JAKARTA – Munculnya wacana memberikan bantuan sosial (bansos) kepada korban-korban yang terdampak oleh praktik judi online (judol) disambut dengan kontroversi.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, mengaku kaget dengan adanya anggapan bansos tersebut akan diberikan kepada pelaku. Menurutnya, anggapan tersebut salah kaprah.
“Saya juga kaget ketika, kemudian yang disebut korban itu ternyata ditafsiri pelaku. Ya, pelaku, di situ letak misleading-nya gitu ya,” katanya saat mengisi siniar di Total Politik, Selasa (18/6/2024).
Muhadjir menjelaskan kalau bansos akan diberikan kepada para keluarga dan orang-orang terdekat pelaku judol.
“Seharusnya itu, korban itu adalah keluarga atau orang terdekat dari penjudi yang mengalami kerugian, menderita kerugian istilahnya, menderita kerugian, baik secara material, finansial, maupun psikososial,” sambungnya.
Adapun kerugian psikososial menyangkut keadaan psikologis keluarga-keluarga dan orang-orang yang menjadi korban. Dan juga stigma yang diberikan kepada mereka oleh masyarakat di sekitarnya.
“Psikososial itu ya secara psikis. Dia mungkin stres, depresi, sosialnya kemudian dia punya image buruklah. ‘Itu ternyata keluarga penjudi’, misalnya (anggapan masyarakat). Nggak bisa menanggung beban kan itu. Itu adalah orang-orang yang menderita kerugian,” lanjutnya.
Sehingga, pihak-pihak yang berhak mendapatkan bansos karena menjadi korban dari praktik judol adalah mereka yang mengalami kerugian dan menderita karena tindakan pelaku judol di sekitar mereka.
“Jadi ukurannya itu rugi dan menderita. Kalau hanya rugi saja, nggak perlu dibantu gitu,” tegas Muhadjir.
Pelaku tak dapat
Ditanya apakah benar atau tidak pelaku-pelaku judol mendapatkan bansos, Muhadjir menjawab hal itu tidak benar. Sekali lagi Muhadjir menegaskan kalau yang akan menerima bansos adalah mereka yang menderita karena kegiatan judol pihak pelaku.
“Sangat tidak benar. Jadi yang kita berikan itu adalah mereka yang menderita kerugian akibat perbuatan penjudi. Itu bisa keluarga bisa perorangan,” jelasnya.
Dan tidak hanya itu, calon penerima bansos korban judol juga harus memenuhi kriteria mengalami kerugian hingga jatuh miskin.
“Kalau mereka nanti sampai tingkat kerugiannya itu menjadi dia jatuh miskin, itulah baru kemudian mendapatkan bansos,” lanjutnya.
Sebab, berbagai bansos seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) hanya bisa diterima oleh warga yang tergolong miskin.
Akan ada proses verifikasi untuk menentukan apakah para calon memenuhi kriteria untuk menerima bansos sebagai korban judol atau tidak.
“Karena yang mendapat bansos dalam arti paket-paket seperti PKH, BPNT, itu syaratnya harus warga miskin. Nanti kemudian kalau dia sudah masuk diverifikasi. Dilihat kriteria, ini memenuhi syarat nggak? Kalau sudah memenuhi, nanti ada verifikasi,” terang Muhadjir.
Demikian, calon-calon penerima bansos sebagai korban judol tidak akan langsung menerimanya. Para korban harus menjalani serangkaian proses terlebih dahulu yang akan menentukan apakah mereka bisa mendapatkan bantuan atau tidak.
Lebih dari itu, Muhadjir juga menjelaskan bansos untuk korban judol bisa dihentikan apabila kondisi mereka sudah membaik di kemudian hari.
“Jadi tidak langsung dikasih gitu. Kemudian juga itu bisa saja tidak permanen. Nanti kalau sudah membaik ya kemudian dicabut gitu. Jadi sebetulnya ada proses prosedur yang harus dilalui,” sambungnya* (Bayu Muhammad)
Baca juga:
Menkominfo Akan Berantas Judol dengan AI