JAKARTA – DPR Amerika Serikat (AS) baru saja menyetujui USD 95 miliar bantuan luar negeri untuk Ukraina, Israel dan sekutu-sekutu lainnya.
Bantuan tersebut berhasil disahkan setelah anggota-anggota dari Partai Demokrat dan Republik bergabung menghadapi perlawanan kuat dari mereka yang tidak setuju.
Di antara sekutu-sekutu AS yang mendapatkan limpahan dari paket bantuan tersebut, Ukraina menjadi negara yang mendapatkan bagian terbesar. Negara yang sedang melawan serbuan Rusia itu mendapatkan USD 60,7 miliar, di atas Israel yang hanya mendapatkan USD 26 miliar.
Jika bantuan untuk Ukraina tersebut dipecah-pecah, maka USD 23 miliar akan dipakai untuk memperbarui stok persenjataan yang sudah mulai menipis. Kemudian, USD 14 miliar akan dipakai untuk membeli alutsista-alutsista canggih.
Selanjutnya, USD 11 miliar akan dipakai untuk mendanai operasi-operasi militer AS di kawasan sekitar Ukraina, khususnya intelijen yang akan memberikan informasi kepada militer Ukraina.
Tidak lupa, USD 8 miliar dikucurkan sebagai bantuan non-militer yang bisa dipakai pemerintahan Ukraina membayar gaji dan pensiun pegawai-pegawai negerinya.
Pakar Hubungan Internasional (HI) Universitas Padjajaran (Unpad), Teuku Rezasyah, menilai bantuan tersebut merupakan bentuk kesadaran AS bahwa Ukraina tidak mungkin menang apabila tidak dibantu dalam perjuangannya melawan Rusia.
“Sebenarnya Amerika Serikat sadar, jika tak mungkin Ukraina memenangkan perang melawan Rusia, tanpa dukungan personil dan alutsista yang digerakkan dalam rantai komando NATO,” katanya kepada Totalpolitik.com, Senin (22/4/2024).
Dampaknya, Teuku memprediksi bantuan AS bisa meningkatkan semangat juang rakyat Ukraina. “Diharapkan bantuan tersebut bermanfaat secara psikologis bagi Ukraina, sehingga memungkinkan Ukraina melanjutkan kesiapan perang mereka dalam mempertahankan dirinya,” sambungnya.
Namun, Teuku juga mengatakan bantuan militer dari AS sebenarnya belum cukup. Karena, Ukraina sedang membutuhkan penasihat militer baik dari AS maupun NATO untuk mengisi kekurangan personel yang bisa mengoperasikan senjata-senjata terbarunya.
“Sayangnya, belum tentu Amerika Serikat dan NATO berani mengirimkannya, karena ada risiko mereka akan menjadi korban perang,” ujar Teuku
Teuku juga menyampaikan sulit menentukan berapa lama Ukraina dapat bertahan, meskipun sudah mendapatkan bantuan dari AS. Namun, ia yakin bantuan tersebut akan membangun semangat rakyat Ukraina untuk terus melawan Rusia.
“Namun secara psikologis, dukungan Washington ini dapat menggelorakan semangat seluruh kalangan di Ukraina dalam mempertahankan tanah air mereka dari agresi Rusia,” terangnya.
Terakhir, ia menekankan Ukraina terus membutuhkan dukungan moral dari seluruh dunia guna mendukung pertahanan dirinya secara terus-menerus.
“Ukraina sangat membutuhkan dukungan moral dari pemerintah dan masyarakat dari seluruh dunia, seperti PBB, organisasi Internasional, organisasi kawasan, termasuk media massa Internasional,” pungkas Teuku.* (Bayu Muhammad)