7 months ago
5 mins read

Jalan Panjang Sang Jenderal

Presiden terpilih Prabowo Subianto. (Foto: Facebook Prabowo Subianto)

Bahkan, ia kerap membagi aktivitasnya di dua organisasi itu dalam bentuk iklan di layar kaca maupun media massa nasional kala itu. Orang pun seolah lupa pada peristiwa 1998, dengan segala sisi kelamnya.

Kini, di Indonesia telah muncul seorang tokoh; Prabowo yang baru. Mantan jenderal yang telah ‘fully civilized’ dan bersih dari anasir-anasir militeristik.

Dukungan masyarakat padanya pun mulai tumbuh dan berkecambah. Bintang terang yang dulu redup ditiup prahara, kini mulai menampakkan sekelumit cahaya harapan.

Tak lama lagi, Sang Jenderal kemungkinan akan mendirikan partai politik untuk meraih kembali kuasa yang sempat hilang.

Empat pertarungan

Awal 2008, Prabowo dan adiknya (Hashim) akhirnya mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Selain itu, terdapat sejumlah nama yang turut serta dalam pendirian parpol baru ini.

Di antaranya mantan aktivis mahasiswa, Fadli Zon, dan mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Bidang Penggalangan, Muchdi Purwoprandjono, serta sejumlah nama lain.

Seiring dengan kelahiran Gerindra, kemunculan Prabowo di layar kaca dan iklan media lainnya pun kian marak. Kampanye iklan Gerindra yang masif pada jam-jam prime time, tak lepas dari dukungan finansial nan gigantik.

Di lain pihak, partai ini juga aktif membentuk cabang di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Bahkan, sempat ada klaim bahwa saat itu anggota Partai Gerindra mencapai 15 juta orang. Dengan pendukung terbanyak di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

Tak sia-sia memang, kampanye nan masif itu pun berbuah manis. Gerindra meraup 4,46 persen suara dalam Pemilu Legislatif 2009, dan mengamankan 26 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebuah pencapaian luar biasa bagi partai yang baru seumur jagung.

Saat itu, Partai Demokrat besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang jadi jawara dengan perolehan suara sebesar 20,85 persen. Partai berlogo Mercy itu mengamankan 148 kursi di Senayan.

Pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2009 pula, Prabowo berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri yang jadi calon presiden. Berkontestasi dengan pasangan SBY-Boediono dan Jusuf Kalla-Wiranto.

Dalam pertarungan itu, pasangan Megawati-Prabowo yang dikenal dengan sebutan ‘Mega-Pro’ kalah oleh pasangan SBY-Boediono, dengan margin yang cukup lebar; 60,80 persen versus 26,79 persen. Sementara pasangan JK-Wiranto berada di urutan buncit dengan raihan suara 12,41 persen.

Kekalahan ini tak menyurutkan semangat Sang Jenderal untuk bertarung kembali di pilpres selanjutnya. Pilpres 2014 digelar pada tanggal 9 Juli. Kali ini hanya ada terdapat dua paslon; Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Lagi-lagi, Prabowo yang kali ini jadi capres kalah bersaing dengan pasangan Jokowi-JK yang mendapatkan 53,15 persen suara rakyat. Prabowo-Hatta meraup 46,85 persen suara.

Ini adalah kekalahan perdana Prabowo berhadapan dengan Jokowi, mantan Gubernur DKI Jakarta yang juga bekas Walikota Solo. Sang tukang mebel itu berhasil mengalahkan Sang Jenderal dengan margin tujuh poin.

Pada 22 Juli 2014, di hari pengumuman hasil resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Prabowo menyatakan menarik diri dari proses pemilu. Ia tak dapat menerima kekalahan, dan menuding telah terjadi kecurangan yang masif dan sistematis.

Kecurangan ini, kata dia, membuat rakyat Indonesia kehilangan ‘kehilangan hak-hak demokrasi’. Ia lantas menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), namun tetap gagal jua.

Lima tahun kemudian, lagi-lagi Prabowo mencoba peruntungan dengan mencalonkan diri sebagai capres. Ia berpasangan dengan Sandiaga Uno. Kali ini berhadapan kembali dengan Jokowi, namun dengan pasangan yang berbeda. Jokowi berpasangan dengan KH Ma’ruf Amin.

Hasilnya masih sama; Prabowo kalah lagi. Pasangan Jokowi-Ma’ruf mendapatkan 55,50 persen suara, Prabowo-Sandi di bawahnya, sebanyak 44,50 persen. Raihan suaranya kali ini malah turun 2,35 persen dibanding 2014 silam. Ini adalah kekalahan ketiga Prabowo dalam kontestasi pilpres di Indonesia.

Pada 2024 kali ini, Dewi Fortuna akhirnya berpihak pada Prabowo. Ambisinya untuk menjadi Presiden terwujud setelah menang melawan dua paslon lain; Anies Baswedan-Muhamin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Ia yang berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka yang notabene putra Presiden Jokowi, berhasil menang telak dalam satu putaran. Prabowo-Gibran meraih suara 58,58 persen, Anies-Imin mendapat 24,95 persen, dan Ganjar-Mahfud meraup 16,47 persen suara.

Terlepas dari sengketa yang masih membayangi proses pemilu kali ini, Prabowo-Gibran bakal tetap menduduki Istana. Cita-cita besar Sang Jenderal untuk berkuasa tak mungkin terbendung lagi. Sosok yang dulu ‘terkucilkan’ hingga sempat disebut stateless itu kini bisa melenggang dengan jemawa.

Kemenangan yang diraihnya, entah imbas Jokowi Effect atau Gibran Effect pun bakal menguap dari perbincangan publik. Ia telah menunjukkan sebuah pembelajaran; cita-cita itu harus diraih dengan perjuangan panjang dan pengorbanan yang tak murah.*

Chairul Akhmad

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Immanuel Ebenezer: Antara Dua ‘Mania’

Ketika membentuk Prabowo Mania atau membantu Pak Prabowo, adakah pembicaraan

Kabinet Zaken: Solusi Prabowo untuk Mewujudkan Pembangunan dan Stabilitas Politik

JAKARTA – Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana membentuk kabinet zaken