1 month ago
3 mins read

Kegagalan Bantuan Kemanusiaan di Tengah Krisis Medis

Metche: Sebuah rumah sakit yang dibangun dari nol untuk pengungsi Sudan di Chad bagian timur. (Foto: Dok. MSF)

DARFUR – Hari ini menandai 500 hari krisis kemanusiaan terburuk di Sudan. Momen ini menjadi catatan memalukan bagi organisasi dan donor kemanusiaan internasional, yang selama lebih dari 16 bulan telah gagal memenuhi kebutuhan medis yang terus meningkat, mulai dari malnutrisi anak yang parah hingga wabah penyakit yang meluas.

Pembatasan ketat dari kedua belah pihak yang bertikai telah secara drastis membatasi kinerja organisasi kemanusiaan, termasuk Médecins Sans Frontières (MSF), dalam menyalurkan bantuan.

Konflik antara Pasukan Pendukung Cepat (RSF) dan Angkatan Bersenjata Sudan (SAF), yang bermula di Ibu Kota Khartoum pada 15 April 2023, telah meluas ke berbagai penjuru negeri dan memicu krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Sudan. Konflik ini telah menyebabkan puluhan ribu orang terbunuh dan terluka.

Selama periode April 2023 hingga Juni 2024, MSF telah merawat 11.985 korban luka perang di berbagai rumah sakit yang mereka bantu. Menurut PBB, lebih dari 10 juta orang, atau satu dari lima orang di Sudan, terpaksa meninggalkan rumah mereka dan banyak di antara mereka yang harus mengungsi lebih dari sekali.

Seiring dengan ketidakjelasan solusi politik untuk mengatasi krisis, malnutrisi semakin meningkat di tengah kenaikan harga pangan dan kurangnya bantuan kemanusiaan. Selain situasi bencana di kamp Zamzam di Darfur Utara, sejumlah pusat layanan pemberian makanan terapeutik rawat inap MSF di wilayah lain di Darfur, seperti El Geneina, Nyala, dan Rokero, juga penuh dengan pasien.

Hal yang sama terjadi di kamp-kamp pengungsian tempat kami beroperasi di Chad Timur. Sejak dimulainya perang hingga Juni 2024, kami telah merawat 34.751 anak yang menderita malnutrisi akut di Sudan.

“Hari ini, anak-anak di seluruh Sudan sekarat karena kekurangan gizi. Bantuan yang paling mereka butuhkan hampir tidak pernah tiba, dan ketika bantuan itu datang, sering kali dihalangi,” kata Koordinator Darurat MSF di Darfur, Tuna Turkmen.

“Contohnya, pada bulan Juli, truk-truk yang membawa pasokan MSF ke dua lokasi berbeda di Darfur dihalangi. Dua truk ditahan oleh RSF, dan satu truk dirampas oleh orang-orang bersenjata tak dikenal,” imbuhnya.

Ibu dan anak-anak di Rumah Sakit MSF di Metche, Chad bagian timur. (Foto: Dok. MSF)

Pelanggaran hukum

Di sisi lain, Koordinator Darurat MSF untuk Sudan, San Filippo, menyebut situasi yang sama juga terjadi di Sudan bagian timur dan tengah.

“Di Khartoum selatan, MSF telah dilarang membawa pasokan medis dan tenaga medis internasional ke rumah sakit selama berbulan-bulan. Kondisi ini semakin mempersulit kami dalam memberikan perawatan medis yang dibutuhkan pasien, termasuk perawatan persalinan dan perawatan darurat,” ungkapnya.

Selain kendala yang disebabkan oleh pihak-pihak yang bertikai—mulai dari pelanggaran hukum, ketidakamanan, hambatan birokrasi, hingga penundaan atau penolakan izin untuk menjangkau penduduk yang terkena dampak yang secara signifikan memperlambat bantuan kemanusiaan—sekarang kendala alam juga turut menghambat pergerakan petugas dan pasokan kemanusiaan.

Musim hujan, yang setiap tahun memperburuk kondisi dan mempersulit pergerakan, kini mencapai puncaknya. Hujan lebat telah membanjiri titik-titik penyeberangan dan menyapu sejumlah jalan serta jembatan utama.

