1 year ago
7 mins read

Membuka Kotak Pandora Izin Tambang untuk Ormas

Presiden Joko Widodo memberikan izin tambang untuk ormas keagamaan. (Foto: Biro Pers Presiden)

JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan izin pertambangan kepada organisasi kemasyarakatan-organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan.

Hal itu tertuang dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara menjadi PP Nomor 25 Tahun 2024 yang ditekan pada Kamis (30/5/2024).

Kendati mendapatkan respons yang positif dari beberapa pihak, langkah Jokowi memungkinkan ormas-ormas keagamaan untuk mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) telah memicu badai kontroversi.

“Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas keagamaan,” ujar Pasal 83A ayat I.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, berbagai ormas keagamaan telah menyambut langkah pemerintah itu dengan baik. Mereka adalah Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Islam (Persis), dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI).

Ketua umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, sendiri telah menyatakan ormasnya telah mengajukan izin pengelolaan untuk lahan tambang kepada pemerintah.

“Kami memang sudah mengajukan begitu pemerintah mengeluarkan revisi PP No 96 Tahun 2021 yang memungkinkan untuk ormas keagamaan mendapatkan konsesi tambang, kami juga kemudian mengajukan permohonan,” ujar pria yang kerap disapa Gus Yahya itu, Kamis (6/6/2024).

Udang di balik batu

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Pancasila, Prof Agus Surono, mengkhawatirkan kalau izin tambang yang diberikan oleh pemerintah kepada ormas-ormas keagamaan bisa dimanfaatkan oleh pihak oligarki.

Ia mencontohkan kasus korupsi Perseroan Terbatas (PT) Timah yang baru saja terjadi.

“Kasus misalkan ya, kasus timah misalkan, itu kalau kita perhatikan, sektor korupsi timah dan lain-lain,” katanya saat diwawancarai Totalpolitik.com, Jumat (14/6/2024).

Dalam hal ini, Agus tidak mempermasalahkan sifat dari IUP yang diberikan oleh pemerintah kepada ormas-ormas keagamaan.

Menurutnya, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sudah memberikan dasar untuk pemanfaatan sumber daya-sumber daya alam, khususnya mineral oleh kalangan rakyat. Hal itu juga berlaku untuk ormas-ormas keagamaan.

“Jadi, dalam beberapa kasus yang saya cermati, sektor tambang itu banyak hal-hal yang menurut saya tidak hanya kita bicara soal apakah penambangan itu izinnya ada atau tidak. Tidak hanya sekadar itu,” kata Agus.

“Kalau secara filosofisnya kan, bahwa sumber daya alam yang ada, sesuai Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 itu, maka mestinya harus benar-benar dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyatnya,” sambungnya.

Dalam perspektif landasan konstitusional itu, jelas Agus, memang semua pihak, termasuk juga ormas-ormas apapun mempunyai hak untuk itu.

Akan tetapi, ia mencemaskan apakah ormas-ormas keagamaan memiliki kemampuan dan kompetensi untuk mengelola pertambangan.

Keresahan yang serupa juga disampaikan oleh Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migran, dan Perantau serta Keutuhan Ciptaan, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Romo Marten Jenarut.

Menurut Marten, KWI menyikapi langkah pemerintah memberikan izin pertambangan kepada ormas-ormas keagamaan berdasarkan posisinya sebagai lembaga keagamaan.

“Lembaga keagamaan kan kompetensinya atau urusannya itu berkaitan dengan pendidikan spiritual, membangun kesalehan umat beragama. Termasuk juga yang berkaitan dengan karya liturgi dan pewartaan, termasuk urusan kemanusiaan,” ujarnya dalam siniar dengan Total Politik, Selasa (11/6/2024).

Marten menilai pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut sesuai dengan jati diri KWI yang berkedudukan sebagai lembaga keagamaan.

“Dan KWI sebagai lembaga keagamaan mau tegak lurus, konsisten dengan marwahnya,” tegas Marten.

Lebih lanjut, ia menyatakan KWI bersikap hati-hati terkait dengan isu izin pertambangan. Sebab, hal itu merupakan wilayah aktivitas yang baru untuk mereka.

Terlebih ada potensi aktivitas pertambangan berhadapan dengan prinsip-prinsip Gereja jika nantinya dikerjakan oleh ormas-ormas keagamaan, khususnya lembaga-lembaga keagamaan Katolik.

“Saya mau bilang, Gereja agak sedikit hati-hati loh, ketika masuk di dalam suatu dunia yang selama ini belum pernah dimasukin. Di pihak lain, omong pertambangan ini kan ada mekanisme pasarnya. Dan mekanisme pasar ini bisa saja berpotensi untuk persis bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran gereja itu sendiri,” jelasnya.

Ada oligarki

Kemudian, Agus mempertanyakan apakah ormas-ormas keagamaan bisa atau dimungkinkan memegang yurisdiksi atas aktivitas-aktivitas pertambangan?

Memang, kata Agus, hukum yang berlaku memang mengenal dan mengakui kehadiran pertambangan rakyat. Dan secara yuridis apakah ormas itu merupakan subjek yang dapat diberikan hak untuk mengelola itu.

