JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) Israel memutuskan kalau pria dari kalangan Yahudi ultra-Ortodoks harus melakukan wajib militer.
Keputusan itu disepakati oleh panel yang terdiri dari sembilan hakim. mereka menyatakan kalau pengecualian dari pemerintah bagi orang-orang ultra-Ortodoks dan Haredi untuk tidak mengikuti wajib militer tidak sah.
Mereka juga meminta agar pendanaan untuk seminari-seminari yeshiva tempat orang-orang Ortodoks mempelajari kitab Taurat dicopot apabila murid-muridnya tidak ikut wajib militer.
MA menyatakan kalau pengecualian bagi orang-orang Yahudi ultra-Ortodoks dan Haredi merupakan penegakan selektif yang tidak valid, yang merupakan pelanggaran serius terhadap supremasi hukum, dan prinsip yang menyatakan bahwa semua individu setara di depan hukum.
Tidak hanya itu, MA juga melihat isu tersebut menjadi pelik di tengah-tengah suasana peperangan yang menuntut agar setiap warga negara setara melaksanakan tugas-tugasnya, salah satunya adalah mengikuti wajib militer.
“Di tengah perang yang melelahkan, beban ketidaksetaraan menjadi lebih berat dari sebelumnya dan memerlukan solusi,” bunyi keputusan itu.
Netanyahu terancam
Keputusan MA ditunggu-tunggu oleh beberapa elemen di Israel, terutama kalangan militer yang menilai kelompok Yahudi ultra-Ortodoks dan Haredi tidak punya kontribusi terhadap militer dan angkatan kerja.
Akan tetapi, dua partai Yahudi ultra-Ortodoks, yaitu Shas dan United Torah Judaism (UTJ), yang jadi mitra koalisi parlementer Perdana Menteri (PM) Israel, Netanyahu, punya rekor mengancam keluar pemerintahan apabila kebijakan tersebut diterapkan.
Menteri UTJ, Yitzhak Goldknopf, menyayangkan keputusan MA. Dia menekankan pentingnya studi Taurat yang dilakukan oleh kelompok yang diwakilinya terhadap Israel.
“Negara Israel diciptakan untuk menjadi rumah bagi orang-orang Yahudi, dan Taurat adalah landasan keberadaannya. Taurat yang suci akan menang,” katanya.
Dinamika ini mengancam pemerintahan Netanyahu yang menjadi rapuh seiring dengan berjalannya perang di Jalur Gaza.
Netanyahu membutuhkan dukungan kelompok Yahudi ultra-Ortodoks dan juga Haredi. Tapi ia juga sedang berada di tengah-tengah konflik. Di mana tuntutan agar semua elemen masyarakat Israel berkontribusi terhadap perang di Jalur Gaza semakin besar.
Perbedaan kepentingan itu berpotensi semakin memecah belah masyarakat Israel di garis sekularis dan agamis.
Oposisi Netanyahu dari kubu sentris, Benny Gantz, yang keluar dari kabinet perang Netanyahu beberapa waktu lalu, sudah angkat suara.
Ia menyalahkan Netanyahu atas keputusan MA. Menurutnya, Netanyahu dan pihaknya tidak mengupayakan resolusi terhadap isu wajib militer untuk orang-orang Yahudi ultra-Ortodoks dan Haredi.
“Saudara Harediku, itu bukan (salah) kamu dan bukan pengadilan. Perdana menteri dan para menteri di pemerintahannyalah yang belum mencari solusi untuk rancangan tersebut dan tidak melayani negara. Sebaliknya, (mereka telah mencari) solusi untuk membantu memperkuat koalisi. Belum terlambat untuk mencapai kesepakatan,” ujarnya.* (Bayu Muhammad)
Baca juga:
Menteri Israel Mau Kuasai Penuh Tepi Barat