1 year ago
2 mins read

Munculnya Politik Kepartaian di Amerika Serikat

Ilustrasi partai politik pertama di AS. (Wikipedia)

JAKARTA – Amerika Serikat (AS) mulanya tak berniat memiliki partai politik. Para pendirinya mengecam kehadiran lembaga itu. Alexander Hamilton (1757-1804) dan James Madison (1751-1836) berpendapat kalau faksi dapat memecah belah masyarakat. Dan akhirnya, mengganggu persatuan AS yang baru mendapatkan kemerdekaannya dari Inggris.

Hamilton dan Madison menulis banyak tentang itu. Dalam kumpulan esai yang berjudul Federalist Papers, mereka menyoroti bahaya dari politik faksional, yang salah satunya berbentuk partai politik. Bagi mereka, partai akan menimbulkan persaingan yang bisa mengalihkan perhatian masyarakat dari pemenuhan kepentingan-kepentingan umum.

Namun, pandangan yang ideal ini tak bertahan lama. Para tokoh pendiri dipukul oleh kenyataan berupa perbedaan pendapat di masyarakat. Hal itu menunjukkan bahwa kehadiran partai politik tak bisa dibendung. Tapi menjadi penting bagi setiap pihak untuk memperjuangkan visinya masing-masing terkait masa depan AS.

Perbedaan muncul setelah pemerintah AS melakukan sentralisasi keuangan pada 1789. Hal itu dilakukan di bawah Hamilton yang menjabat sebagai Menteri Keuangan. Sentralisasi dilakukan dengan menyatukan utang-utang setiap negara bagian menjadi utang federal, yang akan dibayar oleh pemerintah pusat.

Utang-utang itu terakumulasi dari zaman Perang Revolusi (1775-1783), saat AS memberontak terhadap kekuasaan Inggris. Hingga 1789, Pemerintah Federal (pusat) berutang sebanyak 42 juta Dolar AS. Sementara itu, negara-negara bagian memiliki utang sebesar 12 juta Dolar AS. Semuanya akan dialihkan ke pemerintah pusat.

Sekilas, hal itu terdengar menguntungkan. Artinya, negara-negara bagian tak lagi memiliki utang yang harus dibayar. Semuanya akan menjadi utang pemerintah pusat untuk dibayarkan di kemudian hari.

Namun, ada sisi lain dari kebijakan ini yang mengkhawatirkan berbagai pihak. Apabila utang mereka diambil alih oleh pemerintah pusat, negara bagian tak perlu lagi menarik pajak. Sebab, mereka sudah tak perlu membayar utang-utang mereka. Bahkan Presiden George Washington (1732-1799) berharap agar perpajakan hanya menjadi urusan pemerintah pusat ke depannya.

Kehilangan negara-negara bagian akan keperluan dan kewenangan untuk menarik pajak juga menyiratkan hilangnya kemerdekaan finansial mereka. Dalam rencana Hamilton, segala urusan finansial dipegang oleh pemerintah pusat. Hal ini sangat sensitif bagi kalangan rakyat yang memiliki kesetiaan terhadap negara bagiannya masing-masing.

Apalagi, rencana Hamilton tak berhenti di situ. Ia juga tak berniat untuk membayarkan utang-utang federal yang terakumulasi secara langsung. Kenyataannya, pemerintah tak memiliki cukup uang untuk melakukan itu. Alih-alih, Hamilton berencana untuk mengelola utang federal secara jangka panjang.

Sepaket dengan pengelolaan utang itu, Hamilton juga ingin membentuk sebuah sistem kredit untuk meminjam lebih banyak lagi. Dengan membayar bunga masing-masing utang secara konsisten, ia berharap dapat membangun kepercayaan investor-investor dan kreditor-kreditor asing. Kepercayaan itu pada waktunya dapat dimanfaatkan untuk memeroleh lebih banyak pinjaman yang bisa dipakai untuk mendanai pembangunan ekonomi di AS.

Di sini, negara bagian tak hanya kehilangan kemerdekaan finansialnya. Tetapi juga dipaksa untuk menerima kebijakan finansial, khususnya utang yang dibuat oleh pemerintah pusat.

Kebijakan-kebijakan Hamilton ini didukung oleh faksi politik yang menamakan diri mereka kaum Federalis. Mereka percaya akan pemerintahan yang tersentralisasi dan lebih kuat. Hal itu diperlukan untuk kelancaran pembangunan ekonomi dan kestabilan politik. Juga untuk mencegah terjadinya kemerosotan kebebasan menjadi anarki yang tak teratur.

Namun, hal itu menimbulkan reaksi dari pihak-pihak yang khawatir dengan pemusatan kekuatan dan kewenangan finansial di tangan pemerintah pusat. Salah satunya Thomas Jefferson (1743-1826) yang membayangkan AS sebagai negara yang lebih terdesentralisasi. Hal ini mencerminkan sikap negara bagian asalnya, Virginia, yang menentang rencana Hamilton untuk mengalihkan utang dari tangan negara-negara bagian ke pemerintahan pusat.

Ironisnya, Madison juga masuk ke dalam barisan yang sama dengan Jefferson. Untuk alasan yang berbeda, Madison menentang pembentukan Bank Sentral oleh Hamilton yang dicurigai akan memusatkan kekuatan finansial lebih lanjut.

Pada dasarnya, Jefferson dan Madison khawatir dengan pemusatan kekuasaan. Tetapi mereka memiliki ketakutan yang lebih fundamental, yakni pemusatan kekuatan yang menyerupai monarki seperti Inggris yang dahulu menajajah AS. Hal itu menyentuh sentimentalitas berbagai pihak yang menghargai kebebasan mereka dan curiga dengan segala bentuk kekuasaan.

Melalui hubungan pribadi dengan presiden, kongres, pers, dan perdebatan di publik, Jefferson dan Madison melancarkan serangan-serangan mereka sebagai pembela kebebasan individu masing-masing orang dan negara bagian. Mereka dan pengikutnya akan menamakan diri kubu Demokratik-Republikan.

Perpecahan ini—yang diawali dengan perbedaan pendapat soal kebijakan keuangan—menjadi awal-mula politik kepartaian di AS. Politik kepartaian yang sempat ditentang ternyata dilaksanakan oleh para penentangnya. Perbedaan visi dan keperluan untuk mengumpulkan kekuatan demi mewujudkan visi-visi itu mengharuskan orang-orang untuk berpartai.*

 

 

 

 

 

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Menakar Ide Koalisi Permanen

JAKARTA – Pada pertemuan dengan Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM

Seruan Revolusi Akal Sehat Donald Trump

JAKARTA – Pada tanggal 20 Januari 2025 Donald Trump dilantik
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88
situs totositus totositus totojakartaslot88