Ini harus dilihat lagi dari Undang-Undang Nomor 4/2009 maupun perubahannya, yakni Undang-Undang 3/2020. “Jadi, memang di sana, penambangan rakyat namanya. Penambangan rakyat, tradisional, ada rakyat di situ,” papar Agus.

Hanya saja ia mengkhawatirkan usaha pertambangan rakyat malah dijadikan ajang bagi pihak-pihak oligarki untuk meraup untung dari belakang mereka.

“Cuma yang menjadi concern saya adalah… biasanya dalam praktiknya, yang harus dihindari itu izin-izin penambangan untuk rakyat tapi di belakangnya bukan rakyat, oligarki juga,” sambungnya.

Seperti dalam kasus korupsi PT Timah, Agus melihat adanya permainan bulus yang melibatkan elemen rakyat dalam suatu skema kotor pihak perusahaan.

Ia menjelaskan, PT Timah membeli hasil-hasil tambang yang dilakukan oleh masyarakat secara ilegal. Lalu ditampung oleh korporasi swasta yang kemudian ditambang di lahannya PT Timah, tapi kemudian dijual kepada PT Timah lagi,” ujarnya.

Komitmen pemerintah

Agus tak memahami apa alasan Presiden Jokowi memberikan izin pertambangan kepada ormas-ormas keagamaan. Namun, ia memperkirakan ormas-ormas keagamaan nantinya harus menjalin berbagai kerja sama, termasuk dengan pihak-pihak perusahaan untuk mengelola tambang tersebut.

“Secara teknis saya yakin si ormas itu harus bekerja sama kan. Nggak bisa dia melakukan sendiri. Pasti bekerja sama dengan pihak ketiga, korporasi lagi,” katanya.

Agus bisa menyetujui langkah tersebut asalkan pertambangan yang izinnya diberikan kepada ormas-ormas keagamaan dikelola secara profesional. Dan juga setelah ormas-ormas keagamaan melengkapi persyaratan-persyaratan legal untuk melaksanakan aktivitas itu.

“Kalau dikelola secara profesional kita setuju-setuju saja. Cuma mesti ada izin. Nah, ormas itu harus punya badan usaha untuk mendapatkan izin. Tidak bisa ormas langsung mengelola direct. Ormas harus membentuk badan usaha. Dan badan usaha itulah yang kemudian mengelola (tambang) itu,” lanjutnya.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin, dalam siniar Total Politik, Selasa (11/6/2024), mewajarkan kalau tidak semua pihak setuju dengan langkah pemerintah memberikan IUP kepada ormas-ormas keagamaan.

“Memang di alam negara demokrasi seperti Indonesia ini, memang tidak gampang. Tidak selamanya satu kebijakan pemerintah yang diambil itu, yang menurut pemerintah baik, menurut pemerintah mendatangkan manfaat, menurut pemerintah mendatangkan kemaslahatan bagi orang banyak, tapi belum tentu diterima sebagai sesuatu, seperti apa yang dipandang oleh pemerintah,” katanya.

Oleh karena itu, Ngabalin menyatakan pemerintah menghormati sikap-sikap yang muncul itu. Hanya saja, ia menekankan bahwa pemerintah memiliki banyak pertimbangan untuk memberikan izin pertambangan kepada ormas-ormas keagamaan.

“Khususnya menyangkut dengan kebijakan pemerintah terkait dengan pemberian wilayah Izin Usaha Pertambangan ini, tentu punya pertimbangan banyak sekali. Pertimbangan historis, pertimbangan sosiologi, pertimbangan-pertimbangan yang bisa mendatangkan kemaslahatan bagi orang banyak,” sambungnya.

Ngabalin menjamin kalau pemerintah melakukannya sesuai dengan regulasi. Dan ia menyinggung apa yang disebut oleh Agus, yaitu sumber-sumber daya alam, termasuk tambang, harus dikelola secara adil dalam rangka memberikan manfaat kepada masyarakat.

“Pertama, apa yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo tentu harus sesuai dengan regulasi. Kedua, suka atau tidak suka, bahwa tambang dan semua kandungan negeri ini juga harus begitu adil dalam mengelolanya, dalam pemanfaatannya,” kata Ngabalin.

Akan tetapi, ia menghormati keputusan beberapa pihak lainnya yang ‘berhati-hati’ seperti KWI. Pada saat yang sama, ia menekankan perlunya pemerintah bertindak untuk memberikan kemaslahatan kepada masyarakat.

“Hari ini mungkin tentu saja sifat kehati-hatian itu menjadi hal yang tidak boleh tidak dihormati, harus dihormati. Tapi yang pasti bahwa, untuk dan atas nama negara, pemerintah harus berbuat sesuatu untuk mendatangkan kemaslahatan bagi orang banyak. Karena ormas itu jaringan ke bawah itu pasti banyak, (bicara) umat,” ucapnya.

Ngabalin juga menyampaikan pemerintah berkomitmen untuk mendampingi ormas-ormas keagamaan mengelola pertambangan-pertambangan yang mereka pegang secara profesional.

 

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Menkop Apresiasi Pengesahan RUU Minerba, Koperasi Diizinkan Kelola Tambang

JAKARTA – Kementerian Koperasi (Kemenkop) mengapresiasi pengesahan revisi Undang-Undang Nomor

Iya dan Tidak Soal Tambang

JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan izin pertambangan kepada
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88
situs totositus totositus totojakartaslot88