6 months ago
4 mins read

Hasan Nasbi (2): Bermula di Perpustakaan

Pendiri Cyrus Network, Hasan Nasbi. (Foto: Totalpolitik.com)

JAKARTA – Walau berperan penting dalam pemenangan pasangan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024, namun Hasan enggan jemawa. Ia tak mau dianggap sosok yang paling penting dalam tim kampanye Paslon 02 itu.

“Mungkin ada sedikit peran kitalah untuk mengisi narasi. Ada sedikit peran kitalah untuk meng-counter isu-isu negatif. Tapi ya, peran orang lain juga banyak,” ujarnya merendah.

Ia mencontohkan podcast pribadinya sebagai corong narasi, namun subscriber-nya tak banyak. Hingga kini subscriber-nya baru mencapai 45 ribu orang.

“Yang nonton itu saja paling cuma 40 ribu. Yang 100 ribu itu jarang. Tapi ketika dipotong oleh orang lain. Ditaruh di channel mereka, yang nonton jutaan. Yang berjasa yang mana? Yang berjasa yang motong. Jasa mereka juga besar,” ungkap Hasan.

Karena merekalah, imbuh Hasan, video itu jadi viral. Diunggah di kanal Benteng Prabowo jadi ditonton jutaan orang, minimal ratusan ribu. “Jasa orang kayak gitu juga besar, tapi dia nggak kena kamera. Sampai kepada publik itu dia yang menyebarkan,” paparnya.

Jadi kerja sama dalam tim atau team work itu paling penting?

Makanya, saya sebenarnya nggak happy itu lihat ada satu-dua konsultan yang mengklaim. Dapat Rekor MURI-lah. Apa segala macam. Dapat rekor ini. Memenangkan lima presiden. Eh, ini kita menangkan ramai-ramai. Belum tentu peran Anda lebih besar daripada orang-orang yang nggak tertangkap kamera loh.

Wah, itu luar biasa. Kita nggak bisa nafikan itu. Orang yang sabar bersama Pak Prabowo 20 tahun terakhir. Menemani Pak Prabowo di tengah berbagai kekalahan, peran mereka besar loh. Jadi, nggak usah klaim-klaimlah. Kalau yang bisa klaim sukses itu, misalnya yang di puncak-puncak saja.

Misalnya, Bang Dasco (Ketua Harian Partai Gerindra-Sufmi Ahmad Dasco). Atau misalnya, Bang Rosan (Ketua Umum TKN-Rosan Roeslani). Bang Nusron (Sekretaris TKN-Nusron Wahid), bolehlah. Mereka posisi-posisi puncak yang mengoordinasi banyak hal. Kalau kita remah-remah ini main klaim-klaim apaan?

Oke, sekarang coba ceritakan bagaimana awalnya Anda kenal Pak Jokowi?

Kalau ketemu dan kenal Jokowi itu mungkin bulan Desember tahun 2011 di UI. Di perpustakaan pusat UI. Di luar itu, ada Starbuck di sana. Pak Jokowi habis kasih pidato kayaknya di Aula BNI. Saya janjian sama ajudannya pengen ketemu Pak Jokowi. Saya bertemu bertiga; saya, Prof Hamdi Muluk, dan Pak Jokowi.

Kita waktu itu misinya cuma satu, karena berdasarkan hasil riset kita terhadap 160 opinion leader, orang yang paling qualified untuk mimpin Jakarta versi para expert—sebanyak 160 expertwaktu itu, Joko Widodo nomor satu. Dan kita bawa hasil itu. Ketemu Pak Jokowi. Meyakinkan dia supaya mau maju Pilgub DKI. Tapi jawabannya waktu itu kan kita bisa tebaklah.

Pak Jokowi bilang, ‘Nggak maulah, saya jadi Wali Kota (Solo) juga udah syukurlah.’ Kira-kira begitu. Itu awal-awal pertemuan dengan Pak Jokowi. Ketika beliau maju, beliau panggil kami. Waktu itu kesannya saya kerja di darat saja, nggak tampil di media. Karena yang tampil di media waktu itu ada Mas Eep (Eep Saefulloh Fatah), Pak Andrinof (Andrinof Chaniago), dan Qodari (Muhammad Qodari).

Anda ‘tak tersorot’ kamera dong?

Kalau kita di darat saja kerjanya. Waktu itu belum ketangkap kamera. Tapi orang tahu, karena kerja daratnya masif waktu itu. Orang tetap tahu. Tetap dimuat berita. Dan yang punya war room untuk 13 ribu TPS diseluruh Jakarta waktu itu cuma kita. Jadi kayak gitu kira-kira permulaannya. Tapi habis itu, lanjut 2014. Pak Jokowi maju, kita diminta bantu juga. Pada 2019, Pak Jokowi maju lagi, dan kita diminta bantu lagi.

Bagaimana dengan Pak Prabowo di Pemilu kali ini?

Kalau ini, saya menyodorkan diri ke Pak Prabowo. Pak Prabowo itu agak merendah dia. Beliau ngomong di media, ‘Makanya cepat-cepat saya ambil Mas Hasan.’ Nah suka gitu kan. Di pidato dia bilang, ‘Terima kasih sudah membantu saya. Saya nggak mau kalah, sekarang saya cepat-cepat ambil Mas Hasan.’

