3 months ago
1 min read

Ketegangan AS-China Memberi Keuntungan Ekonomi bagi Indonesia

Muhammad Lutfi. (Foto: Wikipedia)

JAKARTA – Mantan Kepala BKPM dan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, memberikan pandangannya tentang perubahan dinamika politik di Amerika Serikat dan dampaknya terhadap hubungan ekonomi Indonesia-AS.

Ia menyoroti bagaimana kebijakan tarif tinggi yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump terhadap China memberi keuntungan bagi Indonesia, yang secara tidak langsung merasakan dampak dari ketegangan ini.

“Kita ini mengambil keuntungan terus. Berantem Amerika sama China, kasih tarif tinggi-tinggi. Surplus kita dari tahun ke tahun naik terus. Surplus kita terbesar adalah dengan Amerika Serikat. Waktu saya keluar dari Kementerian Perdagangan, surplus kita 15 miliar dolar,”  katanya di Total Politik.

Dalam pandangan Lutfi, meskipun Indonesia tidak terlibat langsung dalam perselisihan AS-China, Indonesia tetap merasakan dampaknya melalui peningkatan surplus perdagangan dengan AS, yang dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi nasional.

“Karena surplus kita terbesar dengan Amerika Serikat, jumlahnya dengan Tiongkok, tetapi untung kita paling besar dengan Amerika. Pokoknya mereka berkelahi, kita naik,” sambungnya.

Meskipun kebijakan tarif Trump diperkirakan menaikkan harga barang di AS hingga 4.000 dolar per keluarga, Ia yakin hal ini akan membuat produk Amerika lebih kompetitif dan mendorong perekonomian AS. Ia berharap Indonesia dapat memanfaatkan situasi ini untuk memperkuat posisinya di pasar global.

“Jadi ekonomi Amerika akan bergulir, dan untuk negara sahabat seperti Indonesia yang berbasis demokrasi dan keterbukaan berpendapat. Mestinya kita bisa memanfaatkan itu sebagai sahabat di kawasan yang duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Mestinya bisa itu,” ujarnya.*

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Seruan Revolusi Akal Sehat Donald Trump

JAKARTA – Pada tanggal 20 Januari 2025 Donald Trump dilantik

Indonesia Harus Jaga Keseimbangan dalam Sengketa Laut Cina Selatan

JAKARTA – Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof. Hikmahanto