6 months ago
4 mins read

Laksamana Sukardi (1): Insinyur yang Bankir dan Politikus

Politikus Senior Laksamana Sukardi. (Foto: Totalpolitik.com)

JAKARTA – Sosok ini dulu dikenal dekat dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Megawati Soekarnoputri. Bersama sejumlah politikus lama PDI-P, ia banyak berperan dalam ‘mengawal’ Putri Bung Karno itu menghadapi pelbagai rintangan.

Karier politik insinyur lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang jadi bankir ini di PDI-P, termasuk cemerlang.

Berkat perannya dalam memenangkan PDI-P pada Pemilu 1999, Laks—panggilan akrabnya—terpilih sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada Kabinet Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Walau memenangkan pemilu, Megawati yang kala itu jadi Ketum PDI-P tak otomatis melenggang jadi presiden. Maklum, saat itu belum ada sistem pemilihan presiden secara langsung.

Drama soal pilih-memilih presiden bergantung pada proses politik di DPR/MPR. Megawati harus ikhlas menjadi Wakil Presiden, dan Gus Dur—pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)—sebagai presidennya.

Berhubung negara dalam kondisi yang tak baik-baik saja secara ekonomi, Laks berupaya melakukan privatisasi beberapa BUMN. Ia banyak dihantam kritik atas tindakannya itu. Tak hanya kritik, bahkan juga tuduhan korupsi hingga membuatnya jadi tersangka.

Gus Dur memberhentikan Laks sebagai Menteri BUMN secara tiba-tiba karena dituding korup selama mengelola BUMN. Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag) yang saat itu dijabat Jusuf Kalla (JK), juga dipecat Gus Dur.

“Saya dipanggil Gus Dur bersama JK waktu itu,” tutur Laks. “Saat itu, saya sedang berada di kantor Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).”

JK menelepon, “Laks, ada panggilan ke Istana. Kita bareng aja, ya!”

“Iya, siap. Saya salat Ashar dulu ya,” jawab Laks. Setelah itu, ia berangkat ke Istana.

Begitu tiba di Istana, Gus Dur sudah duduk menunggu. Gus Dur meminta Laks duduk, dan bicara empat mata. “Saya akan menggunakan hak prerogatif saya,” ucap Gus Dur. “Jadi saudara tidak boleh debat. Saudara dipecat karena korupsi!”

Laks diam saja. Gus Dur lantas melanjutkan ucapannya. “Tapi saya masih punya jatah Duta Besar (Dubes), ada lima. Saudara boleh pilih.”

Namun, Laks tak tertarik jadi Dubes. “Saya mau ngapain jadi Dubes. Kita kan berjuang buat mengubah negara. Emang perjuangannya itu kan masih ada. Ngapain jadi Dubes? Akhirnya, saya dipecat,” tutur Laks kepada Totalpolitik.com.

Berikut perbincangan dengan insinyur yang jadi bankir dan politikus ini, saat ditemui di kantornya di kawasan Jakarta Selatan.

Apa kesibukan Pak Laks saat ini?

Saya nggak terlalu sibuk ya. Tapi ada (pekerjaan) konsultan, ada proyek. Dan ada beberapa fokus di bidang information technology (IT). Saya ada aplikasi, sudah lama di-launch. Digital Democracy atau Digital Parliament. Ini platform yang menarik.

Apa kegunaan platform ini?

Platform untuk semua masyarakat yang peduli dengan demokrasi, bisa mendaftarkan diri. Punya ID yang unik. Kalau Whatsapp kan bisa satu orang bisa punya lima akun kan. Kayak X (Twitter) juga bisa saja buka akun lagi. Ini nggak bisa. Satu orang satu akun. Jadi ada Normor Induk Kependudukan (NIK)-nya. Based on NIK. Terus based on biometrics dan face recognition.

Terus saat waktu daftar pakai On Time Password (OTP). Jadi otentikasinya benar. Nah, setelah itu dia punya ID. Dia punya akun ‘Demokrasi’, terdaftar ya. Ada barcode segala.

Jadi kalau ada isu, kita langsung saja lempar ke masyarakat. Semacam polling atau aspirasi, kita bisa publikasi apa yang dipikirkan oleh rakyat. Per daerah per isunya apa. Ketahuan semuanya.

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Pramono Jalan Tengah Jokowi, Prabowo dan Megawati

JAKARTA – Jurnalis Senior Tempo, Bambang Harymurti, berpendapat kalau sosok

Megawati Tak Setuju dengan Sosok Anies

JAKARTA – Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis, menilai kalau