4 months ago
7 mins read

Menakar Prospek Hubungan Diplomatik Indonesia dan Turki

Presiden Prabowo Subianto menerima kunjungan Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan. (Foto: FB Prabowo Subianto)

JAKARTA – Pada tanggal 11-12 Februari 2025, Presiden Turki Reccep Tayyip Erdoğan melakukan kunjungan diplomatik ke Indonesia. Kali ini kunjungannya bukanlah kunjungan biasa, melainkan perjanjian kerjasama diplomatik tingkat tinggi Indonesia untuk pertama kalinya dengan Turki.

Kunjungan tersebut disambut meriah oleh pihak Indonesia, terbukti di sejumlah ruas jalan tol dan jalan raya terdapat spanduk menyambut Erdoğan dan istrinya Emine Erdoğan, dalam bahasa Indonesia dan Turki. Kunjungan tersebut menarik perhatian media nasional dan internasional, bagaimana tidak?

Sebelumnya terdapat isu keretakan hubungan antara Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden Erdoğan saat KTT D-8 di Kairo, Mesir pada 18-20 Desember 2024. Saat sesi Presiden Prabowo berdipato pada 19 Desember 2024, Prabowo mengkritik negara-negara Muslim yang lemah secara ekonomi dan harus membangun ekonomi yang kuat. Menurut Prabowo karena mayoritas negara Muslim lemah secara ekonomi, makanya cuma bisa membantu Palestina hanya mengecam Israel, tanpa bisa membantu dengan aksi nyata. Yang mengejutkan saat pidato yang cukup keras itu dibacakan, Erdoğan terlihat meninggalkan forum.

Sikap Erdoğan tersebut kemudian ditafsirkan sebagai sikap walk out. Erdoğan dianggap tersinggung atas pernyataan Prabowo, spekulasi itu bukan saja muncul di Indonesia namun juga di dunia internasional. Tentunya sikap ini terbilang mengherankan banyak pihak, mengingat Prabowo sendiri memiliki kedekatan dengan Erdoğan sejak ia menjadi Menteri Pertahanan.

Sudah beberapa kali Prabowo bertemu dengan Erdoğan untuk bekerjasama dalam bidang pertahanan, terutama soal alutsista dan drone. Kendati demikian isu keretakan hubungan itu ditampik oleh Seskab Mayor Teddy, ia menyatakan Erdoğan tidak walk out dan hubungan keduanya baik-baik saja.

Kedatangan Presiden Erdoğan ke Indonesia, dalam rangka tur keliling Asia lantas menepis tudingan miring keretakan hubungan keduanya. Prabowo menyambut sangat baik kedatangan Erdoğan ke Indonesia. Bahkan ia disambut dengan 75 pasukan berkuda di Istana Bogor, untuk merayakan 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Turki.

Sudah 75 tahun Indonesia memiliki hubungan diplomatik dengan Turki, kali ini hubungan Indonesia dengan Turki mencapai titik puncak kemesraan dua negara. Kedua negara ini melakukan perbincangan diplomatik terkait isu-isu strategis, terutama di bidang pertahanan. Turki memiliki keunggulan dibandingkan Indonesia untuk bidang persenjataan drone, Turki memiliki pabrik drone mereka sendiri dan sudah teruji digunakan dalam Perang Nagorno-Karabakh II (2020), Perang Nagorno-Karabakh III (2023), dan Perang Rusia-Ukraina (2022-sekarang).

Perjanjian Kerjasama Diplomatik Strategis Pertama Indonesia-Turki

Menurut data yang dilansir dari situs Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg) terdapat 13 poin perjanjian bilateral yang disepakati oleh kedua negara di Istana Bogor, pada 12 Februari 2025. Berikut perjanjian nota kesepahaman yang disepakati kedua negara:

