JAKARTA – Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menegaskan kembali bahwa kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah memeriksa sengketa atau perselisihan hasil pemilu. Bukan untuk membatalkan pemilu.
Ia menyatakan hal ini karena dirinya melihat tim paslon 02 dan 03 ingin kembali menjadikan MK sebagai ‘Mahkamah Borongan’ sebagaimana dulu. Bukan lagi MK sebagai ‘Mahkamah Konstitusi’.
Dulu, lanjut Mr Q, MK sudah jadi jadi Mahkamah Borongan karena memeriksa semua perkara, dari administrasi, etik, pidana hingga hasil pemilu.
“Semua di-MK-kan. Hingga selama ini yang terkenal sebagai alternatif buat MK itu adalah Mahkamah Kalkulator, maka pada hari ini saya mau rumuskan istilah baru, namanya Mahkamah Borongan,” ujarnya.
Menurut Mr Q, Paslon 01 dan 03 itu berusaha mengkonstruksi MK itu sebagai Mahkamah Borongan atau MB. Sementara undang-undangnya sudah jelas membagi peraturannya. Di sini pentingnya mengutip keputusan MK No. 1 tahun 2019 soal sengketa pilpres.
Saat itu, lanjut Mr Q, Prof Yusril Ihza Mahendra saat membela pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin yang menyatakan bahwa wilayah MK ini adalah sengketa hasil pemilu.
MK tidak bisa masuk ke jenis-jenis pelanggaran yang lain, karena itu menihilkan peran lembaga-lembaga yang lain. “Saya kira ini kunci,” kata Mr Q. “Kenapa harus dibawa ke UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Ini sudah diimplementasikan pada Pemilu 2019.”
Simak ulasan menarik Mr Q terkait MK ini hanya di Total Politik.*