1 year ago
1 min read

Kematian Mengintai Jurnalis di Jalur Gaza

Jurnalis di Jalur Gaza rentan jadi korban serangan Israel. (Foto: Theintercept)

JAKARTA – Dilansir dari The Guardian, serangan Israel ke Jalur Gaza merupakan yang paling mematikan bagi jurnalis beberapa waktu terakhir.

Penyelidikan dari The Guardian menemukan militer Israel, IDF, memiliki penafsiran hukum perang yang membuat rentan para jurnalis di Jalur Gaza. Salah satunya berdampak kepada keselamatan jurnalis-jurnalis di media yang dimiliki atau berafiliasi dengan Hamas.

Padahal, pejabat senior Israel mengatakan kalau mereka tidak memiliki kebijakan untuk menyasar pekerja media. “Tidak ada kebijakan yang menargetkan personel media,” ujarnya.

Peran jurnalis-jurnalis asal Palestina menjadi penting setelah Israel melarang media-media asing untuk meliput di sana. Dan mereka terus bekerja meskipun nyawanya terancam.

Lembaga asal Amerika Serikat (AS), Committee to Protect Journalists (CPJ) mencatat 103 jurnalis dan pekerja media Palestina yang terbunuh dalam perang di Jalur Gaza.

Mereka menemukan kalau 30 persen dari korban-korban tersebut bekerja untuk media yang terafiliasi dengan Hamas.

Lembaga lainnya, Arab Reporters for Investigative Journalism (ARIJ), menemukan 23 pekerja media yang terbunuh sejak serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 bekerja untuk media al-Aqsa yang dimiliki oleh Hamas.

‘Tidak ada bedanya’

Juru Bicara (Jubir) senior IDF mengatakan kalau pekerja media dan milisi bersenjata Hamas tidak ada bedanya.

Hal itu membuat Profesor Hukum Rutgers University, Adil Haque, terkejut. Menurutnya, IDF menunjukkan ketidaktahuan atau ketidakacuhan mereka terhadap hukum-hukum internasional.

Kolonel IDF, Olivier Rafowicz, menyatakan pekerja media al-Aqsa juga terlibat dalam organisasi perang Hamas.

“(Media) al-Aqsa adalah milik organisasi perang Hamas dan orang-orang yang bekerja di dalamnya adalah anggota aktif organisasi perang Hamas,” katanya.

Padahal, keamanan pekerja-pekerja media merupakan hukum dasar kemanusiaan yang ditemukan di seluruh dunia. “Ini adalah gagasan paling mendasar dalam hukum kemanusiaan internasional,” kata Haque.

Senada dengan Haque, Profesor di University of Oxford, Janina Dill, mengatakan kalau pemberitaan bukanlah bentuk keterlibatan langsung dalam aksi permusuhan.

“Sekalipun mereka melaporkan berita tersebut dengan cara yang bias, meskipun mereka melakukan propaganda untuk Hamas, meskipun Israel pada dasarnya tidak setuju dengan cara mereka melaporkan berita tersebut, itu tidak cukup,” ujarnya.

Dalam hukum perang, seorang jurnalis baru akan kehilangan status nya sebagai sipil apabila mereka terlibat dalam perencanaan, persiapan, atau pelaksanaan operasi tempur. Faktanya ada jurnalis yang bekerja untuk organisasi seperti al-Aqsa yang terafiliasi dengan Hamas tidak menjadikan mereka sasaran militer.* (Bayu Muhammad)

Baca juga:

‘Obituary’ untuk Gaza

Momentum Bersejarah di Jalur Gaza

Dari Indonesia untuk Gaza

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Menakar Implikasi Perang Israel-Iran

JAKARTA -Situasi geopolitik Timur Tengah memanas setelah pecah perang terbuka

Duka Cita PP Muhammadiyah atas Kematian Yahya Sinwar

JAKARTA – Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menyampaikan rasa duka cita
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88
situs totositus totositus totojakartaslot88