Sebenarnya, saya mengajukan diri. Pada Bulan Juli atau Agustus, saya bilang sama Pak Prabowo, ‘Pak,saya akan bantu Bapak, baik dikontrak maupun nggak dikontrak.’ Sebenarnya diskusinya sudah panjang. Dari bulan Februari, Maret, sampai Juli itu, kita sudah panjang diskusi.

Anda sempat minta izin Pak Jokowi untuk bantu Pak Prabowo?

Saya nanya juga sama Pak Jokowi waktu itu, ‘Pak, saya kalau dukung Pak Prabowo boleh nggak, Pak?’ Makanya Pak Jokowi bilang waktu itu, ‘Ya, saya sudah tahu kamu mau ke sana (dukung Prabowo).’ Sudah kelihatan itu kecenderungan-kecenderungan kita.

Dia (Jokowi) sudah bisa baca itu. Saya juga mengajukan diri jadi jubir. Saya ke ngomong Bang Dasco. Karena saya kan sudah nggak pegang perusahaan lagi. Sudah nggak pegang Cyrus lagi. Sudah nggak pegang konsultan politik lagi. Mau ngapain saya? Saya mengajukan diri jadi jubir.

Nama Anda ada dalam susunan tim di TKN?

Setelah tim TKN terbentuk, nggak ada nama saya itu di awal. Karena memang belum mengajukan diri. Habis itu, saya mengajukan diri sebagai salah satu anggota (tim). Setelah itu, jadilah saya jadi Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN). Bukan sebagai konsultan loh.

Sebagai orang yang pernah kerja dengan Jokowi dan Prabowo, bagaimana Anda melihat sistem kerja tim kedua orang ini?

Kalau timnya Pak Jokowi biasanya terdesentralisasi. Jadi, Pak Jokowi ngurus satu-satu tuh. Tim A, tim B, tim C, apa segala, macam diurus sendiri oleh Pak Jokowi. Walaupun ada tim kampanye, tapi yang relawan, yang pasukan apa, konsultan diurus satu-satu sama Pak Jokowi.

Kalau Pak Prabowo ini terpusat di TKN. Jadi, mereka yang membagi tugas. Kalau kita ngomong-ngomonglebih terorganisir, lebih terorganisir yang sekarang. Tapi yang lebih personal hubungannya, lebih dekat dengan kandidat, pasti lebih dekat zamannya Pak Jokowi. Karena satu-satu diurus sama Pak Jokowi.

Pak Jokowi punya staminalah  dan waktu buat ngurus itu satu-satu. Bahkan, relawan kecil saja bisa ketemu private sama Pak Jokowi. Kalau yang Pak Prabowo itu lebih tersentralisasi. Jadi, semua diurus oleh TKN.Bedanya itu aja.

Dulu orang menganggap Pak Prabowo itu tipikal pemarah. Setelah Anda dekat dengannya, bagaimana penilaian Anda?

Dulu mungkin narasinya penuh kemarahan, pada dua pemilu sebelumnya. Kalau sekarang, narasi-narasi penuh kemarahan malah dari pihak 03 dan 01. Yang marah aja kerjaannya.  Nah, Bangsa Indonesia itu sebagian besar nggak suka dengan narasi kemarahan.

Dulu Pak Prabowo ini sebenarnya nggak pernah menyampaikan narasi kemarahan. Tapi kan orang-orang di sekitarnya waktu itu, yang sekarang mendukung Mas Anies, kan narasinya sama, narasi kemarahan.

Orang Indonesia itu nggak suka dengan narasi kemarahan dan nggak suka dengan narasi merendahkan. Makanya, Pak Prabowo itu naik tajam itu pasca debat ketiga. Orang-orang nggak mau percaya saya bilang, ‘Pasca debat ketiga (elektabilitas) pasti naik kok.’ Burhan menemukan angka yang sama pasca debat ketiga. Yang lain juga menemukan angka yang sama. Tapi yang lain masih denial.

Apakah penilaian Anies dengan skor 11 itu berpengaruh terhadap kenaikan elektabilitas Prabowo?

Pak Prabowo itu begitu dibilang nilainya lima, dikasih nilai 11, dengan ekspresi muka Pak Prabowo yang sedih, dipergunjingkan kayak gitu tanpa bisa membalas sepatah kata pun. Itu membuat migrasi suara luar biasa kencang pada waktu itu. Dan nggak berhenti.

Kita survei Bulan Januari itu, akhir Januari itu sudah 55 persen. Makanya, Pak Jusuf Wanandi waktu tampil di Total Politik bilang, ‘Udah 55 (persen) kata Hasan.’ Memang angkanya waktu itu 55 persen kita. Tapi Februari ternyata naik terus.

Jadi satu putaran itu bukan hal yang mustahil?

Kalau kita sih, waktu habis debat ketiga, sudah percaya ini satu putaran. Karena waktu itu angkanya sudah 49 persen. Waktu 49 persen, saya sudah yakin satu putaran. Karena kan masih ada angka rahasia. Angka tidak menjawab kan masih ada. Kalau angka rahasia dan tidak menjawab itu didistribusikan secara proporsional aja, bisa satu putaran. Oke, itu yang namanya membaca data. (bersambung)

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Pemerintah Jokowi Bagi Jutaan Sertifikat Tanah per Tahun

JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku pihaknya telah membagikan

Hibah dan Kerja Sama Perusahaan Internasional Mengalir ke Otoritas IKN

JAKARTA – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Otorita Ibu Kota Negara