JAKARTA – Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, memberikan pandangan mengenai penyebab kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), perusahaan tekstil terkemuka di Indonesia.
Abdullah menyoroti masalah yang dihadapi Sritex kemungkinan besar berakar dari kesalahan pengelolaan, bukan semata-mata akibat persaingan dengan produk impor dari Tiongkok.
“Saya meyakini ini ada salah kelola, karena saya juga tidak bisa mengatakan sepenuhnya bahwa Sritex itu bangkrut dikarenakan banjirnya produk Cina di Indonesia,” katanya dalam Total Politik.
Ia menambahkan bahwa argumen tersebut kontradiktif mengingat posisi Sritex sebagai pemain global dengan pasar yang sudah mapan, terutama di sektor produk militer untuk NATO.
Piter Abdullah juga menekankan keunggulan kompetitif Sritex, mengingat pengalamannya berkunjung ke pabrik perusahaan tersebut.
“Kebetulan saya dulu sekali pernah main ke Sritex, dan di pabriknya itu bahkan ada supervisor asing dari Eropa yang memastikan bahwa kualitas produk Sritex itu memenuhi persyaratan dari NATO,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan proses quality control (QC) untuk produk-produk NATO dilakukan langsung di Indonesia, bukan di Eropa. Hal ini menunjukkan tingkat kepercayaan dan standar kualitas tinggi yang dimiliki Sritex.
“Sritex ini sebenarnya, kalau tidak ada salah kelola, tidak mungkin dia bisa jatuh dengan kemampuan daya saing yang sudah mereka miliki saat itu,” sambungnya.*