9 months ago
2 mins read

Imperialisme Soviet Disorot di KAA 1955

Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung 1955. (Foto: Adara)

JAKARTA – Ketika pemimpin-pemimpin di berbagai negara Asia dan Afrika menggagas Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955, mereka digerakkan oleh semangat anti-imperialisme dan anti-kolonialisme.

Dari Gurun Pasir Maroko sampai Kepulauan Sunda Kecil dan Pegunungan Himalaya sampai dataran Danau Victoria di Afrika, anak segala bangsa telah dijajah dan dibuat menderita.

Sehingga ketika mereka berkumpul mengadakan suatu konferensi di Bandung yang diberi nama KAA 1955. Mereka mencurahkan segala sikap, pemikiran, dan tindakannya melawan imperialisme dan kolonialisme.

Ketika membicarakan imperialisme dan kolonialisme, pandangan dunia seringkali mengarah ke Barat. Sebab dari sanalah kekuatan-kekuatan besar datang menjajah dan mengeksploitasi bangsa-bangsa di seluruh belahan dunia.

Maka jadi mengejutkan saat Perdana Menteri (PM) Sri Lanka, Sir John Kotelawala, mengungkapkan adanya bentuk imperialisme dan kolonialisme baru yang sedang muncul di panggung internasional.

Imperialisme dan kolonialisme baru yang dibahas oleh Kotelawala adalah imperialisme komunis yang dilakukan oleh Soviet.

Dalam Konferensi Asia-Afrika 1955: Asal Usul Intelektual dan Warisannya bagi Gerakan Global Antiimperialisme yang ditulis Wildan Sena Utama, Kotelawala melihat penjelmaan imperialisme dan kolonialisme Soviet itu dalam lingkup pengaruhnya di Eropa Tengah dan Eropa Timur.

“Pikirkan, contohnya, negara-negara satelit di bawah dominasi komunis di Eropa Tengah dan Eropa Timur—Hungaria, Rumania, Bulgaria, Albania, Cekoslowakia, Latvia, Lithuania, Estonia, dan Polandia. Apakah mereka bukan tanah jajahan sama dengan setiap tanah jajahan di Afrika dan Asia?” katanya.

Kemudian, Kotelawala menanyakan bukankah menjadi kewajiban mereka yang berkumpul pada saat itu untuk juga menentang imperialisme Soviet tersebut.

“Dan kalau kita sudah bersatu melawan kolonialisme, apakah juga bukan kewajiban kita untuk secara terbuka menentang kolonialisme Soviet seperti kita menentang imperialisme Barat?” sambung Kotelawala.

Bagi Kotelawala, bentuk penjajahan Soviet tidak ada bedanya dengan penjajahan Barat. Keduanya harus sama-sama dilawan.

Pandangan Kotelawala itu disambut dan diterima oleh beberapa negara seperti Turki, Irak, Jepang, Pakistan, dan Filipina.

Selanjutnya, mereka mengajukan resolusi untuk mengutuk semua jenis kolonialisme termasuk doktrin internasional yang menggunakan metode memaksa, infiltrasi, dan subversi.

Akan tetapi, pendapat Kotelawala mengejutkan dan mendapatkan tanggapan dari Pemimpin Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Zhou Enlai.

Ia merasa tersinggung dengan ungkapan Kotelawala mengenai imperialisme Soviet. Dan ia juga bertanya-tanya apakah Kotelawala ingin memprovokasi Tiongkok.

Kemudian, Zhou meminta agar persidangan mengizinkannya berbicara untuk menanggapi pernyataan Kotelawala dalam sesi berikutnya.

Dalam sesi itu, Zhou mengatakan negara-negara Eropa Timur memilih sistem kenegaraan mereka sendiri. Dan pihak lain boleh saja menyetujuinya atau tidak.

Jadi, Zhou menilai bahwa jalan terbaik yang harus diambil oleh KAA adalah menghormati satu sama lain dan bukan memperdebatkan pilihan negara-negara yang telah disinggung untuk berkiblat kepada Moskow dalam menentukan ideologi dan sistem politiknya.

“Jalan terbaik ialah untuk saling menghormati pendapat kita masing-masing dan bukanlah memperdebatkannya dalam konferensi ini, karena itu tidak akan mungkin menghasilkan pengertian bersama,” ujarnya.

Persidangan menugaskan Burma, Sri Lanka, Tiongkok, India, Lebanon, Pakistan, Filipina, Suriah, dan Turki untuk mencari jalan tengah dalam perdebatan yang sengit antara Kotelawala dan Zhou.

Akhirnya, mereka merumuskan deklarasi yang cukup moderat sehingga dapat diterima oleh Zhou. Deklarasi itu berbunyi “Kolonialisme dalam segala manifestasinya adalah suatu kejahatan yang harus segera diakhiri.”

Zhou menerima itu dengan penafsiran KAA mengutuk kolonialisme dalam segala perwujudannya, bukan hanya yang dilakukan oleh Barat dan Soviet.* (Bayu Muhammad)

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Alasan Teh Lia Istri Ridwan Kamil Tidak Maju Pilwalkot Bandung

JAKARTA – Calon Gubernur (Cagub) Daerah Khusus Jakarta (DKJ), Ridwan

Visi Dasasila Bandung untuk Ciptakan Perdamaian Dunia

JAKARTA – April 1955 jadi momen yang penting bagi Indonesia.