2 months ago
1 min read

Tegak Lurus pada Konstitusi, Batalkan RUU Pilkada

Didi Irawadi Syamsuddin. (Foto: Demokrati.or.id)

JAKARTA – Sebagai mantan anggota Badan Legislasi (Baleg) & sebagai warga negara adalah hak konstitusi saya untuk menyikapi hasil keputusan Baleg, yang untungnya hari ini tertunda disahkan oleh Rapat Paripurna DPR.

RUU Pilkada yang telah dibahas di Badan Legislasi (Baleg) dalam waktu yang sangat singkat dan tanpa melibatkan partisipasi publik. Wajarlah jika menuai penolakan mulai dari para akademisi, civil society, mahasiswa hingga masyarakat luas.

Berikut adalah beberapa hal yg patut dikritisi terkait RUU Pilkada yang telah dibahas di Baleg.

  1. Dugaan adanya potensi kepentingan politik

Ada kekhawatiran bahwa RUU ini mungkin didorong oleh kepentingan politik pihak tertentu, politik yang ingin memanfaatkan aturan baru untuk keuntungan politik mereka, seperti mengubah mekanisme pemilihan untuk memperkuat posisi mereka.

  1. Proses pembuatan RUU

– Kurangnya peterlibatan publik

RUU yang dibahas di Baleg dianggap tidak melibatkan partisipasi publik secara cukup, yang dapat mengakibatkan ketidakpuasan masyarakat dan kekhawatiran bahwa undang-undang tersebut tidak mencerminkan kebutuhan atau aspirasi masyarakat luas.

   – Tata kelola yang buruk

Proses legislasi yang tidak transparan atau terlalu cepat dapat mengabaikan masukan dari berbagai stakeholder, seperti pemilih, calon kepala daerah, dan LSM, yang mungkin memiliki pandangan penting mengenai aturan pemilihan.

  1. Potensi konflik dan ketidakpastian

– Penurunan kualitas demokrasi

Beberapa pihak khawatir bahwa perubahan dalam RUU bisa berdampak negatif pada kualitas demokrasi lokal, dengan membuat pemilihan kurang representatif atau lebih rentan terhadap manipulasi politik.

   – Ketidakpastian hukum

Perubahan yang tiba-tiba dalam aturan pemilihan dapat menyebabkan ketidakpastian hukum dan administrasi, yang bisa mengganggu pelaksanaan pemilihan dan menyebabkan sengketa hukum.

Oleh karenanya, segera DPR berbenah dan mengambil sikap yang bijak. Demi kepentingan rakyat tidak ada istilah terlambat.

Lebih terhormat DPR membatalkannya di paripurna, atau setidaknya tidak mengesahkannya,  ketimbang mengesahkan RUU yang cacat hukum dan cacat proses legislasi.*

Didi Irawadi Syamsuddin, S.H.,LL.M, Anggota Komisi XI DPR RI.

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

‘Hentikan Brutalitas Polisi’ 

JAKARTA – Menanggapi rangkaian kekerasan dan tindakan represif polisi dalam

DPR Ketok PKPU Pilkada sesuai Putusan MK

JAKARTA – Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia