1 year ago
10 mins read

Masinton Pasaribu: Prinsip Pengelolaan Negara

Politikus PDI-P, Masinton Pasaribu. (Foto: Totalpolitik.com)

Kenapa bisa demikian?

Jadi, kita ini nggak pernah menyentuh ke persoalan mendasarnya diselesaikan dulu. Kenapa terjadi salah kelola, kenapa terjadi penyelewengan dan berpotensi melanggar hukum? Nah itu nggak pernah dikasih skema (penyelesaian yang clear) ke kita. Tata kelola selanjutnya itu seperti apa sistemnya? Mitigasi dan sistem di dalamnya itu untuk mencegah. Nggak ada. Padahal, kalau dalam badan-badan usaha swasta kan itu harus diurus. Kenapa kita nggak serius? Kayak mudah banget tuh, ya kan?

Padahal, itu uang nilainya triliunan. Bisa saja setahun itu PMN mencapai Rp 20 triliun, bahkan lebih. Kalau perusahaannya rugi, bagimana memberikan dividen? Perusahaannya sakit, bagaimana? Hal-hal gitu loh. Artinya, bagaimana Badan Usaha Milik Negara itu bisa naik kelas. Bagaimana dia bisa expand, di dalamnya masalah. Dan itu nggak ada standar penyelesaiannya. Bagaimana biar ke depan tidak mengulangi hal yang sama. Tidak tersentuh (masalahnya).

Siapa yang paling bertanggungjawab menyelesaikan masalah ini?

Ya, harusnya kan ada Kementerian BUMN. Harusnya men-support di situ dong. Pembenahan di dalamnya. Kemudian, Kementerian Keuangan. Dia kan harus menetapi standar juga. Nah kalian sudah lakukan apa? Ada masalah begini-begini bagaimana? Ke depannya bagaimana? Sebagai bendahara negara kan yang akan memberikan PMN. Kan harusnya lu bikin ini (standar)-nya dulu dong. Biar ke depannya ada prinsip kehati-hatian tadi. Artinya, negara men-support, tapi yang bener dong.

Bagaimana DPR meminta penyelesaian terhadap masalah-masalah itu?

Sebenarnya tiap-tiap komisi kan ada ya, kayak BUMN itu corporate action-nya ada di Komisi VI. Yang membidangi, yang mengawasi BUMN day-to-day-nya. Kalau di Komisi XI itu kan persetujuan untuk menyangkut perbendaharan negara. Kita setuju atau tidak dengan yang diajukan oleh pemerintah melalui Menteri Keuangan. BUMN kan mengajukannya di internal pemerintah ke Menteri Keuangan dulu, baru mengajukan ke Komisi XI persetujuannya.

Ada tidak PR undang-undang yang belum terselesaikan di Komisi XI?

Ya, itu tadi tentang Undang-Undang Statistik. Tapi lagi dibahas di Badan Legislatif (Baleg), (tahap) sinkronisasi. Nanti kami bahas di Komisi XI.

Bagaimana UU P2SK bisa lolos, sebab sebelumnya sempat alot. Apa urgensi UU tersebut?

Melihat beberapa perundang-undangannya digabungkan di situ ya, sektor pengawasannya, penjaminannya, kemudian moneter. Nah, digabungkan di situ. Jadi mengatur bidang BI, OJK, dan LPS. Jadi, dalam pembahasannya selalu dan pasti ada dinamika. Mana yang dianggap krusial pasal-pasalnya, itu pasti alot. Umpama saja, satu contoh, menggeser nomenklatur dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menjadi nomenklaturnya ‘perkreditan’ diubah menjadi ‘perekonomiannya’. Itu kan juga menyangkut permodalannya.

Kemudian di pengelolaan penjaminan simpanan. Selama ini kan LPS itu dia menjamin seluruh simpanan-simpanan kita di bank. Sekian persen, berapa persennya dari yang kita tabung itu kan dijaminkan oleh negara. Kalau nggak salah tuh sebelumnya Rp 2 miliar. Artinya, bagaimana memperluas penjaminan simpanan tadi. Termasuk bagaimana penjaminan terhadap polis asuransi.

Apakah ada pembahasan yang serius mengenai pinjol di Komisi XI?

Pinjol kan standar bunganya itu OJK yang mengatur. Iselalu dikonsultasikan dulu ke DPR tuh Peraturan OJK itu. Kemudian bagaimana mekanisme pengawasannya. Yang susah itu memang yang ilegal, karena kan nggak diatur. Itu kan butuh koordinasi terus dengan pemerintah.

Pinjaman online ilegal yang nggak terdaftar itu kan selalu di pusat layanannya. OJK memberitahu nih mana saja pinjaman ilegal. Tapi kan nggak semua masyarakat tahu. Yang ilegal itu sebenarnya bisa diatur di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), karena pemerintah yang punya regulasi.

Ada sanksi untuk pinjol ilegal tidak?

Iya, sifatnya ilegal kan tidak resmi. Harusnya negara dong menetapkan, mengoperasikan pinjaman ilegal itu ada sanksinya, ya pidana. Apalagi menyangkut kerugian masyarakat. Di kita kan nggak jelas. Problem di kita ini kayak nggak sungguh-sungguh mengelola negara.

Kenapa ada pinjol yang legal, apa batasan antara legal dan ilegal?

Satu, kalau legal dia terdaftar, itu saja. Kemudian, dia mengikuti seluruh aturan yang ada. Regulasinya diatur oleh Peraturan OJK. Batasan bunganya, mekanisme mendaftarnya, mana yang boleh, mana yang nggak. Kalau pinjol ilegal kan, satu nggak terdaftar. Kedua, ya dia nggak ikut dalam aturan main yang ditentukan OJK.

Apakah Anda masih melihat fenomena pinjol di daerah pemilihan (dapil) Anda?

Orang sudah kepepet pasti ke pinjol ini. Nggak di kota, nggak di desa, ya kan. Cuma harusnya bisa dipilah yang legal maupun ilegal. Ya, jangan pilih pinjol yang ilegal dong. Komplainnya gimana? Kalau yang legal kan ada lembaga yang mengawasinya. Kalau ilegal kan nggak resmi, lepas bablas.

Bahkan, data bisa hilang semua tuh kesedot sama dia. Terus bunganya semau dia. Cara menagihnya juga. Padahal, kalau penagihannya itu juga ada prosedurnya kalau yang legal. Kalau pinjol legal, penagihan dengan cara tidak wajar, bisa diadukan ke OJK. Biar dipanggil tuh pengelola pinjolnya. Tapi kalau dia ilegal, ya lapornya ke polisilah.

Kenapa masyarakat memilih pinjol, padahal bisa ke bank?

Satu, aksesnya, persyaratannya. Kenapa orang lebih memilih pinjol, baik yang legal maupun ilegal, karena kalau ke bank kan persyaratannya banyak. Sementara ini dia cukup ngasih lokasi, Kartu Tanda Penduduk (KTP), foto diri. Yang jadi pertanyaan, kenapa kok pinjaman online bisa (menembus batas), bank tak bisa.

Apakah bank harus menurunkan syarat untuk meminjam?

Harusnya kan begitu dong. Banknya lebih fleksibel. Tapi juga dalam bisnisnya tetap prudent-lah, hati-hati. Ya, harusnya begitu. Cuma kan bank masih jalani prinsip kehati-hatian. Kalau terlalu hati-hati, susah. Harusnya ada inovasi dalam pelayanannya, tetap dengan prinsip mengutamakan kehati-hatiannya.

Walaupun pinjaman di online tuh lebih mahal bunganya. Lembaga-lembaga keuangan kita seperti bank kan belum bisa mengadaptasi. Dan perbankan kan selalu standarnya kaku. Pertanyaannya, kenapa badan-badan usaha seperti pinjol itu bisa, kok bank kita nggak bisa? Nah, itu kan sebenarnya tantangan.

1 Comment

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Zulfan Lindan: Pramono Anung Sudah Punya Basis Suara Solid

JAKARTA – Politisi Senior, Zulfan Lindan, menyoroti strategi politik yang

Pilgub Jateng Tantangan bagi PDIP

JAKARTA – Politisi Senior, Zulfan Lindan, menilai pemilihan gubernur di
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88
situs totositus totositus totojakartaslot88