  1. Memorandum saling pengertian antara Kementerian Agama Republik Indonesia dan Kepala Bidang Urusan Agama Republik Turki tentang kerja sama di bidang layanan keagamaan dan pendidikan keagamaan;
  2. Memorandum kerja sama antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam Republik Turki di bidang energi dan sumber daya mineral;
  3. Memorandum saling pengertian tentang kerja sama di bidang pendidikan tinggi antara Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia dan Dewan Pendidikan Tinggi Republik Turki;
  4. Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Turki pada kerja sama bidang kesehatan dan ilmu kedokteran;
  5. Memorandum saling pengertian tentang kerja sama strategis di bidang industri pertahanan antara Kementerian Pertahanan RI dan Sekretariat Industri Pertahanan Kepresidenan Republik Turki;
  6. Memorandum saling pengertian antara Kementerian Perdagangan RI dan Kementerian Perdagangan Republik Turki tentang peningkatan kerja sama di bidang perdagangan;
  7. Memorandum saling pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Turki tentang kerja sama di bidang pertanian;
  8. Surat pernyataan kehendak antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Turki tentang promosi dan fasilitasi investasi;
  9. Memorandum saling pengertian antara Kementerian Perindustrian Republik Indonesia dan Kementerian Industri dan Teknologi Republik Turki tentang pembentukan komite bersama untuk kerja sama industri;
  10. Perjanjian joint ventureantara Republikorp dan Baykar untuk pembuatan pabrik drone di Indonesia;
  11. Protokol kerja sama antara Turkish Radio Television Corporation (TRT) dan lembaga penyiaran Publik Televisi RI (LPP TVRI) di bidang televisi;
  12. Nota kesepahaman antara Turkish Radio Television Corporation (TRT) dan lembaga penyiaran publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) di bidang keradioan; dan
  13. Perjanjian kerja sama antara Anadolu Ajansi (AA) dan Kantor Berita Antara Indonesia.

Disepakatinya perjanjian ini, terutama perjanjian pembuatan pabrik drone di Indonesia menarik berita banyak media internasional. Banyak media-media internasional pun memantau perkembangan ini. Bagaimana tidak? Indonesia dan Turki keduanya memiliki kesamaan, keduanya sama-sama negara Muslim, negara berkembang, dan juga sama-sama negara middle power.

Namun apa perbedaan vital antara Turki dengan Indonesia? Turki memiliki power projection dalam hubungan internasionalnya. Power projection yang terkonsep dan matang inilah yang Turki pakai untuk membangun kekuatan geopolitiknya, sehingga Turki memiliki keunggulan dalam percaturan geopolitik dibandingkan Indonesia.

Dari Soft Power Diplomacy Menuju Hard Power Diplomacy: Suatu Pelajaran untuk Indonesia.

Turki semula membangun kekuatan geopolitiknya melalui soft power dengan ekspor budaya terutama dengan film-film dan drama Turki, bahkan beberapa di antaranya telah masuk ke Indonesia. Film Fetih 1453 (2012) tentang Sultan Muhammad II Al-Fatih yang menaklukkan Konstantinopel dan mengubahnya menjadi Istanbul banyak ditonton jutaan orang di Indonesia, banyak kalangan Islamis di Indonesia juga yang memuji film itu dan membuat banyak orang Indonesia yang akhirnya nostalgia dengan kejayaan dunia Islam pada masa Kesultanan Ottoman. Selain ekspor budaya, Turki memperluas soft power-nya di Indonesia dengan memberikan banyak beasiswa kepada mahasiswa Indonesia. Sudah ribuan mahasiswa Indonesia kuliah di sana.

Masuknya pengaruh Turki ke Indonesia sudah dari lama masuk lewat ekspor ideologi Turki ke Indonesia. Kita bisa melihat kerjasama politik antara Partai Keadilan & Pembangunan (AKP), partainya Erdoğan dengan beberapa partai di Indonesia terutama partai Islam. Beberapa buku pemikiran dan buku agama dari Turki mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Bahkan karya Orhan Pamuk, penyair besar Turki yang menang Nobel Sastra 2006 pun sudah lama turut diterjemahkan di Indonesia dan banyak diapresiasi di kalangan sastra Indonesia.

Bahkan pemikiran post-islamisme yang dipraktekkan AKP, mulai dipelajari dan dicoba dipraktekkan oleh beberapa kalangan politik Islam di Indonesia. Selain itu juga pemikiran Islam dari Turki seperti Badiuzzaman Said Nursi hingga Fethullah Gülen masuk ke Indonesia. Bahkan terdapat sekolah-sekolah di Indonesia yang disinyalir terafiliasi Fethullah Gülen di Indonesia.

