JAKARTA – Pemerintah Israel dituding menyabotase perjanjian gencatan senjata dengan Hamas. Aksi tersebut dilakukan dengan menambah tuntutan-tuntutan baru meskipun awalnya menyatakan setuju terhadap perjanjian tersebut.
Sebelumnya, muncul harapan untuk gencatan senjata usai Hamas menyatakan telah mengurungkan tuntutan mereka agar Israel mengakhiri perangnya sebelum menghentikan permusuhan secara keseluruhan.
Akan tetapi, petinggi intelijen Israel, Mossad, David Barnea, dilaporkan telah memberikan tuntutan-tuntutan baru kepada para mediator yang sedang berunding di Qatar.
Kantor berita Haaretz, mengabarkan tidak jelas apakah Hamas akan menyetujui tuntutan-tuntutan tersebut atau tidak.
Permasalahan ini menyeret Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, balik ke pusaran kontroversi. Keluarga-keluarga dari tahanan yang ditawan Hamas di Jalur Gaza menudingnya sengaja menyabotase perjanjian gencatan senjata.
“Kami mengimbau kepada kepala badan keamanan dan tim perunding—semua mata tertuju pada Anda. Jangan biarkan Netanyahu menyabotase kesepakatan itu lagi. Kita harus menyelamatkan semua sandera,” ucap para keluarga dalam konferensi pers dekat Menteri Pertahanan (Menhan) Israel akhir pekan lalu.
‘Netanyahu harus tunjukkan komitmen’
Belakangan Netanyahu menunjukkan pola mundur dari negosiasi dengan Hamas ketika kesepakatan hampir dicapai.
Beberapa pihak mengkhawatirkan kalau Netanyahu sedang di bawah pengaruh menteri-menteri sayap kanannya, yaitu Bezalel Smotrich dan Itamar Ben-Gvir.
Netanyahu membutuhkan mereka dan partai-partainya untuk menjaga mayoritas di parlemen dan berkuasa. Sebaliknya, Smotrich dan Ben-Gvir meminta agar perang diteruskan sampai Hamas berhasil dihancurkan.
Smotrich menyatakan tidak akan berada dalam pemerintah yang setuju mengakhiri perang tanpa menghancurkan Hamas.
Kantor Netanyahu baru saja mengeluarkan dokumen berjudul “Principles for a Hostage Release Deal” yang menuntut agar semua kesepakatan yang dibuat memungkinkan Israel untuk melanjutkan operasi militernya sampai semua tujuan perangnya tercapai.
Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, mengkritik dokumen tersebut. Menurutnya, dokumen tersebut hanya akan menghambat proses negosiasi.
“Apa gunanya ini? Kita berada pada momen krusial dalam negosiasi, nyawa para sandera bergantung pada hal ini. Mengapa membuat pengumuman yang mengejek seperti itu? Bagaimana hal ini membantu prosesnya?” ujarnya.
Lapid tidak sendirian, Benny Gantz yang memimpin partainya keluar dari pemerintahan karena berbeda pendapat dengan Netanyahu, mengatakan kalau Netanyahu harus punya komitmen mengakhiri konflik.
Terlebih, beberapa tawanan yang disandera oleh Hamas di Jalur Gaza telah kehilangan nyawanya.
“Netanyahu, tidak semuanya tergantung pada Anda. Namun kali ini Anda juga harus menunjukkan komitmen, tekad, dan niat tulus. Anda juga mengetahui bahwa sejak usulan sebelumnya, kami telah kehilangan banyak sandera, yang meninggal dalam tahanan,” ucapnya.* (Bayu Muhammad)
Baca juga: Sejarawan Israel Desak Netanyahu Bom Nuklir Iran