1 year ago
2 mins read

Demokrasi Asli Indonesia ala Bung Hatta

Bung Hatta. (Foto: Eheugen.delpher.nl)

JAKARTA – Mohammad Hatta dikenal sebagai pemikir yang menyumbangkan banyak pikiran untuk Republik Indonesia yang ia proklamasikan bersama dengan Sukarno pada 17 Agustus 1945.

Salah satunya menyangkut demokrasi di Indonesia. Menurutnya, demokrasi Barat tidak cocok untuk ditiru di Indonesia.

Pria kelahiran Minang yang kerap disapa Bung Hatta itu menuliskan demokrasi ala Indonesia dalam karangannya yang berjudul “Masa Lalu dan Masa Depan”.

Teks itu merupakan pidato Bung Hatta saat menerima gelar doktor kehormatan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), pada November 1956.

Sebelum masuk ke pembahasan mengenai demokrasi, Hatta terlebih dahulu menggambarkan kehidupan masyarakat desa di Nusantara lalu.

Meskipun masyarakat di wilayah yang kini menjadi Indonesia menghidupi feodalisme dahulu, hak atas tanah dimiliki oleh masyarakat desa. Oleh karena itu, masyarakat Nusantara waktu itu juga hidup secara demokratis.

Atas dasar kepemilikan bersama tanah-tanah di desa, maka penggunaannya oleh rakyat harus berdasarkan persetujuan desa.

“Berdasarkan milik bersama atas tanah, maka tiap-tiap orang-seorang dalam mempergunakan tenaga ekonominya merasa perlu akan persetujuan kaumnya,” tulis Hatta.

Rakyat di desa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berat secara gotong-royong. Dan itu tidak hanya mencakup urusan-urusan yang bersifat publik, tapi juga urusan-urusan yang jatuh ke dalam ranah privat.

“Bukan saja hal-hal yang menurut sistem yuridis Barat termasuk ke dalam golongan hukum publik dikerjakan begitu, tetapi juga mengenai hal-hal prive, seperti mendirikan rumah, mengerjakan sawah, mengantar mayat ke kubur, dan lain-lainnya,” jelasnya.

Oleh karena itu, rakyat desa di Nusantara dahulu terbiasa untuk melakukan musyawarah dalam menentukan kegiatan-kegiatannya.

“Adat hidup semacam itu, yang berdasarkan hak milik bersama tadi atas tanah, membawa kebiasaan bermusyawarat. Segala keputusan tentang soal-soal yang mengenai kepentingan umum diambil dengan kata sepakat,” lanjutnya.

Hatta juga mengatakan bahwa mereka bermufakat untuk mencapai kesepakatan atas kegiatan-kegiatan yang ingin dilakukan.

“Seperti disebut dalam pepatah Minangkabau: bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat. Kebiasaan menetapkan keputusan dengan mufakat menimbulkan kebiasaan mengadakan rapat pada tempat yang tertentu, di bawah pimpinan kepala desa,” ujar Hatta.

Hak protes dan menyingkir

Ia juga menyebutkan mereka sesekali mengadakan protes-protes terhadap pemimpinnya. Selain itu, rakyat desa juga berhak untuk menyingkir dari daerahnya tinggal.

“Ada dua lagi, yaitu hak untuk mengadakan protes bersama atas peraturan-peraturan raja yang dirasakan tidak adil, dan rakyat untuk menyingkir dari daerah di bawah kekuasaan raja, apabila ia merasa tidak senang lagi hidup di sana,” sambungnya.

Hak untuk protes itu digunakan oleh warga desa manakala mereka merasa kebijakan pemimpinnya sudah memberatkan sekali.

“Apabila rakyat merasa keberatan sekali atas peraturan yang diadakan oleh Bupati atau Wedana atau pembesar lainnya, maka kelihatan banyak sekali orang datang ke alun-alun dan duduk di sana beberapa lama dengan tiada berbuat apa-apa,” kata Hatta.

Protes memang jarang terjadi, tapi sekalinya rakyat melakukan itu, maka akan jadi pertimbangan bagi para pemimpin untuk mencabut atau mengubah perintahnya.

Demikian, itu lah elemen-elemen demokrasi ala Indonesia seperti yang ditemukan dalam kehidupan masyarakat di desa-desa Nusantara pada zaman dahulu.

“Kelima anasir (elemen) demokrasi asli itu: rapat, mufakat, tolong-menolong atau gotong-royong, hak mengadakan protes bersama dan hak menyingkirkan diri dari kekuasaan raja, dipuja dalam lingkungan pergerakan nasional sebagai pokok yang kuat bagi demokrasi sosial, yang akan dijadikan dasar pemerintahan Indonesia merdeka di masa datang,” terangnya.* (Bayu Muhammad)

Baca juga: Lima Kriteria Demokrasi Robert Dahl

1 Comment

Leave a Reply to Tiga Sumber Inspirasi Demokrasi Sosial di Indonesia – Total Politik Cancel reply

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Tantangan Kualitas Pemimpin Politik Pasca Reformasi

JAKARTA – Pendiri Inisiatif Sabri & Saudara (ISS), Miftah Sabri,

‘Gibran Harus Jaga Citra dan Integritas’

JAKARTA – Wakil Pemimpin Redaksi CNN Indonesia, Revolusi Riza Zulverdi,
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88
situs totositus totositus totojakartaslot88