 2019. Joget poco itu memang karakteristiknya. Kalau gembira beliau joget. Impersonate itu yang jarang (ditunjukkan). Kami-kami pernah (melihat) beliau bisa impersonate pidato orang India. Misalnya gini, pidato dengan Bahasa Inggris India, beliau bisa menirukan logatnya. Kemudian, pidato dengan Bahasa Inggris British dan Bahasa Inggris Amerika, beliau bisa. Beliau juga bisa impersonate Pak Habibie. Impersonate Pak Harto juga bisa.

Pak Prabowo kan suka bercanda. Kalau lagi ingat pesan Pak Habibie misalnya, almarhum Pak Habibie pesan sesuatu. Dia bisa meng-impersonate-kan Pak Habibie. Itu yang jarang dimunculkan. Mungkin suatu hari nanti beliau bisa memunculkan di depan publik. Tapi di depan kami, kalau lagi berdiskusi, beliau jago itu impersonate.

Sebagai jubir, apakah Anda harus mendampingi beliau setiap hari?

Nggak juga. Saya tidak melekat setiap hari. Enaknya (jadi) jubir Pak Prabowo itu, beliau memberikan keleluasaan kepada saya. Tapi untuk beberapa isu tertentu, kalau Pak Prabowo tidak ingin diungkapkan, saya nggak akan ngomong itu. Kalau istilah saya itu pakai pepatah Melayu, jubir itu tidak semua harus pecah di mulut, sebagian harus pecah di perut. Nggak semuanya bisa diungkapkan, tapi sebagian harus disimpan, di-keep rapat-rapat.

Saya tidak setiap hari, tidak setiap saat bersama dengan Pak Prabowo. Karena justru tugas saya menjaga narasi Pak Prabowo. Menjaga jangkauan komunikasi Pak Prabowo supaya sampai dengan baik ke publik. Biasanya Pak Prabowo menyampaikan poin-poinnya. Kira-kira ini-ini, sudah. Kemudian, tugas saya untuk melakukan amplifikasi, mengembangkannya menjadi mudah dipahami oleh publik.

Agak susah mencari orang yang tepat sebagai penyambung lidah. Anda ini terlihat sudah akrab dan ada chemistry dengan Pak Prabowo?

Ya itu tadi, jadi ada chemistry. Ibaratnya Pak Prabowo ngeluarin satu kalimat, saya bisa menjabarkan itu dengan penjelasan yang panjang. Karena itu tugas jubir. Misalnya terkait satu isu, Pak Prabowo itu sikapnya seperti apa?

Karena hampir enam tahun ini saya mewakili beliau di ruang publik, maka saya tahu Pak Prabowo akan begini sikapnya. Jadi untuk beberapa hal, saya tinggal konfirmasi saja dengan sikap Pak Prabowo. Bahkan kadang-kadang kalau nggak sempat dengan Pak Prabowo, saya minta teman-teman aspri (asisten pribadi) untuk tanya ke Bapak. Nanti beliau langsung (konfirmasi).

Pernah tidak, ketika Anda mengungkapkan sesuatu kepada publik, tiba-tiba beliau memanggil untuk ralat atau revisi?

Oh, iya pernah. Tentu ada. Misalnya, ada yang nggak perlu diungkapkan dalam konteks Menhan. Kalau di politik agak luwes. Kalau di Kementerian Pertahanan, posisi beliau sebagai Menhan itu lebih hati-hati. Karena banyak data yang tidak bisa diungkapkan. Apalagi kalau itu kemudian terkait dengan posisi geopolitik dan geostrategis kita.

Misalnya, terkait dengan postur alutsista kita, dan sebagainya. Nah, itu harus hati-hati. Termasuk terkait dengan rencana pembelanjaan kita. Bisa jadi kan, kadang-kadang media dapat informasi dari sana-sini. Nah informasi itu benar, kemudian mereka mendesak segala macam. Itu kadang-kadang kita menjawab ‘iya’, ternyata ‘iya-nya’ kita ini jadi panjang. Dan beberapa hal atau data-data seperti itu; rencana pembelian, segala macam itu (kita) harus cukup hati-hati.

Bagaimana Anda melihat beliau sebagai Menhan?

Pak Prabowo itu totalitas ya sebagai Menhan. Bagi saya, pertahanan itu, dunia militer itu, ya hidupnya Pak Prabowo. Hidupnya Pak Prabowo itu didedikasikan untuk menjaga pertahanan, menjaga Indonesia, melalui dunia militer. Makanya kemudian ketika Pak Prabowo diajak bergabung oleh Pak Jokowi, seingat saya awalnya Pak Prabowo ditawarkan menjadi Menkopolhukam. Tapi Pak Prabowo tidak mau.

Yang jelas beliau hanya mau bergabung dan menjadi menteri untuk bidang yang beliau pahami, yaitu pertahanan. Selain beliau pahami, bidang itu memang menjadi salah satu keprihatinan beliau untuk diperbaiki. Makanya, Pak Prabowo hanya mau menjadi menteri kalau menjadi Menteri Pertahanan. Beliau dedikasikan sepenuhnya menjadi Menteri Pertahanan.

Coba Anda perhatikan, selama menjadi Menteri Pertahanan, empat tahun belakangan, Pak Prabowo nyaris nggak pernah bicara politik. Bahkan tidak pernah menanggapi isu-isu politik. Beliau hanya mulai bicara politik, isu politik, ketika beliau minta izin ke Presiden Jokowi—dalam hal ini apakah diizinkan ikut kontestasi capres atau tidak. Kalau Pak Jokowi bilang ‘Jangan Pak, nanti mengganggu kinerja Kemenhan.’ Beliau nggak akan maju. Tapi karena Pak Jokowi mengizinkan, beliau maju. Kenapa begitu? Itu attitude yang ditunjukkan oleh Pak Prabowo, itu watak.

Kemudian kedua, karena Pak Prabowo pada posisi anak buahnya Pak Jokowi, menterinya Presiden, tentu apapun langkah yang akan beliau lakukan kan (bisa) mengganggu kinerja menteri dan kinerja Presiden. Sebab itulah, ketika Presiden persilakan Pak Prabowo, baru dia maju. Jadi orang bilang, ‘Mau ngapain itu?’ Itu wataknya Pak Prabowo. Ketika Pak Prabowo menjadi prajurit, maka beliau akan tegak lurus dengan komandannya. (bersambung)

 

 

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

PROJO: Prabowo-Gibran Setia Berjuang untuk Rakyat

JAKARTA – Ormas PROJO mengapresiasi kinerja satu tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran.

Menakar Ide Koalisi Permanen

JAKARTA – Pada pertemuan dengan Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88