12 months ago
16 mins read

Indonesia Memasuki Tahun ‘Vivere Pericoloso’

Proklamator Kemerdekaan sekaligus Presiden pertama Indonesia, Ir Sukarno. (Foto: Web)

Setia dengan puisi Donne, dampak perlambatan perekonomian dunia juga bisa membawa Indonesia ke dalam kondisi yang mencekam. Tanpa itu pun, negara yang bernama Indonesia ini memiliki penyakit komorbid.

Lagi-lagi di Bulan April, Financial Times, melaporkan Indonesia sebetulnya mengalami pertumbuhan yang kuat pada akhir tahun 2023 lalu.

Akan tetapi, pertumbuhan yang kuat itu tidak dibarengi dengan penguatan basis perekonomian di dalam negeri sendiri, yaitu salah satunya ditunjukan dengan menurunnya jumlah kelas menengah di Indonesia.

Padahal, kelas menengah adalah kelompok masyarakat yang punya sumbangsih besar dalam mendorong perekonomian Indonesia.

Dengan menurunnya kelas menengah beserta daya beli mereka yang berkontribusi besar terhadap laju perekonomian nasional, Indonesia tanpa perlambatan ekonomi dunia sudah berada dalam posisi yang sulit.

Pemerintah dan rakyat harus mengantisipasi apabila perekonomian dunia akhirnya membersinkan penyakit perlambatan kepada perekonomian negara.

Mulai dari kebijakan-kebijakan jaringan keamanan sosial, subsidi-subsidi yang tepat sasaran, intervensi-intervensi pemerintah pada sektor industri yang tepat, dan mimpi besar reindustrialisasi atau yang kini juga dikenal di khazanah publik sebagai hilirisasi harus dipikirkan matang-matang agar pelaksanaannya nanti membawa dampak yang memuaskan.

Meminjam kata-kata Sukarno lagi, di sini pemerintah harus memahami, menghayati, dan menjalankan ‘Amanat Penderitaan Rakyat’. Dalam pidato “Tahun Vivere Pericoloso”, ia berkata bahwasanya “mengerti Amanat Penderitaan Rakyat berarti mempunyai orientasi yang tepat terhadap Rakyat.”

Tujuan Indonesia menuju negara adil dan makmur, di tengah-tengah kesulitan ekonomi dunia, harus jadi pemerintah. Sehingga, Indonesia, berdasarkan cita-cita luhur, dapat menjadi negara gemah ripah loh jinawi; negara besar yang rakyat banyaknya hidup subur dan makmur.

Bellum in perpetua

Tidak berhenti di situ, bangsa Indonesia yang ibarat kata Sukarno merupakan banteng-banteng harus menyeruduk masalah lain. Masalah ekonomi dunia sudah dibahas, kini masalah keamanan dunia yang membawa segudang ancaman bagi Indonesia.

Di berbagai belahan dunia, desing peluru dan ledakan bom terdengar. Mulai dari puing-puing kota di Donetsk, Ukraina hingga runtuhan-runtuhan yang kini menjadi pemandangan di Jalur Gaza, hingga hutan belantara Myanmar. Di tempat-tempat itu, anak Adam dan Hawa masih membunuh dan dibunuh dalam pertempuran sengit. Beberapa mempertaruhkan ideologinya, cara hidupnya, tidak sedikit yang hanya sekadar mempertaruhkan luas wilayah.

Sementara itu, armada laut AS dan tentara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) saling berhadapan di teater Pasifik dalam suasana yang tegang.

Masing-masing menyiapkan senjatanya untuk memuntahkan angkara murka, amarahnya kehancuran mana kala situasi menjadi begitu panasnya hingga kata-kata perdamaian tak lagi bisa meluluhkan hati para pemimpin untuk menjaga perdamaian.

Hingga akhir bulan Juni 2024, puluhan ribu serdadu Rusia yang menjadi korban perang Rusia-Ukraina. Sementara itu, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy juga mengaku sebanyak puluhan ribu rekan sebangsanya yang tewas di medan perang.

Penulis tidak perlu repot-repot memaparkan informasi lainnya mengenai jutaan orang yang menjadi korban jiwa atau pengungsi akibat perang ini untuk menggambarkan dampak ngeri yang dirasakan oleh banyak orang.