Selain ideologi Islam, ideologi nasionalis-sekularisme Turki sudah dari lama masuk ke Indonesia sejak zaman pra-kemerdekaan, lewat pemikiran Mustafa Kemal Atatürk yang banyak dibaca dan dipelajari oleh para Founding Fathers Indonesia seperti Sukarno dan Mohammad Hatta. Sukarno terang-terangan memuji Atatürk dalam buku-bukunya, bahkan ia pernah berpidato mengutip pemikiran Atatürk dalam berbagai rapat gerakan kebangsaan Indonesia. Sukarno pernah berpolemik dengan Mohammad Natsir soal pemikiran Atatürk.

Bahkan Jenderal Besar (Purn.) A.H. Nasution sendiri pernah di rumahnya dulu terdapat potret besar Mustafa Kemal Atatürk yang dipajang oleh ayahnya yang merupakan aktivis Sarekat Islam. Mustafa Kemal Atatürk menjadi inspirasi bagi A.H. Nasution untuk masuk militer. Bung Hatta pernah menyatakan dalam memoarnya bahwa Atatürk merupakan inspirator kalangan pergerakan melawan kolonialisme dan imperialisme.

Bisa dipahami mengapa Atatürk dikagumi baik oleh kalangan Islamis dan sekuler pada Zaman Pergerakan Nasional Indonesia sebagai symbol anti-penjajahan. Pada saat kekalahan Turki Ottoman pada 1918 ada seorang jenderal yakni Mustafa Kemal Pasha atau di kemudian hari disebut Mustafa Kemal Atatürk yang menolak negerinya ditaklukkan oleh sekutu dan dibagi-bagi lewat Perjanjian Sèvres. Wilayah Turki hanya tersisa Anatolia, itu pun hanya sedikit dan sudah dibagi-bagi di antara negara-negara Sekutunya.

Bahkan Armenia dan Yunani turut mencaplok beberapa wilayah Anatolia, hal ini seperti mempermalukan Turki lebih jauh lagi. Sebab Yunani dan Armenia dulunya bekas jajahan Turki Ottoman, negara-negara Sekutu seperti ingin membuat Turki dijajah oleh bekas jajahannya. Belum lagi wilayah Istanbul dijadikan wilayah internasional yang membuat Turki tidak berdaulat atas Istanbul dan Selat Bosporus. Tindakan itu membuat mayoritas rakyat Turki murka terhadap Perjanjian Sèvres, apalagi Ottoman pun kehilangan wilayahnya di dunia Arab.

Atatürk konon diam-diam meninggalkan Istanbul bersama ajudannya menggunakan sekoci kecil. Secara senyap ia membangun perlawanan terhadap Ottoman yang ia anggap pengkhianat karena membiarkan negerinya ditaklukkan dan dibagi-bagi oleh negara Sekutu yang menjadi pemenang Perang Dunia I. Atatürk menyatakan perang terhadap Ottoman dan negara-negara Barat yang masuk aliansi Sekutu membuat pemerintahan sendiri di Ankara, yang kini menjadi Ibukota Turki.

Mulailah Perang Kemerdekaan Turki pada 19 Mei 1919 melawan gabungan negara-negara Sekutu, hingga akhirnya Turki menang pada tahun 1923. Kemenangan Turki membuat Perjanjian Sèvres batal dan akhirnya diganti oleh Perjanjian Laussane 24 Juli 1923, yang akhirnya mengakui kedaulatan Turki.

Pada akhirnya 29 Oktober 2023 Mustafa Kemal Atatürk memproklamirkan Republik Turki dan mengakhiri kekuasaan Ottoman. Kemenangan Atatürk ini memberikan inspirasi pada kalangan pergerakan nasional Indonesia bahwa bangsa Asia bisa menang melawan bangsa Eropa, seperti halnya Jepang yang menang perang melawan Rusia pada tahun 1905.

Selain soft power yang sudah kita bedah sebelumnya lewat ekspor budaya, ideologi, paham agama; belakangan Turki mencoba memantapkan posisi geopolitiknya di dunia lewat membangun hard power. Membangun hard power ini dilakukan Turki lewat modernisasi besar-besaran alutsista mereka, dari sebelumnya mereka mengimpor dari negara lain dan kini sudah mulai bisa membuat sendiri.