Runtuhnya Jembatan Mornei di Darfur Barat, satu-satunya jalur penghubung antara Darfur Tengah dan Selatan dengan Chad, yang merupakan pintu masuk bantuan, telah membuat jutaan orang tidak dapat menerima bantuan yang datang melalui jalur darat.

MSF melihat peningkatan kasus malaria dan penyakit yang ditularkan melalui air, serta wabah kolera yang kini dilaporkan terjadi di setidaknya tiga negara bagian. Ancaman penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, seperti campak, semakin mengkhawatirkan di kalangan anak-anak, seiring dengan perang yang berkecamuk dan menyebabkan tertundanya kampanye imunisasi.

Lumpuhnya sistem kesehatan

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), konflik telah menyebabkan hampir 80% fasilitas kesehatan tidak berfungsi, sehingga melumpuhkan sistem kesehatan di sana. Di El Fasher saja, fasilitas yang disokong oleh MSF telah diserang sebanyak 12 kali dan hanya satu rumah sakit umum yang masih berfungsi sebagian untuk melakukan tindakan operasi sejak konflik meningkat di kota tersebut pada bulan Mei.

Baru-baru ini, pada tanggal 22 Agustus sekitar pukul 04.40 pagi, sebuah serangan udara menghantam tempat tinggal tim MSF yang bertugas di El Fasher dan Zamzam.

Beruntungnya, tidak ada korban luka dalam insiden tersebut. Serangan ini merupakan insiden kekerasan ke-84 terhadap staf, kendaraan, dan bangunan MSF di Sudan sejak dimulainya konflik. Kejadian ini menunjukkan adanya pembiaran terhadap perlindungan warga sipil, tenaga kesehatan, dan fasilitas kesehatan.

Di negara-negara tetangga, situasi serupa juga terjadi, sekitar dua juta orang mengungsi dan terpaksa terpisah dari orang-orang yang mereka cintai.

“Suami saya telah hilang selama lebih dari satu tahun dan saya tidak tahu di mana dia berada,” kata Um Adel, seorang wanita di Metche, sebuah kamp di Chad bagian timur.

“Anak saya, Khalid, baik-baik saja hingga persediaan makanan semakin menipis. Setelah tidak makan dengan baik selama satu atau dua hari, ia mengalami demam tinggi. Saya tidak nyaman di sini dan situasinya sangat buruk. Saya ingin kembali ke Sudan,” ucapnya.

Perlindungan warga sipil

MSF meminta para pihak yang bertikai serta negara-negara anggota yang memiliki pengaruh terhadap mereka, harus menjamin perlindungan terhadap warga sipil, petugas kesehatan, dan fasilitas medis.

Pihak berwenang yang bertanggung jawab di kedua belah pihak harus mempermudah proses perizinan bagi gerakan kemanusiaan dan petugas di semua rute yang ada di seluruh perbatasan, negara bagian, dan garis depan, serta melakukan tanggap cepat.

PBB, badan-badan terkait, dan semua pihak yang memiliki kekuatan untuk membantu harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa semua jalur akses dimanfaatkan secara maksimal.

“MSF berupaya mengisi beberapa kesenjangan yang ada. Di berbagai tempat di mana kami beroperasi, kami menjadi satu-satunya organisasi internasional yang hadir, namun kami tidak dapat mengatasi krisis besar ini sendirian,” kata Koordinator Darurat MSF di Port Sudan, Esperanza Santos.

“Kami juga berjuang untuk mendapatkan pasokan dan staf untuk proyek-proyek kami. Selain akses, pendanaan yang berkelanjutan untuk badan-badan PBB, organisasi lokal, dan para responden yang menangani tanggap darurat ini juga sangat penting,” sambungnya.

“Tanggap darurat yang efektif dan bantuan yang dapat menjangkau mereka yang paling membutuhkan harus dimulai sekarang. Jangan sampai ada waktu yang terbuang,” tandas Santos.*

Baca juga: Malnutrisi Hantui Ibu dan Anak di Afghanistan

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Konflik Abad ke-21 dan Kembalinya Realisme ke Hubungan Internasional

JAKARTA – Serangkaian peristiwa yang terjadi belakangan ini membawa manusia

Palestina: Netanyahu Hambat Gencatan Senjata Israel-Hamas

JAKARTA – Penasihat Khusus Presiden Palestina untuk Hubungan Internasional, Dr