Perang Rusia-Ukraina yang sudah berlangsung selama dua tahun lamanya itu, dari 2022 lalu, juga berdampak terhadap Indonesia. Pasokan serealia, yang di dalamnya mencakup gandum, dari Ukraina ke Indonesia menjadi terganggu. Padahal, gandum merupakan bahan baku pangan yang juga diandalkan oleh rakyat banyak di Indonesia.

Inovasi Ukraina dan beberapa negara untuk membawa gandum-gandum Ukraina lewat jalur selain Laut Hitam, yaitu dengan jalur darat dan rel, selagi merintis jalur laut yang tidak mengharuskan kapal-kapal Ukraina melintasi tengah-tengah Laut Hitam membawakan keringanan.

Tapi, fakta perang Rusia-Ukraina terus berlangsung tidak menghilangkan kerentanan komoditas gandum yang kini dialami oleh Indonesia dan juga dunia akibat kian terbatasnya kemampuan Ukraina untuk memasok bahan baku pangan tersebut.

Kemudian, perang Israel-Hamas sebagai bagian dari konflik Israel-Palestina yang lebih besar terus berkecamuk sejak serangan Hamas 7 Oktober 2023 silam. Dan jika perbincangan mengenai perang Rusia-Ukraina masih bisa dilakukan dengan membahas korban militer yang berjatuhan, maka perang Israel-Hamas yang terjadi di Jalur Gaza merupakan suatu kengerian yang bersimbah dengan darah warga-warga sipil.

Hingga penulisan artikel ini, Al-Jazeera mencatat nyaris dari 40.000 warga Palestina mati baik di Jalur Gaza maupun Tepi Barat. Di sana lah ‘kemanusiaan’ dikoyak-koyak, diremuk-redamkan, dibuat hancur babak belur oleh kebengisan tentara Israel.

Dalam perang ini lah terlihat sisi terburuknya dari kekuasaan, di mana seorang pemimpin, yaitu Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, terindikasi kuat melancarkan perang demi menyelamatkan dirinya sendiri.

Berkali-kali perundingan gencatan senjata untuk Jalur Gaza diadakan; berkali-kali Hamas setuju dengan tuntutan-tuntutan yang disodorkan kepadanya; sampai-sampai muncul pernyataan dari salah satu petingginya kalau mereka siap untuk membubarkan sayap bersenjatanya dan mendirikan partai politik.

Tapi berkali-kali juga Israel membuat rumit negosiasi yang berlangsung; berkali-kali mereka mengubah tuntutan kala perundingan gencatan senjata tampak menemukan ujung terowongannya; terbaru, Israel terindikasi berada di balik pembunuhan Kepala Biro Politik (Politburo) Hamas, Ismail Haniyah. Sampai-sampai, tidak sedikit yang mengira Netanyahu sengaja memperlama perang di Jalur Gaza.

Perang di Jalur Gaza itu sangat diinginkan oleh kelompok sayap kanan di Israel. Menteri Bezalel Smotrich dan Itamar Ben Gvir menjadikannya sebagai ongkos yang harus dibayar untuk dukungan mereka terhadap Netanyahu. Dan Netanyahu sangat membutuhkan dukungan tersebut.

Saat ini, Netanyahu sedang terlibat beberapa kasus korupsi dan gratifikasi yang mengancamnya dengan penalti seorang kriminal. Untuk beberapa waktu sebelum perang dimulai, rakyat Israel menyorot permasalahan itu. Tidak sedikit yang menuntut pengunduran diri Netanyahu.

Oleh karena itu, mesin perang Israel terus dinyalakan oleh Netanyahu. Darah bangsa Palestina ditumpahkan untuk membayar kesetiaan pendukung-pendukungnya. Dengan begitu, ia bisa mendapatkan sokongan yang cukup untuk terus memimpin. Dan mengamankan diri dari kasus-kasus korupsi yang mengekor di belakangnya.

Korban pembantaian Israel terhadap warga sipil di Nuseirat, Jalur Gaza, mencapai 274 orang. (Foto: Madhyamam)

1 Comment

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Menakar Prospek Hubungan Diplomatik Indonesia dan Turki

JAKARTA – Pada tanggal 11-12 Februari 2025, Presiden Turki Reccep

Revitalisasi Layanan Publik Parpol

JAKARTA – Hasil survei nasional Indikator bertajuk ‘Evaluasi Publik Terhadap
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88
situs totositus totositus totojakartaslot88