Bukan hanya persenjataan ringan, namun persenjataan berat seperti panzer, tank, kapal perang, kapal selam, pesawat tempur, helikopter hingga drone sudah mulai bisa dibuat oleh Turki. Senjata-senjata ini dari sebelumnya hanya konsumsi pribadi di Turki, mulai diekspor ke beberapa negara.

Bagaimana cara Turki membuat bangsa-bangsa lain yakin untuk membeli alutsista Turki dan mempercayakan kualitasnya? Di sinilah peran hard power diplomacy Turki lewat sejumlah konflik hingga perang proksi di Timur Tengah. Turki terlibat dalam konflik di Suriah, Libya, dan Azerbaijan. Keterlibatan itu dilakukan dengan diturunkannya intelijen Turki di wilayah-wilayah tersebut, hingga diberikannya pelatihan militer Turki terhadap kelompok-kelompok yang didukung Turki.

Hal yang paling mencolok terlihat dalam Perang Nagorno-Karabakh II (2020), Turki terang-terangan membantu Azerbaijan melawan Armenia dan Republik Artsakh yang didukungnya. Turki membina hubungan sangat baik dengan Azerbaijan karena kesamaan ras dan budaya, kedua negara tersebut sama-sama berasal dari suku Turk Oghuz, juga sama-sama beragama Islam. Meski Turki mayoritas Sunni dan Azerbaijan mayoritas Syi’ah, tidak menyurutkan hubungan mesra keduanya.

Mereka sama-sama memusuhi Armenia, bahkan kedua negara tersebut mengingkari adanya Genosida Armenia (1915-1917) selama era Perang Dunia I yang memusnahkan 1,5 juta etnis Armenia dari Turki. Turki membantu Azerbaijan dengan mengirimkan senjata ringan hingga senjata berat, termasuk juga drone dalam melawan Armenia. Drone-drone Turki berhasil melenyapkan ratusan senjata berat Armenia seperti tank, artileri Armenia dan Artsakh.

Serangan Azerbaijan menggunakan drone berhasil membuat Armenia mengalami kerugian besar dengan lenyapnya ratusan kendaraan berat dan artileri mereka, ajaibnya kerugian di pihak Azerbaijan tidak terlalu besar karena mereka menyerang menggunakan drone Turki. Kedigdayaan drone Turki membuat dronenya akhirnya banyak dipesan banyak negara, termasuk juga Ukraina untuk melawan Rusia.

Turki mengembangkan hard power diplomacy dengan menggunakan cara-cara yang tidak terpuji, sehingga muncul kecaman internasional dari kalangan rival-rivalnya. Terdapat juga beberapa negara Barat yang mengkritik Turki, bahkan LSM HAM banyak yang vokal soal ini.

Namun bukankah selama ini yang Turki lakukan dalam hard power diplomacy adalah hal yang dilakukan negara-negara Barat? Turki cuma amati, tiru, dan modifikasi (ATM). Meski berbuah kecaman, namun power projection Turki meningkat dan Turki jauh lebih disegani dibandingkan sebelumnya dalam hal kedigdayaan militer.

Apa pelajaran yang bisa Indonesia pelajari dari Turki selain cara membuat drone? Indonesia hendaknya mulai membuat langkah terstruktur, sistematis, dan massif dalam membangun soft power Indonesia. Presiden Prabowo Subianto sudah melakukan langkah yang baik dengan membentuk Kementerian Kebudayaan terpisah dari Kementerian Pendidikan.

Indonesia bisa lebih fokus untuk menggarap ekspor budayanya. Untuk menggarap ekspor budaya memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, perlu waktu puluhan tahun serta konsistensi agar bisa berhasil seperti Korea Selatan dan Turki. Barulah setelah soft power diplomacy berhasil, Indonesia bisa pelan-pelan memulai hard power diplomacy untuk memperluas pengaruh Indonesia dan meningkatkan power projection Indonesia dalam geopolitik global.

Irsyad Mohammad, Alumni Ilmu Sejarah Universitas Indonesia, Pengamat Geopolitik, dan Pengamat Timur Tengah.

 

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Menakar Ide Koalisi Permanen

JAKARTA – Pada pertemuan dengan Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM

Seni Mengelola Kekuasaan ala Prabowo

JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengeluarkan pernyataan keras
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88
situs totositus totositus totojakartaslot88