1 year ago
7 mins read

Laksamana Sukardi (5-habis): ‘Indosat Nan Jauh di Mato’

Politikus Senior Laksamana Sukardi. (Foto: Totalpolitik.com)

JAKARTA – Sebagai sosok yang pernah dekat dengan Megawati Soekarnoputri, tentu saja banyak pengalaman menarik yang dirasai Laksamana Sukardi. Ia dan sahabatnya, Eros Djarot, banyak mewarnai langkah politik sang Putri Proklamator.

 “Pidatonya kan dulu bagus-bagus. Anda dengar, kan? Masalah Aceh, contohnya. Tapi giliran nggak di-script udah ngalor-ngidul gitu. Dulu dia percaya banget dengan tim. Saya dan Eros Djarot ada di tim inti. Kita berdua itu lebih banyak mewarnai,” tuturnya.

Dulu, kata Laks, mereka masih bisa bercanda dan guyon saat ngobrol santai. Sekarang, boro-boro ada yang berani ngomong. Tak ada lagi diskusi-diskusi.

“Megawati sudah dianggap menjadi ratu, dikultuskan. Megawati juga rada klenik. Dia percaya dirinya bisa berdialog arwah Bung Karno. Dan pengikutnya juga percaya itu,” tandas Laks.

Simak kelanjutan obrolan menarik dengan mantan Menteri BUMN ini.

 Bagaimana dengan kasus penjualan Indosat?

Kalau Indosat kan banyak yang nuduh saya jual-jual aset negara. Saya tanya, emang saya Superman bisa jual aset negara nggak bilang-bilang orang? Negara ini ada aturannya. Orang yang nggak suka aja gitu. Padahal, kita nggak ada uang. Lalu, International Monetary Fund (IMF) kasih uang pinjaman, tetapi kita harus ada pendampingannya. Saya harus privatisasi.

Pada waktu itu, Pertamina mengimpor minyak, resinya nggak diterima. Kita mau bayar gaji juga nggak ada uang. Rupiah dari 2.000 naik jadi 15 ribu, naik lagi ke 16 ribu. Pertumbuhan ekonomi turun 15 persen. Saya mau ngapain? Ya, nggak ada duit.

Jadi, BUMN itu harus memberikan pendapatan ke negara. Nggak seperti sekarang, dikasih modal terus. Kalau dulu nggak, kita harus setor. Jadi, dalam dua tahun itu pendapatan negara dari penjualan aset BUMN dan privatisasi.

Bagaimana dengan pendapatan dari pajak?

Gimana mau bayar pajak, perusahaan aja bangkrut. Jadi, kita putuskan harus pilih perusahaan apa. Kita punya Telkomsel dan Indosat, masa bersaing? Dan ada undang-undang itu, nggak boleh di bawah satu pemilik.

Kedua, Indosat teknologinya udah kadaluarsa. Kenapa? Ingat nggak dengan Sambungan Langsung Internasional (SLI), nomor 08, pakai kabel lewat laut. Udah aja ini yang kita jual. Karena lima tahun lagi udah nggak berlaku. Prediksi kita dengan semua tenaga ahli. Kan benar sekarang. SLI nggak bayar, kita pakai Whatsapp.

Nah, kalau itu terjadi, kan kita mesti bayarin banyak orang-orang. Bayar pegawai. Dan kita sudah punya Telkomsel. Akhirnya, ini (Indosat) yang kita jual. Rapat kabinet, ada tim privatisasi. Saya hanya eksekutor. Kalau you ada hukuman mati, putusan mati, tembak mati, Anda eksekutornya. Mendadak Anda dituduh pembunuh, gimana coba?

Logikanya nggak masuk. Saya eksekutor gitu. Dulu nggak ada orang yang mampu mengeksekusi hal-hal sulit seperti ini. Demonya ke mana-mana. Kalau saya nggak mau, ini nggak jalan-jalan. IMF juga akhirnya nggak akan maju lagi. Ekonomi nggak seperti sekarang.

Sekarang sih udah enak, sudah jalan. Laku lumayan karena lelang. Dilelang secara terbuka. Banyak di DPR minta, ‘Tolong Pak, ini ada jagoan saya. Ini jagoan saya.’

Saya bilang, ‘Elu masukin aja ke panitialah.’

Karena banyak hal sensitif, saya juga nggak ikut campur. Parah waktu itu. Dipansuskan, dibilang satelitnya ikut kejual. Aset nasional itu, satelitnya Indosat. Akhirnya, dipansuskan. Saya dipanggil kejaksaan. Saya buka, nggak ada urusan.

‘Saya mesti dapat bintang (penghargaan),’ saya bilang. Kalau bukan saya menterinya.

Kebetulan secara politik dulu PDI-P masih kuat. Dan saya dipercaya Megawati, saya bisa kerja. Tapi semua orang bilang, ‘Wah jual-jual aset.’

Ngaco! Akhirnya, (Indosat) dibeli Temasek. Orang-orang tahu nggak, Temasek menanam modal sebesar Rp 10 miliar lebih di Indosat. Kenapa? Harus invest di 3G, terus 4G. Tadinya kan nggak ada itu. Repot lagi. Sekarang sudah 5Gg. Waktu itu, pemerintah nggak punya uang. Lagi susah!

IMF aja ngasih cuman Rp 10 miliar. Ini mereka (Temasek) sudah invest lebih dari Rp 10 miliar di situ. Pegawainya sudah ganti semua. Anak muda semua sekarang. Yang zaman dulu monopoli, nggak kerja keras, sudah nggak memenuhi syarat. Sudah beda kulturnya, teknologinya.

Nanti pemerintah gimana mesti kasih pesangon? Ngasih macem-macem. Itu memang asetnya masih di sini. Bayar pajaknya masih di sini. Pajak misalnya, dia jual kan ada PPn. Keuntungan PPh. Bayar dividen, dapat pajak dividen. Pemerintah nggak mau peduli. Dia untung-rugi dapat terus.

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Dari Ragu Menjadi Komitmen di Dunia Politik

JAKARTA – Mantan Ketua Tim Dokter Kepresidenan sekaligus adik Gus

Perubahan Dinamika Pemilihan dalam Partai Politik

JAKARTA – Mantan Ketua Tim Dokter Kepresidenan sekaligus adik Gus
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88
situs totositus totositus totojakartaslot88