1 year ago
8 mins read

Bambang Pranoto dan Kisah Minyak Kutus-Kutus

Bambang Pranoto, pencipta minyak balur Kutus-Kutus. (Foto: Hertasning Ichlas)

Selama hidup di Bali yang kisahnya tak selalu bermandikan sinar matahari dan kilauan pelangi, ia kerap mendapat tawaran pekerjaan untuk kembali menjadi tukang profesional berpangkat tinggi dan bergaji besar di Jakarta.

Ia bergeming. Ia selalu merasa akan mendapatkan sesuatu yang besar di Bali.

Sesuatu yang besar itu pun datang pada kisaran 2011.  Saat itu, ia membawa banyak barang di tangannya mondar-mandir pergi ke restoran miliknya yang hanya berbilang meter dari rumahnya. Jalanannya agak unik berupa pematang kecil menyusuri dua kali yang bersisian. Ia terperosok masuk ke lubang yang tak terlihat matanya hingga terjeblos ke pangkal paha.

Ia kemudian lumpuh. Seketika hidupnya terpelanting drastis bersama bagian bawah badannya yang mati rasa.

Pengobatan tukang urut dan dokter serta obat-obatan tak kunjung menyembuhkan dirinya malah penggunaan obat berlebihan semakin memperparah keadaannya.

Ia mengambil sikap reflektif dari kejadian itu. Ia menarik dirinya mundur untuk menenangkan pikirannya dan mengingatkan dirinya sendiri bahwa dalam setiap penderitaan sekaligus di dalamnya ada pelajaran berharga dan jalan keluar.

Ia memutuskan menyembuhkan dirinya sendiri. Itulah saatnya ia bergumul kembali dengan rempah-rempah untuk membuat ramuan minyak tradisional. Dari situlah ia melahirkan minyak balur Kutus-Kutus yang terbukti telah menyembuhkan dirinya sendiri.

Awalnya minyak balur itu ia bagikan cuma-cuma kepada kawan dekatnya yang berkunjung ke Bali. Ternyata banyak orang merasakan khasiat minyak itu dan menyarankan dirinya untuk menjualnya.

Pada 2013, ia resmi menjual minyak balur Kutus-Kutus. Kutus artinya delapan di dalam Bahasa Bali. Nyalinya terkumpul bulat untuk menjual minyak itu setelah ia mandi di pemandian Balutan di Tampak Siring dan seseorang katanya menepuk punggungnya dari belakang berpesan kepadanya untuk segera menjual minyak tersebut. Entahlah siapa orang itu.

Tanpa bantuan iklan di media, pembicaraan jalanan tentang khasiat minyak balur Kutus-Kutus berisi 69 bahan herbal itu melesat merambati percakapan penikmat minyak balur, terutama ibu-ibu muda yang memiliki anak kecil.

Aroma baunya yang tak terlalu menyengat dibanding minyak lain yang lebih mapan dan khasiatnya dengan cepat mendapat banyak pujian dari penggunanya.

Dalam bilangan waktu kurang dari 6 tahun, minyak balur Kutus-Kutus sudah ada di rumah-rumah dan di hati anak-anak Indonesia di penjuru Indonesia.

Penjualannya meroket dari Rp 500 juta di 2016 menjadi Rp 500-an miliar rupiah di 2020. Kini minyak itu memiliki pabrik pengolahan berpusat di Bali. Usahanya berkembang meliputi hotel, sekolah dan radio dengan jumlah karyawan 1.000 orang lebih ditambah 5000 orang distributor, depo dan reseller yang tersebar di seluruh Indonesia termasuk Papua.

Saat Covid-19 membenamkan banyak usaha dan kehidupan, permintaan dan produksi Kutus-Kutus justru mencapai 2 juta botol per bulan dengan omzet mencapai Rp 570 miliar.

Terawan, menteri kesehatan saat itu menyadari peran penting minyak itu dalam melawan virus COVID-19. Sang menteri meminta khusus kepada pemiliknya agar harga minyak itu diturunkan supaya terjangkau masyarakat bawah. Bambang Pranoto kemudian mengubah harganya dari sebelumnya Rp 230 ribu menjadi Rp 170 ribu rupiah.

Sepanjang kariernya, minyak balur tersebut hingga kini menjadi ancaman terhadap 50 persen perusahaan farmasi. Salah satu perusahaan farmasi besar pernah berusaha serius untuk membeli perusahaan Kutus-Kutus. Tantangan lainnya, sekitar 70-an persen pemalsuan dan bajakan minyak itu telah beredar di masyarakat terutama melalui pemesanan daring.

Tapi saya menikmati jawaban ringan Bambang Pranoto yang mengatakan semakin ramai pembajakan semakin banyak pula orang yang mencari aslinya. Ia tidak banyak khawatir soal itu.

Namun, saya merasakan kekecewaan dan getir saat ia menceritakan bagaimana anak tirinya yang ia besarkan dan percayakan untuk membantunya mengembangkan Kutus-Kutus menikamnya dari belakang.

Ia memercayakan pendaftaran merek dan logo Kutus-Kutus kepada anaknya itu. Namun, anaknya menggunakan kesempatan itu untuk memahkotakan dirinya sendiri sebagai pemilik legal merek dan logo produk tersebut.

Bambang Pranoto merelakan merek dan logo itu pergi digondol dengan cara licik bersama miliaran rupiah yang harus ia tanggung sebagai implikasi keuangan dari pengkhianatan tersebut.

Ia memutuskan tidak meladeni permintaan uang anak tirinya yang angkanya fantastis untuk mengambil kembali logo dan merek minyak itu. Kutus-Kutus di tangannya kini berubah menjadi Kutus-Kutus beraksara Bali dari sebelumnya bertuliskan latin yang kini dikuasai oleh anak tirinya.

Sesuatu yang besar akan terjadi lagi dengan hidupnya dan minyak balurnya.

Kesehatan Bambang Pranoto terpelanting untuk kedua kalinya ketika Ia mengalami lumpuh kembali di sekitar pinggang dan kaki kanan pada Desember 2023. Berhari-hari ia hanya bisa terbaring lunglai. Dokter tidak bisa melihat sesuatu yang bermasalah pada tubuhnya.

Ia kembali berinisiatif menyembuhkan dirinya sendiri. Pada pertengahan Januari 2024, ia menyeret kakinya separoh ngesot sambil menahan rasa kesakitan agar bisa ke pasar Badung di Bali untuk memilih dan mengumpulkan rempah-rempah yang diperlukan untuk mengobati dirinya sendiri.

Seiring penyembuhan dirinya oleh minyak baru buatannya, Ia mentransformasi minyak balurnya menjadi Kutus-Kutus aksara Bali dengan olahan 69 bahan dan ramuan baru bernama Minyak Balur Sanga-Sanga dengan olahan 140 bahan beraroma lavender dan bunga pudak yang langka yang tumbuh di tepi pantai di Bali.

Bambang Pranoto memasuki senjakala usia, namun ia memasukinya dengan gagah setelah melalui setiap peperangan hidup yang dijalaninya sejak kecil dengan sikap menerima. Kini minyak balurnya beserta produk turunan lainnya sedang gencar menembus pasar dunia termasuk di 27 negara di Eropa.

Kastilnya di Belanda, tempat saya dua kali bertemu untuk menyelami dirinya sebenar-benarnya adalah perwujudan kehidupan desanya bukan simbol kesombongan, namun pesan kecil kepada orang-orang Indonesia bahwa ia bisa dan telah sampai di titik ini dengan usahanya sambil mengibarkan bendera merah putih di halaman depan rumahnya.

Dalam setiap penerimaannya untuk senantiasa menghadapi pahit getir kehidupan dengan tabah tanpa sumpah serapah dan laku menyalahkan siapapun, apalagi menyalahkan sang Pencipta, ia sebenarnya mentransformasi dirinya seperti pula minyak balurnya. Menjadi manusia kuat yang tak terkalahkan.*

*Penulis lepas sedang studi dan bermukim di pinggiran Den Haag.

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Trans Metro Dewata Nasibmu di Ujung Tanduk

JAKARTA – Kemacetan lalu lintas melanda hampir semua kota dan

Bantu Belanda, Pribumi Minta Pemenuhan Hak

JAKARTA – Dalam sejarah manusia, tidak jarang ditemukan sekumpulan orang
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88
situs totositus totositus totojakartaslot88