Kritik Bung Hatta terhadap Revolusi Prancis 1789
JAKARTA – Tidak jarang Revolusi Prancis 1789 yang menggulingkan monarki yang dikepalai oleh Dinasti Bourbon dan menghadirkan republik menjadi inspirasi bagi aksi-aksi revolusioner lainnya.
Tapi alih-alih dipuja, Revolusi Prancis 1789 dikritik secara tajam oleh Mohammad Hatta dalam pidatonya yang berjudul “Masa Lalu dan Masa Depan” yang disampaikan ketika menerima gelar doktor kehormatan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 1956.
Dalam pidatonya itu, Hatta menilai kalau slogan Revolusi Prancis 1789 “kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraan” tidak benar-benar terlaksana dalam praktiknya.
“Dalam mempelajari Revolusi Prancis 1789, yang terkenal sebagai sumber Demokrasi Barat, ternyata bahwa trilogy ‘kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan’ yang menjadi semboyannya tidak terlaksana di dalam praktek,” katanya.
Hatta sendiri tidak merasa heran dengan ketidakselarasan antara slogan dan prakteknya dari Revolusi Prancis 1789 itu. Sebab, Hatta memahami bahwasanya revolusi tersebut digerakan terutama oleh semangat membebaskan individu dari ikatan dengan feodalisme.
“Kemerdekaan individu diutamakan. Dalam realisasinya orang lupa akan rangkaiannya dengan persamaan dan persaudaraan,” jelasnya.
Demikian, Revolusi Prancis 1789 yang membawa Prancis ke arah republik hanya memberikan persamaan hak kepada warga negaranya untuk memilih dan dipilih.
“Dalam politik hak seseorang sama dengan yang lain; kaya dan miskin, laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai hak untuk memilih dan dipilih menjadi anggota dewan perwakilan rakyat,” ujar Hatta.
Kapitalisme tumbuh subur
Akan tetapi, dasar ‘tidak-sama’ masih berlaku dalam kehidupan masyarakat di Prancis sesudah Revolusi 1789. Dan sifat individualis dari revolusi tersebut menyuburkan kapitalisme sebagai konsekuensinya.
“Malahan dengan berkobarnya semangat individualisme, yang dihidupkan oleh Revolusi Prancis, semangat individualisme, yang dihidupkan oleh Revolusi Prancis, kapitalisme subur tumbuhnya,” sambungnya.
Bertumbuh suburnya kapitalisme kemudian mengakibatkan konflik antarkelas yang menjadi hebat pada gilirannya. Hal itu menghadirkan penindasan satu golongan di bawah golongan lainnya di masyarakat.
“Di mana ada pertentangan yang hebat antara berbagai kepentingan, di mana ada golongan yang menindas dan tertindas, di situ sukar didapat persaudaraan,” lanjut Hatta.
Menurut Hatta, Sistem politik dan ekonomi yang muncul setelah Revolusi Prancis 1789 tidak memberikan jaminan terhadap kehidupan kelas buruh.
“Stelsel bertanggungjawab sendiri di dalam ekonomi membawa akibat, bahwa hidup seorang buruh hanya terjamin selama ia kuat dan dapat bekerja. Ia terlempar dan terlantar, apabila ia sudah tua dan sakit-sakit dan tenaganya bekerja sudah lemah,” katanya.* (Bayu Muhammad)
[…] Baca juga: Kritik Bung Hatta terhadap Revolusi Prancis 1789 […]