JAKARTA – Akademisi Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin, menilai koalisi antara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berkoalisi dalam mengusung Anies Baswedan di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2024 menarik.
Terlebih, apabila duet PKS-PDIP dengan mengusung Anies itu berhadapan dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang memajukan sosok Ridwan Kamil nantinya.
“Tentu kalau yang diusung oleh PDIP dan PKS itu Anies, ini pertarungan yang menarik ya. Pertarungan yang seimbang kalau atau jika KIM-nya mengusung RK. Jadi, bahkan ada katakanlah head-to-head yang bisa kita nikmati di Pilkada DKJ nanti,” katanya saat dihubungi oleh Totalpolitik.com, Senin (10/6/2024).
Ujang menjelaskan kalau politik di Indonesia dinamis. Sehingga persekutuan antara PKS dan PDIP bisa saja terjadi meskipun keduanya sering bertentangan selama ini.
“Walaupun mereka sering bertengkar, sering tidak ketemu, antara PDIP dengan PKS, tetapi kalau dalam politik itu cair, dinamis. Jadi di DKJ itu bisa saja ketemu,” sambungnya.
Satu hal yang bisa saja menghambat terbentuknya koalisi tersebut adalah kesukaran dalam menentukan siapa yang jadi bakal calon wakil gubernur (bacawagub) dari Anies jika ia dicalonkan kelak.
“Kenapa? Karena pasti akan berebut. PKS akan berebut ingin memajukan kadernya sebagai calon wakil gubernurnya Anies. PDIP pun sama, akan mendorong kadernya jadi calon wakil gubernurnya Anies,” lanjut Ujang.
Apabila PKS dan PDIP akhirnya tidak menemukan titik temu dalam persoalan ini, maka sulit untuk membentuk koalisi.
“Apakah ketemu atau tidak, ini yang menjadi persoalan. Kalau tidak ada yang mengalah, kalau tidak ada yang mau, ya tentu koalisi itu bisa bubar. Bisa ambyar, bisa tidak terjadi,” katanya.
Sebaliknya, koalisi bisa terbentuk apabila PKS dan PDIP bisa menyelesaikan itu di antara mereka dan memilih bacawagub yang akan mendampingi Anies nantinya.
“Kalau misalkan keduanya sepakat mengusung Anies—PDIP dan PKS—dan menyepakati juga calon wakil gubernurnya, ya akan bisa berkoalisi,” kata Ujang.
‘50-50’
Ujang menilai kesempatannya masih ‘50-50’ antara koalisi PKS-PDIP mengusung Anies jadi terbentuk atau tidak. “Bisa jadi, juga bisa tidak. Bisa terlaksana, juga bisa tidak,” ujarnya.
Yang jelas, ia melihat adanya pragmatisme politik baik dari PKS maupun PDIP dalam kontestasi elektoral di Jakarta ini.
“Bagi PDIP, kepentingannya pragmatisme saja. Sementara bagi PKS kepentingannya untuk melawan kubu Koalisi Indonesia Maju atau kubu pemerintah,” tandas Ujang.
Selama beberapa waktu ke belakang, nama Anies santer dibicarakan bergandengan dengan pihak yang menjadi lawan politiknya dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang lalu.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP, Puan Maharani, mengatakan “menarik” saat ditanya prospek partainya mengusung Anies dalam Pilkada Jakarta 2024.
“Menarik juga Pak Anies,” ucap Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (4/6/2024).
Sementara itu, Anies sudah membalas dengan mengatakan kalau PDIP juga menarik baginya.
“PDIP juga menarik, jadi sambil kita lihat hari-hari ini, mudah-mudahan sampai pada kesimpulan,” katanya, Jumat (7/6/2024).
Terkini, Juru Bicara (Jubir) PKS, Ahmad Mabruri, mengatakan wajar apabila PDIP dan Anies saling memberikan pujian.
“Saya kira wajar ya saling memuji itu. Semua partai dan kandidat sekarang sedang intens berkomunikasi. Nah, biar komunikasi lancar kan mesti dimulai dengan pujian,” ujar Mabruri.* (Bayu Muhammad)
Baca juga: