2 years ago
4 mins read

Hubungan Diplomatik Indonesia-Israel dalam Asa Gus Dur

Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. (Foto: Web)

JAKARTA – Pada masa kepemimpinannya, Presiden Abdurrahman Wahid atau yang kerap disapa Gus Dur ingin membuka hubungan diplomatik Indonesia dengan Israel. Harapannya, Indonesia bisa menjadi jembatan untuk mendamaikan Israel dengan Palestina.

Pembahasan wacana tersebut muncul lagi ke permukaan. Semakin parahnya konflik Israel-Palestina terkini yang dimulai pada 7 Oktober 2023 menjadikan perdamaian santer dibicarakan. Di Indonesia sendiri, hal itu menjadi kontroversi di publik ketika mendebat apakah perdamaian Israel-Palestina harus diupayakan melalui hubungan resmi antara Jakarta dengan Tel Aviv.

Walaupun sepertinya bukan mayoritas, ada sebagian masyarakat di Tanah Air yang mendukung diresmikannya hubungan damai dengan Israel. Tujuan mereka sama dengan Gus Dur dahulu, yaitu agar Indonesia dapat terlibat dalam upaya mendamaikan Israel dan Palestina.

Itu merupakan sesuatu yang mulia. Tapi masalahnya, argumen untuk mendukung posisi Indonesia agar membuka hubungan dengan Israel sangat lemah.

Selain memiliki argumen yang lemah, wacana tersebut berpotensi mendatangkan masalah dan penderitaan yang lebih besar kepada bangsa Palestina apabila terwujud.

Dalam mengungkapkan keinginannya supaya Indonesia dan Israel saling membuka kedutaan di ibu kota masing-masing, Gus Dur memang seorang tokoh yang visioner. Untuk itu kita harus menghormatinya.

Tapi seperti banyaknya visi dan tokoh yang lalu-lalang dalam sejarah dunia, mereka tidak lepas dari situasi dan kondisi dunia pada zamannya. Dan kita harus merenungkannya sebelum membuat penilaian.

Beruntungnya, kita tidak perlu mencari jauh-jauh situasi dan kondisi dunia yang menjadi latar belakang Gus Dur menginginkan adanya peresmian hubungan diplomatik Indonesia-Israel.

Dalam buku Djohan Effendi berjudul Damai Bersama Gus Dur, Effendi mengungkapkan sang presiden mendapatkan inspirasi dari pertemuannya dengan orang-orang Yahudi, Arab, Muslim dan Kristen yang ia rasa menginginkan agar perdamaian terwujud di Israel dan Palestina.

Gus Dur juga pernah diundang oleh Perdana Menteri (PM) Israel Yitzhak Rabin untuk menyaksikan penandatanganan antara Israel dan Yordania yang sudah lama berperang pada 1994.

Dari situ, kita bisa memahami kalau Gus Dur mendapatkan impresi dari pengalamannya yang unik ketika berjumpa dengan orang-orang Yahudi, Arab, Muslim, dan Kristen.

Ia merasakan adanya keinginan orang-orang yang ditemui akan perdamaian. Suatu permintaan yang dibuktikan secara konkrit dengan berdamainya Israel dan Yordania.

Semua itu menjadikan keinginan Gus Dur untuk membuka hubungan diplomatik Indonesia dengan Israel wajar adanya. Dan tidak hanya wajar, tapi wacana Gus Dur juga boleh dikatakan sudah ‘benar’.

Paruh awal 1990-an merupakan masa keemasan bagi upaya perdamaian Israel-Palestina. Setelah Israel-Mesir berdamai pada 1979, giliran Israel dan Yordania saling berdamai.

Dalam Perjanjian Wadi Araba 1994, Israel mengakui hak Yordania atas beberapa wilayah perbatasan yang disengketakan. Tidak hanya itu, Israel juga memberikan Yordania tempat yang khusus dalam pengelolaan situs-situs Muslim di Yerusalem. Sebagai imbal baliknya, Yordania setuju untuk berdamai dengan Israel.

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Menakar Implikasi Perang Israel-Iran

JAKARTA -Situasi geopolitik Timur Tengah memanas setelah pecah perang terbuka

Dari Ragu Menjadi Komitmen di Dunia Politik

JAKARTA – Mantan Ketua Tim Dokter Kepresidenan sekaligus adik Gus
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88