JAKARTA – Keberhasilan PDI-P memenangkan Pemilu 1999 berbuah manis bagi Laksamana Sukardi. Ia pun diangkat sebagai Menteri BUMN di Gus Dur dan Megawati.
Namun, karena ‘bisikan-bisikan’ samar yang ditiupkan di telinga Gus Dur, membuatnya terjungkal dari kursi menteri. Laks dipecat setelah menjabat selama enam bulan saja.
“Taufiq Kiemas—suami Megawati—membawa Bos Texmaco, Marimutu Sinivasan, ketemu Gus Dur ke Istana. Sinivasan bilang sama Gus Dur, ‘Pak Laks ini korupsi nih, ini buktinya.’ Ia membawa satu tas plastik. Gus Dur kan nggak lihat, percaya aja. Akhirnya, saya dipecat,” tutur Laks.
Simak kelanjutan kisah Laks selama menjadi Menteri BUMN di era Gus Dur dan Megawati.
Waktu itu PDI-P menang Pemilu 1999, kenapa Bu Mega tidak jadi presiden?
Satu, Mbak Mega juga tertipu oleh suatu sistem. Pemenang pemilu, tapi minoritas jadinya. Karena masih ada Fraksi TNI dan Fraksi ABRI. Masih ada utusan daerah, utusan golongan. Percuma kita menang juga pemilu, pemilihan pasti kalah. Akhirnya, kalah. Apalagi dia perempuan.
Kedua, Golkarnya masih Golkar yang lama. Masih kurang suka. Mbak Meganya juga keras kepala, nggak fleksible. Saya kan nemenin dia di ruangan. Datang delegasi Golkar, Akbar Tanjung.
Saya tanya, ‘Gimana Mbak, kita mendukung?’ Dia diam aja. Mestinya kan didukung, nanti saya kasih menteri. Amien Rais datang, Wiranto datang. Tapi dia tetap diam aja. Saya bilang, ‘Mbak, kasih tahu aja.’
Apakah dia tertekan atau karena ketidakmampuan komunikasi?
Kondisi tertekan kayaknya. Capek juga. Pikiran dia, ‘Ya kan gue yang menang. Mestinya saya menentukan.’ Kita pikir pemilu sudah selesai. Tapi mereka ngadep Gus Dur, ‘Gus, sampeyan jadi presiden.’
Gus Dur bilang ke Amien Rais, ‘Waduh, saya kan buta. Nggak bisa lihat. Jadi panjenengan aja yang gantiin saya sebentar.’ Semua dibilangin.
‘Kementerian ambil aja, saya hanya ambil tiga; Menteri Agama, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Pertahanan,’ kata Gus Dur.
PKB Gus Dur nomor berapa waktu itu?
PKB di bawah. Tapi dia (Gus Dur) pintar. Jadi orang syur dukung dia. Waktu pemilu, yang didukung Gus Dur. Mega, ya manyun aja. Sedih banget. Saya nemenin. Akhirnya, dia (Mega) kalah. Habis konsolidasi, dia jadi wapres. Karena massa juga lama menunggu.
Di Bali bakar-bakaran. Jawa Timur massa tebangin pohon. Mereka ingin Megawati yang jadi presiden. Nah, saya ikut Gus Dur jadi menteri. Tapi dipecat enam bulan kemudian. Dulu Kementerian BUMN plus investasi. Digabung itu jadi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Nomenklaturnya digabung.
Saat Anda ditunjuk sebagai menteri, itu atas permintaan Bu Mega ke Gus Dur atau bagaimana?
Mbak Mega yang minta. Dia perjuangin saya. Gus Dur tadinya nggak naruh saya juga. Kwik Kian Gie masuk. Jadi hanya dua orang dari PDI-P. Waktu itu, PDI-P nggak ada bahan (calon) menteri juga. Kan perlu juga orang di DPR. Kayak Sophan Sophiaan, Sabam Sirait. Eros nggak di DPR. Hubungan Eros dengan Taufiq Kiemas kurang baik. Saling cemburu gitu loh.
Singkat sekali masa jabatan Anda sebagai Menteri BUMN di era Gus Dur?
Jadi, pas jadi menteri selama enam bulan. Kita masih punya alam perjuangan reformasi. Saya lihat di bank BUMN ada masalah korupsi. Dengan Texmaco, punya Marimutu Sinivasan. Karyawan Texmaco juga datang kepada saya. Ngadu macam-macam.
Dia (Sinivasan) ambil uang, Pak Harto kasih persetujuan. Dikibulin. Export credit. Jadi, dia bikin kontrak ekspor dengan perusahaan dia sendiri di luar negeri. Dalam perjanjian itu, Bank Indonesia (BI) disuruh ngasih duit.
Saya sudah prepare semua dokumen segala. Nah, saya matur sama Gus Dur. Kan saya sudah ngomong di luar. DPR marah-marah sama saya. Saya dipanggil DPR. Saya lapor ke Gus Dur, ‘Gus, ini ada kasus korupsi nih. Kita kan reformasi. Jadi saya buka ya, Gus.’
Kata Gus Dur, ‘Monggo, Mas Laks. Monggo.’
Dan saya sudah dapat blessing, restu. Saya lalu Rapat Dengar Pendapat (RDP) sama DPR. Saya dimaki-maki, ‘Pak Menteri kalau nggak ngerti jangan sembarangan ngomong,’ kata mereka.
Saya bukannya nggak ngerti. Saya sudah siapkan map, file, bukti-bukti. Saya kirim ke ketua sidang. Saya akan bawa ke kejaksaan. Saya telepon Kiki (Jaksa Agung Marzuki Darusman), ‘Ki, Gua mau lapor, nih.’
‘Ya, siap Pak. Ditunggu,’ jawab Kiki.
Begitu tiba di Kejagung, wah banyak wartawan. Dan saya pikir ini opening salvo dari reformasi kan. Nggak ada KPK dulu. Saya serahkan (bukti-bukti).
Namun, besoknya Taufiq Kiemas bawa Sinivasan ketemu Gus Dur ke Istana. Sinivasan bilang sama Gus Dur, ‘Pak Laks ini korupsi nih, ini buktinya nih.’ Bawa satu tas plastik. Gus Dur kan nggak lihat. Percaya aja dia. Akhirnya, saya dipecat.
Saya dipanggil sama Jusuf Kalla waktu itu. Dia Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Saat itu, saya sedang berada di kantor Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
JK menelepon, ‘Laks, ada panggilan ke Istana. Kita bareng aja, ya!’
‘Iya, siap. Saya salat Ashar dulu ya,’ jawab saya. Setelah itu, berangkat ke Istana.
Begitu tiba di Istana, Gus Dur sudah duduk menunggu. Gus Dur meminta saya duduk, dan bicara empat mata. ‘Saya akan menggunakan hak prerogatif saya,’ ucap Gus Dur. ‘Jadi saudara tidak boleh debat. Saudara dipecat karena korupsi!’
Gus Dur lantas melanjutkan ucapannya. ‘Tapi saya masih punya jatah Duta Besar (Dubes), ada lima. Saudara boleh pilih.’
Namun, saya tak tertarik jadi Dubes. Saya mau ngapain jadi Dubes. Kita kan berjuang buat mengubah negara. Emang perjuangannya itu kan masih ada. Ngapain jadi Dubes? Akhirnya, saya dipecat.