5 months ago
1 min read

PKI di antara Kekerasan dan Perjuangan Non-Kekerasan

PKI dalam sebuah kampanye. (Foto: Inmind)

JAKARTA – Suasana menjadi panas di Keresidenan Surakarta 1923. Rakyat pribumi sedang mengamuk di seantero wilayah. Bahkan, sebagian terlibat dalam aksi-aksi kekerasan. Kekerasan itu meliputi penggulingan kereta api, pembakaran, dan pengeboman.

Penyebabnya adalah naiknya gairah rakyat untuk melawan apa yang mereka anggap sebagai penindasan oleh pemerintah kolonial Belanda.

Salah satu orang yang bertanggungjawab atas itu adalah seorang propagandis yang baru saja masuk ke dalam barisan Partai Komunis Indonesia (PKI), yaitu Mohammad Misbach.

Di atas panggung selama pertemuan-pertemuan umum, ia kerap menyampaikan pesan-pesan yang membakar semangat perjuangan rakyat.

Tidak hanya itu, pesan-pesannya juga tersebar secara luas melalui surat-surat kabar seperti Penggoegah dan Sinar Hindia.

Takashi Shiraishi dalam Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926 merekam agitasi-agitasi yang dilakukan Misbach.

Salah satunya yang terbit waktu itu membahas tentang kewajiban para Muslim untuk melawan fitnah demi meraih keselamatan dunia dan akhirat.

“Islam pun begitu juga, semua fitnah wajib kita orang Islam menguburnya. Kalau fitnah-fitnah itu menolak maksud kami mengubur (menghilangkan) dia, kita orang wajib mempunyai tekad, kemauan dan amalan memusuhinya sampai mati-matian,” tulisnya.

Kata-kata yang provokatif seperti ‘memusuhi’ dan ‘mati-matian’ dibenarkan untuk tercapainya suatu perjuangan.

Selanjutnya, Misbach juga membicarakan jihad fi sabillilah. “Sabil itu adalah aturan Islam yang penting dan mujarab. Menang dari perang sabil tentu untung, mati karena sabil pun keuntungan yang besar dalam akhirat. Kalau kita tidak mempunyai anggapan dan tekad begitu (maka kita) dosa,” lanjutnya.

Menariknya, salah satu pihak yang khawatir dengan upaya Misbach membakar semangat perjuangan rakyat adalah petinggi PKI yang bernama Darsono.

Berbeda dengan Misbach, Darsono memiliki pandangan geopolitik yang membuat dia yakin PKI beserta rakyat pribumi harus memainkan peran yang berhati-hati dalam upaya melakukan dekolonisasi.

Ruth T McVey dalam The Rise of Indonesian Communism menjelaskan, Darsono yakin kalau revolusi proletariat yang akan mendatangkan dunia komunis yang baru akan terjadi di negara-negara Eropa seperti Jerman.

Dari situ, revolusi akan tersebar ke Belanda. Jika bendera merah sudah berkibar di langit-langit Amsterdam, maka Indonesia secara otomatis akan meraih kemerdekaannya. Hal itu dianggap sebagai kerangka pemikiran yang konsisten dengan ideologi komunis yang anti-imperialis.

Oleh karena itu, Darsono yakin tugas PKI bukanlah untuk mempersiapkan revolusi terhadap pemerintahan Belanda di Hindia Timur atau yang sekarang dikenal sebagai Indonesia. Tapi mempersiapkan dirinya untuk mengambil alih kekuasaan setelah kekalahan kekuatan kapitalis di Belanda.

Makanya, seruan Misbach yang menyebabkan ketidakstabilan di Jawa waktu itu meresahkan Darsono. Tindakan-tindakan nekat rakyat pribumi melawan pemerintahan kolonial yang terinspirasi berbagai pemikiran dan perkataan Misbach mencuri perhatian pemerintah.

Dan hal itu sangat berbahaya bagi PKI, karena bisa dianggap berbahaya dan akhirnya diberangus oleh pemerintahan kolonial.

Tapi Darsono dan rekan-rekan separtainya tidak dapat berbuat banyak. Sebab, Misbach merupakan tokoh yang populer di kalangan rakyat. Kemudian, tindakan Misbach yang sukarela bergabung dengan PKI menjadikannya tidak begitu terikat dengan kepemimpinan partai itu.

Akhirnya, ketegangan terus terjadi. Dengan beberapa insiden-insiden kecil seperti perusakan dan vandalisme barang-barang publik seperti mencoreti potret Ratu Wilhelmina untuk merendahkan wibawa pemerintahan kolonial.* (Bayu Muhammad)

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Penjelasan Sukarno tentang Peristiwa Gerakan 30 September

JAKARTA – Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) merupakan kejadian yang

Perdebatan Petinggi Masyumi dengan Musso

JAKARTA – Pada 8 September 1948 pagi hari, beberapa saat