2 days ago
1 min read

Identitas Indonesia Modern yang Didesain Ulang di Jeddah

Desain baru gedung Konsulat Ri di Jeddah. [Foto: Istimewa]

JEDDAH – Gedung Konsulat Indonesia yang akan segera dibangun di Jeddah, Arab Saudi, menghadirkan pendekatan arsitektur yang melampaui fasad parametrik dan estetika digital yang lazim. Pembangunan gedung baru ini diarsiteki oleh arsitek kenamaan Saudi bernama Ibrahim Nawaf Joharji dari INJ Architects.

Alih-alih mengaplikasikan desain Arab dalam gedung ini, Ibrahim justru menonjolkan budaya Indonesia dan mentransformasikan bentuk tradisional, tekstil, dan struktur vernakular menjadi identitas modern yang inovatif.

“Proyek ini berawal dari sebuah pertanyaan, bagaimana DNA arsitektur Indonesia dapat diekspresikan dalam bangunan kontemporer yang terletak di lingkungan pesisir Arab yang kering? Jawabannya membutuhkan reinterpretasi warisan budaya, bukan sekadar menirunya,” tutur Ibrahim, mengisahkan kenapa ia memilih tradisi arsitektur Indonesia dalam karyanya kali ini.

Terinspirasi dari Peci
Salah satu konsep paling menonjol dari proyek ini adalah bentuk massa bangunannya. Siluetnya terinspirasi dari peci Indonesia, kopiah tradisional yang dikenakan di seluruh Nusantara.

“Peci atau kopiah melambangkan martabat, kesinambungan budaya, dan kebanggaan nasional Indonesia,” kata Ibrahim.

Ia tidak meniru bentuk peci secara literal, namun mengabstraksi geometri yang bersih, lengkungan halus, dan keseimbangan yang simetris. Hasilnya adalah bangunan yang tampil modern namun tetap memiliki identitas Indonesia yang kuat.

Ibrahim mengatakan warisan arsitektur Indonesia sangat beragam, dengan hampir 29 tradisi vernakular yang dipengaruhi iklim, keterampilan lokal, dan identitas regional. Secara historis, kata dia, bentuk-bentuk tersebut dibangun untuk menghadapi curah hujan tinggi, dengan atap curam dan konstruksi kayu untuk mengalirkan air.

“Namun, iklim Jeddah sangat berbeda, kering dan panas. Tim desain perlu menerjemahkan logika arsitektur berbasis hujan tersebut ke konteks gurun,” kata dia.

Hasilnya adalah reinterpretasi, bukan reproduksi. Ritme vertikal menggantikan atap miring, bayangan terkontrol menggantikan talang dalam, struktur yang tegas menggantikan lapisan kayu berat, dan fasad yang responsif terhadap cahaya bukan hujan.

“Transformasi ini memungkinkan prinsip arsitektur Indonesia berkembang menjadi bahasa baru yang sesuai iklim,” papar Ibrahim.

Geometri Batik Bertemu Ornamen Islam
Selain itu, yang ditonjolkan Ibrahim dalam desainnya adalah pola fasad menjadi pusat identitas bangunan. Alih-alih memakai teknik parametrik acak, ia mengembangkan model matematis berbasis motif batik Indonesia yang dipadukan dengan logika dasar ornamen geometri Islam.

“Hasilnya adalah fasad yang berubah sesuai kedekatan pandang. Dari jauh, tampak seperti kulit geometris modern. Dari dekat nuansanya melambangkan tekstil batik. Dan di bawah cahaya matahari, bayangannya menyerupai kerajinan tradisional Indonesia,” ungkap Ibrahim.

Gedung Konsulat Indonesia ini terletak di salah satu distrik diplomatik yang berkembang di Jeddah, Bangunan ini dimaksudkan agar menjadi bagian dari koridor urban yang bergengsi. Bentuk, pola, dan massa bangunannya dirancang untuk adaptif pada lanskap arsitektur kota, bukan memisahkan diri.

Ibrahim menegaskan bahwa proyek ini bukan sekadar eksperimen gaya, melainkan narasi budaya. Juga gestur arsitektur yang menjembatani masa lalu Indonesia dengan identitas global kontemporer melalui geometri, material, dan kejernihan ruang.

Pada akhirnya, kata Ibrahim, Konsulat Indonesia baru di Jeddah ini bukan hanya fasilitas diplomatik. Ia mencerminkan dialog arsitektur lintas Laut Merah dan bangunan yang dibentuk oleh warisan Indonesia, disesuaikan dengan iklim Saudi, dan dirancang untuk masa depan Jeddah.

“Geometrinya Indonesia, adaptabilitasnya Saudi, dan identitasnya milik bersama,” tandas Ibrahim.*

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88